SAMARINDA – Komisi Informasi (KI) Provinsi Kaltim mencatat ada 26 permohonan sengketa informasi di sepanjang 2017 silam. Angka ini meningkat bila dibandingkan tahun 2016 yang mencatatkan 16 kasus. Peningkatan kasus ini dikarenakan adanya gugatan dari satu keluarga yang ditujukan kepada badan publik yang berbeda-beda.
“Ada 10 gugatan yang kesemuanya berasal dari keluarga yang sama, namun pemohonnya berbeda, dan termohonnya juga ditujukan pada badan publik yang berbeda,” kata Ketua KI Provinsi Kaltim Imron Rosyadi saat ditemui Metro Samarinda di ruangannya, Selasa (16/1) kemarin.
Daftar gugatan dari satu keluarga tersebut di antaranya oleh Sindoro Tjokrotekno bersama Yayasan Alumni Sekolah Tahwa yang menggugat Kepala Kantor DJKN Kanwil Kaltim. Gugatan lainnya datang dari sang putra, Agus Sindoro Tjokrotekno yang menggugat Camat Loa Janan, Kutai Kartanegara (Kukar) atas permasalahan yang berbeda.
Ada pula anggota keluarga lainnya atas nama Lenny Anggraini, yang menggugat Camat Samarinda Utara. “Mereka mengajukan gugatan melalui KI karena badan-badan publik tersebut dianggap tidak terbuka dalam hal penyampaian informasi mengenai masalah masing-masing,” terang Imron.
Dia mengakui, merupakan hak setiap warga negara melaporkan sengketa informasi kepada KI. Apabila ada badan publik yang dianggap tidak kooperatif dalam pelayanan informasi yang dibutuhkan. Karenanya, KI akan tetap menindaklanjuti setiap permohonan yang masuk ke KI dari siapapun pemohonnya. Sekalipun pemohonnya berasal dari keluarga yang sama.
Imron memaparkan, dari 26 sengketa informasi selama 2017, KI baru menyelesaikan sebanyak 13 kasus. Sehingga masih tersisa 13 kasus lagi yang bakal diteruskan proses penyelesaiannya di 2018 ini. Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat 13 kasus tersisa urung diselesaikan. Salah satunya yaitu ada sembilan permohonan sengketa yang didaftarkan pada Desember 2017.
“Karena sebagian besar sengketa informasi tersebut didaftarkan di akhir tahun. Sehingga tidak bisa langsung diselesaikan pada 2017. Proses penyelesaiannya akan dilanjutkan di tahun ini,” ungkapnya.
Sementara untuk empat kasus lainnya, sambung Imron, pendaftarannya pada bulan Oktober dan November. Empat kasus ini belum terselesaikan di 2017 sebab pihak-pihak terkait khususnya termohon atau badan publik yang dilaporkan tidak datang memenuhi panggilan sidang. Hal ini membuat proses persidangan berjalan tidak lancar.
“Apabila termohon tidak pernah datang dalam dua kali sidang, KI bisa melanjutkan proses persidangan. Namun pihak termohon akan kehilangan hak-haknya di antaranya hak pembuktian,” jelas Imron.
Kata dia, sesuai Peraturan KI (PerKI) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi, KI diberi batas 100 hari untuk menyelesaikan sengketa. Meski dibatasi 100 hari, nyatanya KI Kaltim selama 2017 mampu menyelesaikan sengketa dalam waktu yang lebih cepat. Salah satu sengketa bahkan dapat diselesaikan dalam waktu 20 hari.
“Sebagian besar sengketa berhasil diselesaikan melalui proses mediasi. Sementara yang lainnya diselesaikan melalui keputusan sidang,” urainya.
Informasi-informasi terkait pertanahan, kehutanan, dan lingkungan hidup menjadi informasi yang paling banyak disengketakan selama 2017. Sementara badan publik yang paling banyak dilaporkan yaitu Pemkot Samarinda beserta jajarannya. Namun begitu Imron menyebut sebagian besar badan-badan publik ini kooperatif dalam setiap sidang sengketa informasi yang dilakukan di KI. (luk)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: