Mafia tambang semakin menjadi-jadi. Keluhan soal aktivitas emas hitam yang diduga ilegal di Pelita 8, Kecamatan Sambutan, berdampak pada rusaknya lingkungan hingga banjir ke permukiman warga.
bontangpost.id – Tambang yang diduga kuat tak memiliki izin di kawasan Pelita 8, Kecamatan Sambutan, sangat meresahkan. Imbasnya adalah kerusakan lingkungan, bahkan hingga banjir ke permukiman.
Harian ini menelusuri kawasan tersebut kemarin (1/6). Plang pemkot yang menegaskan di bawah penguasaan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Samarinda masih menancap. Menegaskan kawasan tersebut merupakan lahan milik pemerintah Samarinda. Namun, tak dijelaskan berapa luasannya. Menelusuri lebih jauh, ada bekas galian batu bara, danau yang menghijau. Termasuk berdiri bangunan laiknya pondok yang diduga sebagai tempat istirahat para pekerja. Bahkan, akses ke galian batu bara longsor tertutup batu dan tanah.
Bertemu dengan warga sekitar, mencari informasi terkait aktivitas keruk-mengeruk batu bara tersebut. “Terakhir itu sekitar tiga hari lalu. Alat-alatnya sudah keluar, tapi lewat belakang. Kalau hauling memang lewat sini (jalan masyarakat). Memang ada ‘kasih’ sedikit, uang debu lah istilahnya,” sebut warga yang namanya enggan disebutkan namanya.
Selama belasan tahun dia tinggal di kawasan tersebut, ternyata sudah cukup lama aktivitas terselubung itu dilakukan. Warga tersebut menjelaskan, ada sekitar empat penambang silih berganti. “Kalau tidak salah yang terakhir Pak Heri. Manggilnya Haji Heri,” sambungnya.
Mencari informasi lebih jauh, nama lain yang diperoleh harian ini adalah Iwan. “Yang terakhir itu ya Haji Heri itu. Tapi sebelum keluar, sempat minta bikinkan drainase, sama perbaiki jalan,” sambungnya.
Masih di sekitar kompleks Perumahan Korpri, ada danau yang di sekitarnya ada dua tumpukan emas hitam. Soal Heri, pria tersebut tak mengetahui pasti alamat kediaman nama yang disebutkannya. “Ngomongnya cuma di Sebulu,” imbuhnya.
Untuk kegiatan hauling, menggunakan aset pemerintah atau jalan masyarakat. Pengangkutan batu bara tersebut dilakukan sejak sore hingga menjelang pagi.
Lokasi selanjutnya berada di jalan tanah, yang juga di kawasan Pelita 8. Jalur pengangkutan batu baranya dari samping Pondok Pesantren Putra Darul Ulum Wadda’wah. Di lokasi kedua, ada empat tumpukan batu bara. Di akses tersebut bahkan sempat terpasang garis polisi (police line). Namun, garis polisi itu diduga sengaja dirusak. “Kalau yang di dekat kantor polisi (Pol Subsektor Sambutan) itu Agus yang kerja,” sambung pria tersebut.
Sebelum penelusuran harian ini, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda pernah menyegel area tersebut. Saat itu ada alat berat beroperasi. Dua alat berat berada di area perumahan, yakni ekskavator dan buldoser. Namun, aktivitas itu hanya mengamankan area milik pemkot. Bahkan, pihak PUPR sempat memanggil penambang yang dimaksud.
Hingga pukul 21.45 tadi malam, kegiatan pertambangan di sana tiarap, alias tidak ada pengerukan atau pengangkutan. (dra/k16)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post