“Yang harusnya muncul di atas permukaan itu adu argumen. Bukan adu sentimen. Kalau begitu bentuk debatnya, ya sudah kita main twitter saja,”Carolus Tuah
SAMARINDA – Debat publik pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Kaltim harus mampu melahirkan konsep solusi masalah masyarakat. Hal ini diungkapkan Koordinator Kelompok Kerja 30 (Pokja 30) Kaltim, Carolus Tuah. Sesuai rencana, debat Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim 2018 akan diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim, Rabu (25/4) besok.
Tuah menekankan, berdasarkan pengalaman sebelumnya, paslon yang memperebutkan kursi kepala daerah dan wakil kepala daerah kerap kali tampil di debat publik dengan cara saling menjatuhkan satu sama lain. Hasilnya, tidak ada konsep dan tawaran baru untuk pembangunan daerah.
Maka dari itu, dalam debat publik nanti paslon harus ditekankan komitmen pelaksanaan konsep yang disusun dalam visi, misi, dan program. Karena konsep yang bagus tanpa disertai dengan keinginan kuat melaksanakan, tidak akan memberikan solusi bagi masalah yang menggunung di Kaltim.
“Apa yang disampaikan calon itu berakhir setelah debat. Padahal debat itu menerangkan secara gamblang konsep yang mau dilakukan para kandidat. Tapi praktiknya, debat itu berakhir dengan kata-kata saja. Padahal konsep tidak akan berubah menjadi tindakan,” ucap Tuah, Senin (23/4) kemarin.
“Mau di bidang ekonomi, sosial, politik, kebudayaan, lingkungan, semuanya sama saja. Apakah materi debat itu benar-benar akan dilaksanakan? Itu yang mestinya jadi pekerjaan rumah setelah debat publik,” sambungnya.
Menurut dia, dalam debat publik paslon harus mampu menampilkan argumentasi sesuai kenyataan yang dihadapi masyarakat Kaltim. Dengan begitu, calon yang terpilih dapat menerjemahkan problem masyarakat melalui visi, misi, dan program yang diemban.
“Yang ingin didengarkan masyarakat dalam debat publik itu bukan adu nyinyir. Karena debat belakangan ini berubah menjadi nyinyir saja. Yang harusnya muncul di atas permukaan itu adu argumen. Bukan adu sentimen. Kalau begitu bentuk debatnya, ya sudah kita main twitter saja,” sebut Tuah seraya berkelakar.
Kata Tuah, perdebatan yang muaranya mencela dan menjatuhkan hanya akan melahirkan debat publik yang tidak bermutu. Padahal sesuai tujuan awal, debat publik harus melahirkan konsep pembangunan daerah.
Apalagi setiap paslon yang bertarung dalam Pilgub Kaltim 2018 rata-rata pejabat negara yang telah memiliki pengalaman mengelola pemerintahan. Bahkan di antaranya ada yang pernah menjadi kepala daerah, wali kota, hingga anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Sejauh ini, Tuah belum melihat komitmen dari setiap paslon. Terlebih dari pengalaman, terbukti sederet calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tersebut gagap dalam menjalankan amanah negara.
“Para kandidat ini ada yang mantan kepala daerah, kepala daerah nonaktif, bahkan mantan pejabat provinsi. Tetapi di wilayah praktik, saya tidak melihat kesungguhan melaksanakan konsep pembangunan daerah,” tegasnya.
Misalnya banjir yang menjadi salah satu masalah yang masih menghantui Samarinda. Sudah berulang kali pergantian wali kota, belum ada satu pun yang mampu menawarkan solusi konkret. Karenanya, dia berharap, penyusun pertanyaan mampu menggali konsep baru bagi pembangunan daerah. Terlebih komitmen pelaksanaan visi, misi, dan program yang dijanjikan.
“Jika dilihat visi dan misi paslon, menurut saya dari aspek materi tidak ada kebaruan. Tidak ada sesuatu yang radikal. Yang harus meradikalisasi materi itu adalah para paslon,” sebutnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post