bontangpost.id – Harga komoditas batu bara kian melambung seiring dengan ketegangan yang makin kuat antara Rusia dan Ukraina. Emas hitam kini diperdagangkan pada level USD 233,85 per metrik ton pada Maret 2022. Namun, permintaan ekspor batu bara dari Kaltim diprediksikan tidak berpengaruh.
Ketua Asosiasi Pengusaha Batu Bara Samarinda (APBS) Eko Priyatno mengatakan, Kaltim itu tujuan utama ekspor batu baranya kebanyakan ke Tiongkok dan India. Sehingga, konflik Rusia dan Ukraina dalam waktu dekat tidak akan mendongkrak permintaan emas hitam dari Benua Etam.
“Demand batu bara kita ini ‘kan Tiongkok dan India, hanya sebatas Asia saja. Jadi, tidak akan mendongkrak permintaan ekspor kita. Sebab, kontraknya kebanyakan dari dua negara itu,” terangnya, Selasa (1/3).
Menurutnya, konflik antara Rusia dan Ukraina menyebabkan ketidakpastian pada pasokan gas. Pasalnya, negara itu menjadi salah satu produsen gas terbesar di dunia, termasuk pemasok terbesar gas ke Eropa.
Konflik tersebut memicu negara konsumen mengalihkan batu bara sebagai sumber energi. Tingginya permintaan yang tidak ditopang dengan pasokan memadai menyebabkan harga emas hitam terus menguat. Kekhawatiran terhadap invasi Rusia ke Ukraina itu menyebabkan harga-harga komoditas bisa meningkat.
“Tapi, jangan berharap sektor ini (batu bara) bisa terdongkrak permintaannya, mungkin dalam jangka panjang bisa. Namun, dalam jangka pendek permintaannya akan biasa saja,” ungkap Eko.
Begitu juga dengan peningkatan harga batu bara tidak bisa diharapkan. Sebab dalam dunia pertambangan batu bara, fluktuasi harga merupakan hal wajar. Harga batu bara sempat sangat tinggi. Lalu, nanti ada waktunya kembali menurun. Sebab, sektor itu memang selalu sulit mempertahankan kinerja positifnya.
Menurut Eko, sejak 2011 harga tinggi masih sebatas fluktuasi. Sebab, masih ada beberapa periode yang membuat harga batu bara kembali menurun, lalu kembali meningkat. Harga diprediksi masih akan berfluktuasi.
Penyerapan batu bara di pasar lokal jelas tidak terlalu banyak. Sementara di luar negeri permintaan juga tidak terlalu drastis bertambah. Meski begitu, pertambangan batu bara selalu memiliki indikasi yang membuat harga ada kemungkinan menurun.
Namun dia mengakui, peningkatan harga emas hitam memang membawa perbaikan ekonomi Kaltim. Namun, semua orang sudah tahu sektor itu tidak bisa diharapkan bagi provinsi ini. Sebab, permintaan batu bara juga cenderung masih berfluktuasi. Pada 2021, tingginya harga bersamaan dengan permintaan yang juga terjadi peningkatan, bersumber dari peningkatan permintaan batu bara dari Tiongkok dan India.
“Tahun ini tentunya masih ada indikasi permintaan, namun tidak setinggi 2021. Sebab, pertambangan selalu memiliki kendala sehingga sulit untuk kembali seperti dulu,” pungkasnya.
Diwartakan sebelumnya, Asosiasi Pemasok Energi dan Batu Bara Indonesia (Aspebindo) menyebut, banyak peluang yang bisa diambil dari konflik invasi Rusia ke Ukraina. Terutama terkait harga batu bara dunia yang kian tersulut akibat adanya agresi militer di kawasan Eropa Timur tersebut.
Ketua Umum Aspebindo Anggawira mengatakan, harga komoditas batu bara terus menguat tahun ini. Menurutnya, kondisi itu diharapkan bisa dijadikan momentum terutama bagi seluruh pemasok batu bara untuk penguatan harga dan meningkatkan produktivitas.
“Tentu saja jika kondisi ini bisa dimanfaatkan oleh seluruh pengusaha atau pemasok batu bara, bukan saja swasta yang mendapat durian runtuh. Namun, negara juga secara otomatis ke depan PNBP (pendapatan negara bukan pajak) akan meningkat,” kata Anggawira, Senin (28/2).
Keuntungan lainnya, aktivitas ekspor batu bara para perusahaan tambang RI diperkirakan tidak akan terganggu lantaran 98 persen ekspor batu bara menyasar Asia Pasifik. “Dengan adanya situasi ini, pasti akan ada kekosongan yang tidak bisa dipenuhi untuk permintaan batu bara secara global. Dan hal ini harus dieksplorasi oleh Indonesia untuk meningkatkan ekspor batu bara,” tuturnya.
Ia menyebut, Rusia saat ini menguasai sebanyak 18 persen pasar ekspor batu bara global. Volume ekspor batu bara Rusia pada 2020 mencapai 198 juta ton senilai USD 12,4 miliar. Tentunya, krisis tersebut memicu negara konsumen mengalihkan batu bara sebagai sumber energi. Tingginya permintaan yang tidak ditopang dengan pasokan memadai menyebabkan harga emas hitam terus menguat.
“Kondisi ini langka, jangan sampai kita tidak bisa memanfaatkan. Ekspor batu bara saat ini sangat berpotensi, namun jangan lupa keperluan batu bara dalam negeri kita harus tetap terpenuhi,” ucapnya.
Seperti yang diketahui, tahun ini Indonesia menargetkan bisa memproduksi batu bara mencapai 663 juta ton. Produksi tersebut di antaranya untuk memenuhi keperluan dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) sebesar 165,7 juta ton dan sisanya 497,2 juta ton untuk mengisi pasar ekspor. (rom/k15)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post