Saat menjadi mekanik tak mampu merubah perekonomian keluarga, Ismail banting setir menjadi seorang penjahit. Alhasil dia pun sukses bersama sang istri dengan menggeluti jasa menjahit dengan nama Icaq Taylor Textile. Berkat usahannya ini, Ismail dapat mempekerjakan hingga puluhan karyawan sampai saat ini.
Veri Sakal, Bontang
Terlahir dari keluarga sederhana dan hanya berlatar pendidikan SMA, membuat Ismail selalu berusaha memperbaiki kehidupannya dan keluarga untuk selalu bekerja keras, guna mendapat penghidupan yang lebih layak. Ini pun dilakukan Ismail dengan memilih bekerja ketimbang melanjutkan pendidikannya dengan kuliah. Pekerjaan pertama yang ditekuninya adalah menjadi seorang mekanik, di salah satu bengkel mobil yang ada di Makassar, Sulawesi Selatan.
Selama berkerja 1,5 tahun, ia pun menikahi seorang gadis asal Soppeng bernama Masriani. Namun seiring berjalannya waktu, dengan melihat kebutuhan semakin tinggi karena berkeluarga, Ismail pun memutuskan berhenti di bengkel dan memilih menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Serawak Malaysia, sebagai buruh kepala sawit pada 1998.
“Waktu itu demi mencari pekerjaan yang layak, saya meninggalkan istri saya dan anak pertama kami yang masih berusia 3 bulan,” kenangnya, Senin (17/4) kemarin.
Meski keputusan itu berat, Ismail pun pergi meninggalkan keluarga kecilnya tesebut. Dengan harapan dapat mensejahterakan mereka. Namun ketika di sana, bukannya meningkat ternyata dia sempat ditipu anak perusahaan tempat dia bekerja, karena gaji yang diterimanya hanya 600 ringgit atau setara 500 ribu bila di rupiahkan kala itu. Tetapi permasalahn tersebut sebenarnya sudah dapat diatasai berkat kekompakkan para buruh di sana, yang memilih mogok kerja.
Sehingga Ismail dan kawan-kawan buruh lainnya akhirnya menikmati gaji dari induk perusahaan sebesar 1000 ringgit atau sekira RP 2,5 juta saat itu. Kendati demikian, itu hanya dinikmati selama lima bulan. Pasalnya ketika memasuki cuti tahunan, Ismail yang kembali ke kampung halaman istrinya, memutuskan tidak akan kembali lagi ke perusahaan itu.
“Selama satu setengah tahun bekerja menjadi TKI, gaji yang saya dapat semua saya simpan untuk hidup bersama istri dan anak saya sambil mencari tempat baru dalam melanjutkan hidup,” jelasnya.
Dengan modal tersebut, akhirnya dia berkonsultasi dengan kedua kakaknya yang berada di Bontang dan Papua. Dari hasil konsultasi ini, dia memutuskan datang ke Bontang di tahun 2000 sebagai tempat melanjutkan kehidupan bersama keluarga kecilnya. Tidak lama tinggal di Bontang, di Gang Api-Api di sebuah gubuk kecil yang dikontraknya sebesar Rp 50 ribu per bulan. Untuk hidup sehari-harinya, Selain mengojek dan Ismail juga bekerja di bengkel mobil .
Namun melihat kedua pekerjaan tersebut tidak juga membuat perekonomian keluarganya membaik, dia pun memutuskan untuk berhenti dari kedua profesi tersebut dan menekuni usaha menjahit. Keputusannya tersebut diambil ketika melihat jasa menjahit yang ditekuni istrinya mulai mendapat kepercayaan masyarakat. Yang tak lepas juga dari hasil usahanya selalu mempromosikan jasa menjahitnya ketika bekerja di bengkel.
“Yang mempercayai kami waktu itu adalah ibu -ibu pejabat dan eksekutif perusahaan yang ada di Bontang,” tuturnya.
Lambat laun akhirnya usaha mereka yang berada di Jalan KS Tubun RT 32 Kelurahan Api-Api, Kecamatan Bontang Utara terus berkembang. Tak ayal ini pun membuat pereknomian mereka juga semakin terus meningkat. Dikatakannya , selain berkah menggunakan nama panggilan anak pertamanya, ini juga berkat kepercayaan pelanggan kepada mereka karena selalu memberikan pelayanan ekstra dengan menyelesaikan pesanan pelanggan tepat waktu dan memanajemen dengan baik usahanya.
Dengan menggunakan sistem tersebut, akhirnya mereka pun banjir orderan di tahun 2005 lalu. Dikarenakan banyak orang yang memesan gaun dan pakain pengantin yang harganya mulai dari Rp 500 ribu – Rp 3 juta. Melihat banyaknya orderan tersebut, mereka pun semakin kewalahan. Akhirnya untuk mensiasatinya, mereka pun menambah karyawan 5 orang. Dari situ akhirnya jasa menjahitnya terus berkembang pesat. Bahkan saking berkembangnya, dia pun menambah lagi karyawan hingga menjadi 20 orang.
“Selain modal kepercayaan masyarakat, di toko kami juga menjual kain-kain yang memiliki kualitas terbaik dari pengusaha kain dari India yang berada di Jakarta,” katanya.
Seiring semakin berkembangnya, dari 20 saat ini karyawan tinggal 10 orang. Mereka-mereka ini lah yang berkomitmen selalu ikut dengan Ismail yang kini memiliki gaji hingga Rp 4 juta. Bahkan diakuinya, gaji karyawannya saat ini yang paling rendah hanya Rp 1,6 juta. Sistem yang digunakan dalam mengaji mereka adalah setiap bahan yang dijahit, mereka akan mendapat 30 persen dari hasil itu.
Dijelaskan Ismail , dalam proses menjahit itu kadang-kadang karyawannya bisa menyelesaikan sehari bisa tiga gaun. Sehingga bila satu kain saja Rp 100 ribu, bila mencapai tiga kain. Yang didapatkan mereka bisa Rp 90 ribu per hari, kemudian bila dikalikan sebulan bisa mencapai Rp 2,7 juta. Bahkan mereka pun mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) ketika Lebaran.
“Saya tidak pernah mengganggap mereka karyawan, karena saya menggangap mereka adalah mitra kerja dan selalu berusaha mensejahterakanya,” pungkasnya. (Bersambung)
Tentang Ismail
Nama: Ismail Sake Zikiri
TTL: Barru, 19 Maret 1973
Nama Orang Tua: Sake Zikiri – Hj Nanka
Istri: Masriani
Anak:
- Muhammad Ishak
- Noor Dini Indah
Alamat: Jalan KS Tubun RT 32, Kelurahan Api-Api, Kecamatan Bontang Utara.
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post