SAMARINDA – Ketua DPRD Kota Samarinda Alphad Syarif dan beberapa anggota dewan lainnya yang telah memilih maju lewat partai politik lain dari yang mengusung mereka sebelumnya, diminta segera menanggalkan jabatan mereka sebagai wakil rakyat. Terlebih lagi saat ini Alphad dan kawan-kawannya telah resmi ditetapkan masuk daftar calon tetap (DCT) Pemilihan Legislatif (Pileg) 2019.
Salah satu forum yang menuntut Alphad dkk agar tak kekeh duduk di kursi DPRD Samarinda yakni Forum Pemuda Peduli Pembangunan Kalimantan Timur (FPPPK). Senin (24/9) kemarin, FPPPK bahkan menggelar aksi di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Samarinda sebagai bentuk protes atas keengganan Alphad dkk legawa melepaskan jabatannya.
Selain Alphad, beberapa anggota dewan yang dimaksud FPPPK yang diminta mundur antara lain Adhigustiawarman, Saiful, Mashari Rais, dan Ahmad Reza Pahlevi. Dalam kesempatan itu, FPPPK juga menuntut agar sederet nama itu dihapuskan dari DCT.
Pertimbangannya, sejak menyatakan kembali maju di pileg lewat partai lain, proses pergantian antar waktu (PAW) kelima nama tersebut diketahui belum kunjung dilakukan. Kelima anggota DPRD Samarinda itu berdalih enggan mundur karena sedang dalam proses penyelesaian gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Samarinda. Namun Majelis Hakim menetapkan putusan sela yang berdampak pada terhambatnya penerbitan surat PAW oleh DPRD Samarinda.
Ketua FPPPK Kaltim, Sudirman menilai, dengan adanya putusan sela itu, seolah-olah masyarakat dipertontonkan kelakuan anggota dewan yang tidak ingin di PAW sedangkan sudah pindah partai. Perbuatan itu sudah jelas merupakan pelanggaran aturan.
“Mereka seolah-olah merekayasa hukum untuk memperlambat proses PAW,” kata dia, Senin (24/9) kemarin.
Dia merasa lucu dengan adanya tuntutan itu. Pasalnya, para penggugat menuntut agar kelima anggota dewan tersebut tidak boleh di PAW karena belum melunasi janji-janji pada pemilu sebelumnya. Terlebih kelima anggota dewan itu seolah-olah menerima dengan tenang menerima gugatan dimaksud.
“Ini kan rancu. Artinya mereka senang-senang saja menerima gugatan itu. Selain itu, yang lucu hakim juga serta merta langsung mengiyakan gugatannya. Padahal, nyata-nyata ada aturan,” kata Sudirman.
“Apa boleh putusan pengadilan mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang telah berlaku. Tolonglah anggota dewan jangan mempertontonkan hal-hal yang buruk kepada masyarakat,” ketusnya.
Sudirman mengaku, pihaknya telah bersurat kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pelanggaran kode etik yang telah dilakukan oleh KPU maupun Bawaslu Samarinda yang menetapkan kelima nama tersebut masuk dalam DCT pileg.
“Yang menjadi persoalan adalah mereka (Bawaslu, Red.) tidak dapat mengatasi masalah ini dengan baik. Padahal fungsinya sebagai pengawas pemilu. Karena sampai hari ini ke lima anggota dewan itu masih ditetapkan sebagai DCT. Yang menjadi salah satu syarat penetapan DCT adalah mereka semua harus melepas semua jabatan sebelumnya,” kata dia.
Terpisah, Divisi Hukum KPU Samarinda, Mukhasan Ajib mengatakan, selama yang tergugat bisa memenuhi berkas persyaratan yang diminta KPU, terutama sebagaimana yang tercantum dalam PKPU nomor 20 tahun 2018, maka yang bersangkutan dapat ditetapkan masuk DCT.
“Kalau kami enggak menetapkan mereka masuk dalam DCT, maka kami yang akan dilaporkan atau digugat ke DKPP. Karena kami dianggap menyalahi aturan dalam PKPU,” sebutnya. (*/dev)