Kisah Inspiratif Warga Bontang: Heru Sudrajat (200)
Di balik murid yang berprestasi, ada tangan guru yang setia membimbing. Berkat ketekunan dan kesabaran dalam membimbing, murid-muridnya sempat mewakili sekolah dalam lomba debat Bahasa Indonesia. Tak hanya di level provinsi, namun sampai ke level nasional.
Muhammad Zulfikar Akbar, Bontang
HERU Sudrajat sebelumnya tak kan mengira akan menjadi guru, apalagi menjadi guru Bahasa Indonesia. Pria asal Bantul ini justru ingin bekerja di salah satu bank terbesar milik pemerintah kala muda.
Hal tersebut wajar, karena Heru muda merupakan atlet voli yang cukup berprestasi. Namun, doa ibu memang selalu makbul. Sejatinya, ibunda Heru meminta anaknya untuk menjadi seorang pendidik, sama seperti ayahnya. “Kebetulan saya juga lahir dari keluarga guru. Ayah saya guru di Madrasah Tsanawiyah. Sempat juga di Madrasah Aliyah,” kata Heru.
Selepasnya SMA, Heru akhirnya mengikuti program ikatan dinas yang akhirnya merubah jalan hidupnya. Ikatan dinas ini merupakan program dari pemerintah yang mendidik calon guru, untuk selanjutnya diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) dan ditempatkan di seluruh wilayah di Indonesia.
Beruntung, tempatnya berkuliah di Universitas Taman Siswa menjadi salah satu dari sekian banyak perguruan tinggi yang ditunjuk oleh pemerintah. “Saya mengambil jurusan D3 Pendidikan Bahasa Indonesia,” ucap pria kelahiran 3 Januari 1962 silam.
Hasrat bermain voli dalam diri Heru tak seketika hilang begitu saja. Saat masa kuliah, Heru bahkan sempat ikut klub voli yang mengantarkannya berprestasi hingga tingkat nasional. Klub voli bernama Ganevo yang diikutinya bahkan sempat melaju menjadi juara 1 nasional dan masuk dalam 10 besar kejuaraan nasional.
Prestasinya di bidang voli yang moncer, membuatnya ditawarkan untuk memilih tempat pengabdian selanjutnya seusai lulus dari program pendidikan ikatan dinas tersebut. “Sebenarnya kurang tahu juga apakah benar karena prestasi di voli tersebut yang akhirnya saya bebas memilih mau ditempatkan di mana. Tapi saya bersyukur diberi opsi untuk memilih tempat sendiri,” ujarnya.
Saat diberi opsi tersebut, Heru awalnya memilih di Balikpapan. Alasannya, kata orang tuanya kalau bisa cari tempat yang lebih dekat dengan keluarga. Namun ternyata, di Balikpapan sudah ditempati oleh orang lain, sehingga pilihan dijatuhkan oleh Heru ke Bontang. “Alasan pilih Bontang dulu karena bisa ditempuh lewat jalur darat, tidak lewat jalur laut. Kalau lewat laut, saya tidak bisa berenang, he he,” katanya sambil tertawa.
Resmilah sesuai dengan surat keputusan yang Heru terima, dia ditempatkan di SMA Negeri Bontang, cikal bakal SMA Negeri 1 Bontang (Smansa) pada 1 Maret 1987. Dia bercerita, dahulu sekolahnya masih terdiri dari 12 kelas, yang masing-masing tingkatan memiliki empat kelas.
Secara fasilitas, memang masih sangat minim dibandingkan dengan saat ini. Namun Smansa kala itu patut berbangga, sebab sekolah tersebut pernah menerima siswa dari Sangatta dan wilayah sekitarnya untuk mengikuti Ebtanas (semacam ujian nasional saat ini, Red.). “Karena dulu masih satu wilayah, murid dan gurunya banyak yang dikirim. Tapi karena ongkosnya mahal, akhirnya guru-guru kami yang ditugaskan mengawas di sana,” ungkapnya.
Selama menjadi guru di Smansa kala itu, Heru tak hanya menjadi guru Bahasa Indonesia saja. Kurangnya guru, membuat dia juga merangkap sebagai guru olahraga. Beruntung, pengalaman Heru sebagai atlet bisa ditularkan kepada siswanya dalam pelajaran olahraga. Justru dalam kesempatan inilah, Heru juga ingin membangun voli di sekolahnya. “Saya inginnya siswa tidak hanya mendapat ilmu di dalam kelas, tapi juga bisa berprestasi dengan kegiatan di luar kelas. Saya coba lakukan lewat voli,” katanya.
Usahanya pun berhasil. Meski sempat beberapa kali menemui kekalahan, namun akhirnya klub voli binaan Heru sempat menjadi yang terbaik di Bontang. Voli, buat Heru adalah hobi yang sudah melekat dalam dirinya. Namun sebagai pendidik, dia mencoba menarik beberapa nilai-nilai dalam olahraga tersebut ke dalam pembelajarannya di kelas. “Misalnya pembelajaran tentang etika, pembentukan karakter, itu juga saya tanamkan di kelas,” ucap suami dari Suprapti ini.
Dalam pembelajaran di kelas, Heru punya metode yang disebutnya SQ3R, yakni survey, question, read, recite, and review. Metode ini merupakan cara Heru untuk menggemarkan siswa membaca buku. Sebelum program literasi dicanangkan oleh pemerintah, Heru pun sudah beberapa kali menggunakan metode ini di kelasnya. “Metode ini untuk membentuk perilaku membaca klasik pada siswa. Mereka akan survei dulu bacaan favoritnya, bertanya tentang judul buku yang dipilihnya, membaca, hingga merangkumnya,” jelas Heru.
Heru menyebut, dari membaca, maka siswa akan membuka satu di antara dua keahlian di masa depan. Pertama yakni keahlian menulis. Siswa yang sudah terbiasa membaca buku, bisa jadi akan menuangkannya kembali dalam bentuk tulisan. Kedua, yakni keahlian berbicara.
Jika tak menuangkannya dalam tulisan, bisa jadi siswa tersebut justru bisa menuangkannya dengan berbicara. “Untuk itu setiap saya tugaskan membaca, siswa saya beri dua pilihan, bisa merangkum apa yang sudah dia baca, bisa juga langsung secara lisan. Mirip seperti metode setoran hafalan yang ada di pesantren,” kata bapak tiga anak ini.
Cara ini juga terbukti efektif. Siswa, kata Heru menjadi lebih paham apa yang dia baca, dan bisa menyerap nilai-nilai positif dari buku yang dia baca untuk diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa metode pengajaran lainnya pun, ternyata membuahkan penghargaan sebagai guru paling menginspirasi saat disurvei oleh Sampoerna Foundation pada 2015 lalu. “Saya juga tidak tahu bagaimana penilaiannya. Namun saya bersyukur dan saya jadikan sebagai motivasi untuk lebih baik lagi,” ujar Heru.
Selain itu, Heru juga sukses mengantarkan siswanya dalam lomba debat tingkat provinsi hingga nasional. Pada lomba debat di Maluku pada 2015 silam, tim Smansa mewakili Kaltim dalam ajang tersebut. Namun sayang, Kaltim harus takluk dengan Bali usai dikalahkan pada debat kedua. Padahal dalam debat pertama, Kaltim yang juga bertemu dengan Bali berhasil menang. Meski begitu, Heru cukup bangga. Sebab, kualitas anak didiknya tak lagi bisa dipandang sebelah mata. “Ini membuktikan anak Smansa levelnya tak hanya kota dan provinsi, tapi sudah sampai nasional,” jelasnya.
Di penghujung pengabdiannya sebagai guru, Heru juga berkesempatan ikut dalam Olimpiade Guru Nasional mewakili Bontang di provinsi. Meski hanya sampai di peringkat keempat, Heru pun senang bisa mewakili daerahnya untuk bersaing di level provinsi. “Saya bersyukur menjelang selesai pengabdian justru diberi kesempatan untuk berbuat lebih banyak. Semoga saya bisa ikut mengantarkan anak kandung dan anak didik saya untuk berguna bagi nusa, bangsa, dan agamanya,” pungkas Heru. (bersambung)
Tentang Heru
Nama: Heru Sudrajat
TTL: Bantul, 3 Januari 1962
Alamat: Jalan DI Panjaitan RT 02 No. 87
Istri: Suprapti
Anak:
- Yusuf Ahmad Sudrajat
- Sigit Hari Prasetyo
- Azzahra Janah
Riwayat Pendidikan:
- SDN Jebusan Bantul
- SMP Muhammadiyah Bantul
- SMA Muhammadiyah Bantul
- D3 Pendidikan Bahasa Indonesia Universitas Taman Siswa Yogyakarta
- S1 Universitas Terbuka Jakarta
Pekerjaan: Guru Bahasa Indonesia SMAN 1 Bontang
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post