“Tetapi seiring berjalannya waktu, tadinya mereka diuntungkan, justru sekarang merasakan dampak buruk. Kalau mereka terus bertahan di situ, kesehatan terganggu, air bersih minim, dan banyak keluhan lain.” Mursidi Muslim (Anggota DPRD Kaltim)
SAMARINDA – Kasus perusahaan batu bara yang mengepung lahan warga di Desa Mulawarman, Kecamatan Tenggarong Seberang, Kutai Kartanegara (Kukar), sudah berlangsung bertahun-tahun. Namun tak kunjung diselesaikan pemerintah daerah. Sedangkan permukiman warga, hampir seluruhnya tidak lagi layak untuk dijadikan tempat tinggal.
Muhajir (40), Kepala Dusun Karya Harapan, Desa Mulawarman, Rabu (26/9) kemarin, mengungkapkan, warga Desa Mulawarman telah merasakan banyak penderitaan di balik aktivitas tambang yang mengelilingi pemukiman warga.
Masalah yang tidak kalah penting yakni warga mengeluarkan uang untuk membeli air bersih. Dulu sebelum tambang beroperasi, air bersih dengan mudah didapatkan. “Sekarang kami harus beli air untuk minum. Kalau air bersih, kadang dapat juga dari perusahaan. Tetapi itu tidak cukup. Terpaksa harus keluar uang lagi,” sebutnya.
Musim kemarau menambah pilu warga Mulawarman. Air yang dulu digunakan, kini tidak lagi layak. Kata Muhajir, bantuan air dari perusahaan tidak pernah cukup untuk kebutuhan warga di tiga dusun di desa yang dulu dikelilingi hamparan sawah itu.
Warga di desa yang memiliki penduduk 800 kepala keluarga itu tidak lagi tahan tinggal di desa tersebut. Sebab lahan pertanian tidak dapat digarap. Sebelum tambang beroperasi, sawah masih menjadi sumber penghidupan. Namun kini tergerus karena banyak lahan yang beralih menjadi tambang batu bara.
Sehingga mayoritas warga meminta pemerintah dan perusahaan membebaskan lahan yang ditempati warga. Dengan begitu, penduduk setempat dapat meninggalkan desa tersebut. “Kami minta ada ganti untung. Lahan kami diambil saja. Entah oleh pemerintah atau perusahaan. Yang penting kami bisa pindah dari desa itu,” pinta Muhajir.
Anggota Komisi II DPRD Kaltim, Mursidi Muslim mengatakan, kondisi Desa Mulawarman memang sangat memprihatinkan. Semua berawal dari masyarakat yang “tertipu” dengan beragam tawaran manis dari perusahaan.
Para pengusaha tambang batu bara menawarkan lapangan kerja baru, ganti rugi lahan ratusan juta, hingga tawaran meningkatnya kesejahteraan di beragam bidang. Lalu sebagian besar warga ramai-ramai melepaskan lahannya.
“Tetapi seiring berjalannya waktu, tadinya mereka diuntungkan, justru sekarang merasakan dampak buruk. Kalau mereka terus bertahan di situ, kesehatan terganggu, air bersih minim, dan banyak keluhan lain,” bebernya.
Opsi yang pernah ditawarkan ialah desa tersebut direlokasi. Namun pelaksanaan solusi itu terkendala anggaran yang begitu besar yang harus digelontorkan pemerintah daerah untuk memindahkan desa.
Permintaan warga agar lahan dibebaskan dapat dijadikan pilihan untuk menyelesaikan masalah desa itu. “Masyarakat menjual lahannya di perusahaan. Nanti kami yang mediasi. Tentu saja sesuai dengan standar harga yang layak,” ucapnya.
Dalam waktu dekat, lanjut dia, pihaknya akan meninjau keadaan warga di Desa Mulawarman. Langkah tersebut sebagai bagian dari upaya untuk menyerap sebanyak mungkin aspirasi dari masyarakat setempat.
“Kemudian kami upayakan untuk mempertemukan warga dengan perusahaan. Pemerintah provinsi juga akan kami libatkan. Karena ini sudah wewenang provinsi,” tuturnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post