Oleh: Nurul Inayah, SEI (Tenaga Kontrak Kemenag Kota Bontang)
Penggunaan media sosial yang semakin massif dari waktu ke waktu membuat berbagai macam pemberitaan dengan sangat cepat tersebar luas dalam hitungan detik keseluruh dunia. Di satu sisi, hal ini tentu menguntungkan. Karena dapat dengan mudah mengakses berita dan informasi yang dibutuhkan. Di sisi lain, kebenaran dari sebuah berita dan informasi yang diperolehpun relatif sulit dipisahkan antara berita asli atau hoax.
Hal ini pun mendapat respon dari berbagai pihak. Mulai dari elemen masyarakat hingga kalangan birokrat. Bahkan, pemerintah melalui Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto berencana membentuk Badan Siber Nasional (Basinas) untuk memberantas kejahatan dunia maya. Namun, kebijakan tersebut dianggap tidak tepat untuk memberantas isu liar di dunia maya. Menurut pengamat multimedia Heru Sutadi, pemerintah harus memisahkan peran Basinas dengan pemberantasan isu hoax. Sebaiknya Basinas cukup fokus terhadap revolusi digital untuk perlindungan ekonomi digital, terutama transaksi keuangan.
“Saya pikir harus dipisahkan antara isu hoax dan peran BCN (Badan Cyber Nasional). Terlalu kecil jika masalah hoax menjadi tugas BCN. BCN harus mendapat tugas menyukseskan revolusi ekonomi digital, seperti perlindungan terhadap e-commerce, e-government, serta inklusi keuangan digital,” kata Heru saat berbicang dengan detikcom, Kamis (5/1/2017) malam.
“Janganlah BCN disuruh mematai-matai apa yang menjadi percakapan di dunia maya atau bahkan memasuki informasi pengguna internet,” lanjutnya.
Pemerintah memang berkewajiban membuat regulasi yang jelas tentang penyebaran informasi di masyarakat. Misal, tidak boleh menyebar berita bohong, palsu, fitnah dan (dalam syariah Islam) pemikiran/ide yang bertentangan dengan akidah Islam. Pada saat yang sama, pemerintah pun harus meningkatkan kemampuan publik untuk bermedia/literasi media yakni memahami untuk kepentingan apa saja media digunakan. Fungsi media untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas dan peduli harus difahami oleh semua lapisan masyarakat, terlebih praktisi media (jurnalis, pemilik media). Jika terdapat pelanggaran dari ketentuan aturan yang ada, maka sanksi akan diberlakukan untuk semua pelanggar baik pengguna media sosial maupun praktisi media professional.
Gerakan pemberantasan hoax saat ini seharusnya dibarengi dengan peran besar pemerintah menjelaskan mana yang benar dan mana yang salah. Serta harus dilengkapi dengan kemampuan teknis dalam menyeleksi informasi atau berita yang layak disebarluaskan dan tidak.
Namun faktanya, masyarakat kapitalis justru tidak memiliki standar benar dan salah. Pemikiran yang merusak justru disebarluaskan secara sistemik melalui beragam mekanisme (kebijakan, pendidikan, sejarah, media resmi pemerintah). Akibatnya banyak ambiguitas dalam menilai mana informasi yang layak sebar atau tidak.
Untuk menilai suatu berita itu asli atau hoax tentu perlu kejelian dan ilmu. Karena berita yang beredar sekarang rawan dengan kepentingan dan motif tertentu, baik politik maupun ekonomi. Sehingga butuh standar yang jelas dalam menyortir kebenaran suatu pemberitaan.
Sebagai seorang Muslim, tentu yang dijadikan standar adalah akidah Islam. Dimana standar benar dan salah, halal dan haram jelas, dan tak akan berubah. Sehingga akidah Islam menjadi standar kokoh dalam memilah kebenaran suatu informasi. Dalam pandangan Islam, media massa (wasa’il al-I’lam) bagi Negara dan kepentingan dakwah Islam mempunyai fungsi strategis, yaitu melayani ideologi Islam (khidmat al-mabda’ al-islami) baik di dalam maupun di luar negeri. Di luar negeri, ia berfungsi untuk menyebarkan Islam, baik dalam suasana perang maupun damai, untuk menunjukkan keagungan ideologi Islam sekaligus membongkar kebobrokan ideologi kufur ataupun faham-faham yang tidak sesuai dengan Islam.
Media massa akan menjadi alat konstruktif untuk memelihara identitas keislaman masyarakat, tanpa melarang unsur hiburan (entertainment) yang sehat dan syar’i. Dari sini, peran Negara sangat besar dalam mengawal media untuk melindungi masyarakat dari kerusakan informasi. Maka semakin jelas realita saat ini, untuk bisa membuktikan sebuah pemberitaan adalah berita asli atau hoax, maka tidak bisa dipungkiri akidah Islam dan analisa politik yang sesuai sudut pandang Islam wajib diaplikasikan. Wallahu a’lam.
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post