SANGATTA- Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutim meminta semua warung menerapkan pungutan pajak 10 persen kepada semua pelanggannya.
Hal ini kembali ditekankan lantaran masih maraknya warung yang enggan menerapkan aturan tersebut. Jika tidak, maka pungutan yang sebelumnya ditujukan kepada pelanggan, akan dibebankan kepada pemilik warung.
Dengan alasan, pelanggan keberatan dengan harga yang ditawarkan. Sebab terbilang lebih mahal dari harga sebelum penerapan pungutan pajak 10 persen.
Alasan ini tak berdasar. Menurut Kepala Bapenda Kutim, Musyaffa, kaburnya pelanggan hanya di dasari dua hal. Pertama buruknya pelayanan dan kedua makanan tersebut terbilang jauh dari kata laik.
“Kalau pelayanan baik, makanannya enak, meskipun agak mahal sedikit, pasti tetap jadi langganan. Orang tidak berfikir harga,” ujar Musyaffa.
Tak sedikit pula pemilik warung beranggapan jika pihaknya yang dibebankan pajak. Ini anggaran salah. Yang benar ialah warung tersebut merupakan wadah titipan pajak dari konsumen.
“Tukang warung anggap mereka yang bayar pajak. Padahal untuk warga.
Kami dengan warung mitra. Membantu pemerintah untuk mungut ke konsumen,”
katanya.
Pelanggan taat pajak dilakukan lantaran potensinya terbilang besar. Berdasarkan hal itulah, semua warung yang memiliki omset diatas Rp 500 ribu perhari akan ditempel plang pungutan pajak.
“Khusus usaha catering saja bisa mendapatkan sampai Rp 15 miliar perrahun. Potensi yang besar. Untuk itu kami tempel ratusan plang taat pajak di warung warung,” katanya. (dy)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: