Ramadan di negeri orang selalu menyisakan cerita. Apalagi dalam situasi pandemi seperti saat ini. Bontangpost.id akan membagi cerita para mahasiswa dari Bontang selama berpuasa di tanah rantau. Dimulai dengan pengalaman Intan Eka Puspa Sari, yang menempuh pendidikan di Russian University of Transport.
SUDAH dua pekan saya di kamar saja. Di ruangan sekitar 6 x 8 meter. Dilengkapi dua kamar, satu WC, dan satu kamar mandi. Dihuni lima orang.
Keadaan yang benar-benar, tidak terbayangkan sebelumnya. Ketika Covid-19 mulai menyebar, saya merasa biasa saja. Waktu kuliah diliburkan, saya masih berpikir positif. Tapi semenjak asrama ditutup karena ada mahasiswa yang positif corona, saya tidak tenang. Pikiran ke mana-mana. Kami harus di kamar selama dua pekan.
Sekarang di setiap lantai ada penjaganya. Mereka memakai seragam. Kami tidak boleh keluar kamar, kecuali mengambil makanan pembagian dan buang sampah setiap pukul 20.00-20.30.
Kesempatan itu jadi ajang refreshing buat saya bisa keluar kamar meskipun hanya di koridor. Keadaannya tidak menyenangkan, bukan karena teman-teman yang tidak asyik, tapi karena kami mulai jenuh hanya di dalam kamar.
Bayangkan, di ruangan itu, selama 24 jam tidak ketemu orang lain. Sebagai hiburan, saya menelepon keluarga di rumah. Cerita tentang puasa di Indonesia. Sebenernya ada sedikit iri, sedikit rasa pengin balik ke Indonesia, tapi karena merasa tidak aman untuk orang-orang rumah mendingan saya di sini saja. Ibu juga bilang seperti itu waktu saya komunikasi pada Februari lalu. Dia khawatir saya malah tertular di jalan.
Setiap pagi, kamar kami diketuk. Untuk mengecek suhu tubuh. Kami sebut itu gedoran cinta. Petugas akan menggedor pintu sampai semuanya bangun. Pintu kami juga digedor seperti itu kalau ada pembagian makanan. Rasanya sudah seperti tahanan.
Sebenarnya, untuk pengukuran suhu itu sudah dilakukan sebelum kami diisolasi. Dari awal kampus diliburkan kami sudah rutin cek suhu tubuh. Mulai dari dokter dan perawat yang memakai baju dinas biasa. Sampai sekarang mereka ngecek kami pakai APD. Saya merasa seperti virus. Ha ha ha. Tetapi tidak apa, asramaku soalnya sudah zona merah.
Kalau makanan pembagian jangan ditanya gimana rasanya. Hambar Ha ha ha. Banyak mahasiswa asing yang protes. Apalagi di asrama ini banyak muslim yang puasa. Jadi ingin makanan halal. Dekan kampus sampai meyakinkan lewat grup WhatsApp kalau makanan yang dikasih itu halal. Dan mereka tahu kalau kami tidak boleh makan babi.
Persoalan makanan tidak selesai sampai halal dan haram saja. Ada saja tuntutan mahasiswa. Ini mungkin karena kami tidak boleh keluar. Belum lagi kami tidak boleh mengunakan dapur. Dapur ditutup. Dapur cuma ada satu di setiap lantai. Jadi kalau mau masak, ya, kami ke dapur buat nyiapin makanan buka puasa.
Tapi, Ramadan kali ini kami tidak bisa menggunakan dapur. Walhasil kami buka dan sahur dengan makanan pembagian dari asrama, yang kemarin membuat saya tiba-tiba bolak-balik WC karena salah makan.
Saya memang sedikit susah terkait makanan. Karena terkadang laukmya ikan. Sedangkan saya tidak bisa makan ikan. Alhamdulillah saya sudah stok sosis. Kami juga menyimpan risoles dan sosis Solo di pendingin, lalu digoreng saat buka puasa.
Satu yang saya syukuri, kami masih bisa buka puasa bareng. Meski cuma berlima, terpenting tidak sendirian. Masih tetep ada rasa kekeluargaannya. Puasa di sini lebih lama. Sahur pukul 01.30 dan buka puasa pukul 20.30. Meski Muslim di Rusia minoritas, penduduknya tetap menghargai kami yang berpuasa.
Di Rusia, tidak ada libur Ramadan dan Lebaran. Tahun lalu, selesai Salat Idulfitri di KBRI saya langsung ke kampus, karena ada jam kuliah. Tahun ini KBRI sudah mengumumkan bahwa tidah ada Salat Idulfitri. Sedih sekali baca surat pengumumannya. Tapi mau bagaimana lagi, pandemi ini benar-benar bikin semuanya berantakan.
Harusnya bisa ngerasain rendang, sate, dan bakso. Nostalgia makanan khas Indonesia di KBRI. Satu kebiasaan rutin, kami anak-anak Kaltim lakukan ketika Ramadan. Biasanya kami melakukan buka bersama dengan mahasiswa Indonesia seasrama, sekalian Salat Tarawih. Sedih sih kalau diingat.
Oia, satu lagi. Puasa kali ini tidak ada kurma sama sekali. Puasa tanpa kurma itu tidak enak. Semoga Ramadan tahun depan bisa makan kurma sepuasanya. Puasa kali ini tidak akan pernah saya lupakan seumur hidup. Dan sekarang ditambah 2 minggu ke depan karena makin banyak anak asrama yang terpapar covid-19. (edw)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post