SAMARINDA – Sebelumnya DPRD Kaltim bulat merekomendasikan pada Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda untuk menghentikan proses perizinan proyek masjid di Lapangan Kinibalu. Namun dalam sidang paripurna pada Rabu (12/9) kemarin, sebagian anggota dewan justru tidak sepakat dengan rekomendasi tersebut.
Pun demikian, aspirasi penghentian proyek masjid di Kelurahan Jawa, Kecamatan Samarinda Ulu, Kota Samarinda itu mendapat penolakan dari sebagain anggota dewan di Gedung Karang Paci. Salah satunya anggota Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar), Dahri Yasin. Dia menyebut, penghentian proyek akan menimbulkan masalah baru.
Alasannya, proyek senilai Rp 64 miliar itu telah disepakati secara bersama antara DPRD dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim. Jika kesepakatan tersebut dianulir, maka terdapat konsekuensi hukum yang harus diterima pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan proyek itu.
“Apakah Ketua DPRD mau menerima akibat hukum karena menghentikan proyek itu?” demikian Dahri mempertanyakan sikap sebagai anggota dewan pada sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Kaltim, Muhammad Syahrun.
“Kalau Ketua DPRD mau bertanggung jawab atas anggaran yang sudah diberikan, ya silakan. Kalau saya enggak (mau bertanggung jawab, Red.),” tegasnya.
Alasan lain, apabila proyek yang diinisiasi Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak itu dihentikan, maka negara akan dirugikan. Pasalnya, pengerjaan proyek telah dilakukan dan anggaran sudah disahkan.
Dia berpendapat, kebijakan penganggaran proyek telah disahkan melalui peraturan daerah (perda). Karenanya, Dahri heran jika proyek tersebut dihentikan melalui rapat dengar pendapat atau hearing dengan warga.
Penghentian proyek, lanjut dia, tidak dapat dilakukan. Sebab proyek telah dikerjakan kontraktor yang ditunjuk secara resmi oleh Pemprov Kaltim. Jika alasan penghentian proyek karena belum diterbitkannya Izin Mendirikan Bangunan (IMB), maka itu tidak dapat dijadikan dasar.
“Apa alasannya IMB tidak diterbitkan? Itu kan publik yang punya. Kalau publik yang menolak, saya tidak mengerti itu. Karena ketika diusulkan di DPRD, publik juga yang mengusulkan,” ucapnya.
Munculnya penolakan dari warga disebut Dahri sebagai ujian bagi Pemkot Samarinda dan Pemprov Kaltim. Pemerintah diminta untuk memberikan pemahaman pada warga yang menolak pembangunan masjid di Lapangan Kinibalu.
Karenanya, dia merasa heran, proyek yang sudah berjalan dipermasalahkan di DPRD Kaltim. Pasalnya, pelaksanaan proyek sudah berada di tangan Pemprov Kaltim. “Jangan kemudian persoalan ini dibawa ke DPRD,” ketusnya.
Rita Artaty Barito, anggota Fraksi Golkar di DPRD Kaltim, memiliki pendapat yang berbeda. Rekomendasi penghentian pembangunan masjid dianggap sudah tepat. Karena merujuk pada aspirasi masyarakat di sekitar proyek pembangunan masjid di Lapangan Kinibalu.
“Kenapa dipersoalkan lagi? Kemarin kan kita sudah sepakat di hearing untuk meminta proyek dihentikan,” katanya.
Sejatinya, penyelesaian masalah tersebut dapat dilakukan dengan menjalankan fungsi pengawasan DPRD Kaltim melalui hak interpelasi. Di mana pimpinan dewan memanggil gubernur untuk mempertanyakan masalah pembangunan masjid tersebut.
Namun demikian, Sekretaris Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Muspandi menegaskan, penggunaan hak interpelasi tidak lagi tepat. Pasalnya, Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak akan segera dihentikan dari jabatannya.
Diketahui, Awang Faroek akan mengakhiri jabatannya sebagai orang nomor satu di Benua Etam pada 23 September mendatang. Mantan Bupati Kutai Timur itu akan mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI daerah pemilihan Kaltim dari Partai Nasional Demokrasi (NasDem).
“Baru kami mengajukan hak interpelasi, Pak Gubernur tidak menjabat lagi. Memang boleh saja hak interpelasi itu diajukan,” katanya.
Muspandi menuturkan, penghentian proyek dapat dilakukan. DPRD Kaltim bisa mengintervensi kebijakan itu melalui fungsi pengawasan dan penganggaran. Tetapi dengan catatan, proyek tersebut tidak memenuhi aturan yang berlaku.
“Kalau memang tidak sesuai prosedur yang ada, ya harus dihentikan. Boleh juga dihentikan oleh gubernur baru. Kewenangan itu memang adanya di eksekutif. DPRD dalam hanya dapat meminta dan menyarankan pada gubernur untuk mengevaluasi kegiatan tertentu,” tutupnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post