Lukman M, Redaktur Bontang Post
JUMAT (12/10) lalu merupakan hari yang berbahagia bagi kota kita tercinta Bontang. Pasalnya di hari itu, kota bersemboyan “Bessai Berinta” ini merayakan hari jadinya ke-19 sebagai kota otonom. Tanpa terasa dua dekade minus satu tahun sudah Bontang berdiri secara mandiri dalam hal pemerintahan daerahnya.
Sejak menjadi kota yang “merdeka”, beragam pembangunan telah dilakukan di Bontang. Perlahan, kebutuhan-kebutuhan daerah meliputi fasilitas-fasilitas untuk masyarakat, mulai dari perhubungan, kesehatan, dan pendidikan dibangun satu per satu. Hasilnya pun bisa dilihat sekarang ini, Bontang mengalami perkembangan yang begitu pesat dalam berbagai sektor.
Bicara perkembangan Bontang, tentu kita akan bernostalgia tentang bagaimana kondisi daerah ini puluhan tahun yang lalu. Sebagai putra Bontang yang lahir di era 80-an, saya sempat merasakan betapa kawasan ini dahulu begitu dipenuhi hutan dan rawa-rawa. Tak banyak yang bisa ditemukan di kota ini selain pergerakan industri melalui dua perusahaan raksasa yang menjadi denyut kota kala itu.
Namun kini, Bontang boleh berbangga. Walaupun belum mampu mandiri sepenuhnya, sudah banyak kebutuhan masyarakat yang dapat dihasilkan sendiri melalui beragam potensi ekonomi. Sudah banyak hal yang bisa ditemukan di kota ini melalui beragam potensi pariwisata yang dimiliki. Permasalahan-permasalahan di masa lalu, perlahan telah mampu diatasi oleh pemerintahannya.
Ya walaupun permasalahan-permasalahan itu belum terselesaikan sepenuhnya, katakanlah air bersih dan kelistrikan yang menyangkut hajat hidup orang banyak, namun sudah ada proses yang berjalan dalam penanganannya. Tentu semua itu tidak akan bisa terselesaikan bila tidak dilakukan pembangunan di berbagai bidang.
Kini di usianya yang ke-19, pekerjaan rumah bagi Pemkot Bontang bukan lagi tunggal. Bukan lagi lagi bicara hari ini dan besok, melainkan sudah harus bicara puluhan tahun ke depan. Ya, potensi migas yang semakin mengecil, membuat Pemkot Bontang harus mencari potensi-potensi lain untuk bisa terus menggerakkan dan menghidupkan kota ini. Defisit yang terjadi belakangan, merupakan alarm bahwa Kota Taman nyatanya masih belum aman.
Potensi-potensi ekonomi baru memang sangat penting untuk dipikirkan demi mengisi pundi-pundi pendapatan daerah. Entah itu potensi pariwisata, perikanan, atau ekonomi kreatif lainnya. Karena akan sulit bila hanya mengandalkan migas. Terlebih, para “peramal” sudah menyebut betapa potensi-potensi sumber daya alam tak terbarukan itu kini tinggal menghitung tahun saja.
Menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah daerah, untuk bisa segera merealisasikan setiap potensi tersebut ke dalam wujud konkret yang memang bisa menghasilkan. Jangan lagi sebatas retorika atau angan-angan belaka. Karena bila solusi pascamigas ini belum juga terbentuk sementara potensi migas telah habis, kota ini mau “makan” apa?
Seakan belum cukup, rencana pemerintah pusat terkait pipanisasi gas alam, bisa semakin mempercepat usia stok migas Bontang untuk bisa bertahan. Ancaman “kematian” Bontang akan jadi lebih cepat, bila kota ini tidak segera “diobati” melalui penciptaan sumber-sumber pendapatan lainnya. Karena kalau sudah menjadi kota mati, maka sia-sia saja perkembangan yang dilakukan selama ini.
Ketika industri sudah mati dan tidak ada lagi pergerakn ekonomi, masyarakat tentu akan berpikir untuk tetap berada di Bontang. Migrasi atau perpindahan besar-besaran warga keluar Bontang ke daerah-daerah lain yang menjanjikan, tentu sangat berpeluang terjadi. Bila sudah demikian, takkan ada lagi kehidupan di kota ini. Imbasnya sebagaimana yang sudah saya sebutkan sebelumnya, Bontang menjadi kota mati.
Kalau benar Bontang menjadi kota mati, dan tentunya kita semua tidak berharap demikian, maka perkembangan kota selama tahun-tahun pembangunan yang lalu, sekarang, dan akan datang menjadi sia-sia belaka. Perubahan status Bontang menjadi kota otonom juga tak akan ada artinya. Kebanggaan selama beberapa tahun terakhir ini tiada berguna.
“Ramalan” ini tentu harus dipikirkan oleh kita semua masyarakat Bontang, bukan Pemkot Bontang semata. Karena kerja keras pemkot tak akan berdampak apa-apa bila masyarakatnya tidak memberi dukungan. Apalagi Wali Kota Bontang sekarang ini, Neni Moernieaeni atau yang karib disapa “Bunda”, sudah memiliki sederetan program menuju Bontang JAGO, demi menghadapi pascamigas.
Kita tentu mencintai Bontang. Kita tentu ingin kota ini terus berkembang. Sebagaimana semboyan kota ini, Bessai Berinta yang berarti mendayung bersama. Sebagaimana lirik dalam mars Kota Bontang “Kubangun, Kujaga, Kubela”. Maka, sudah saatnya berbagai slogan, semboyan, dan retorika itu diwujudkan dengan kerja nyata.
Mari bersama jadikan momen HUT Bontang ini sebagai refleksi sekaligus introspeksi demi menapak masa depan yang lebih baik lagi. Menghadapi era pascamigas dan juga beragam tantangan yang bakal mengadang di depan. Mari bersama jaga Bontang untuk terus berkembang. Sehingga kita dan anak cucu kita akan bisa terus memperingati HUT kota ini di setiap 12 Oktober. Aamiin. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post