“Kami DPRD mendukung Pemkot Bontang. Pipanisasi ini harus ditolak itu harga mati,”
Suwardi– Sekretaris Komisi II DPRD
“Dari dulu ketika belum menjadi wakil wali kota saya sudah menolak proyek pipanisasi, karena itu dinilai sangat tidak fleksibel. Saya menolak keras,”
Basri Rase- Wakil Wali Kota Bontang
BONTANG – Rencana pipanisasi gas yang dilakukan PT Bakrie and Brothers terus mendapat perlawanan dari berbagai pihak. Setelah sebelumnya mendapat penolakan dari Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak dan Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni, kini tentangan juga datang dari DPRD Bontang dan Wakil Wali Kota Bontang Basri Rase.
Sekretaris Komisi II DPRD Bontang Suwardi menyatakan dukungannya atas gagasan pemkot yang menolak proyek Pipanisasi Gas Trans Kalimantan.
“Kami DPRD mendukung Pemkot Bontang. Pipanisasi ini harus ditolak itu harga mati,” kata Suwardi kepada Bontang Post, Jumat (14/9).
Politisi Partai Gerindra ini mengatakan, saat ini Bontang masih bergantung pada industri gas. Dampak terbesar jika proyek pipanisasi dilakukan, secara otomatis akan terjadi pengurangan karyawan. Alhasil perekonomian di Bontang diprediksi akan lesu. “Ini akan sangat bahaya, perputaran ekonomi pasti akan berpengaruh jika itu tetap direalisasikan,” ujarnya.
Dalam waktu dekat, Komisi II DPRD akan menjadwalkan pertemuan dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta SKK Migas. Tujuannya untuk menyampaikan aspirasi ini kepada pemerintah pusat.
“Di perubahan nanti akan kami usulkan untuk menyampaikan hal ini di Kementerian ESDM dan SKK Migas,” ucapnya.
Sementara itu Wakil Wali Kota Bontang Basri Rase akan kembali menurunkan massa seperti beberapa tahun lalu untuk unjuk rasa di Jakarta, jika rencana pipanisasi terus dilanjutkan. “Dari dulu ketika belum menjadi wakil wali kota saya sudah menolak proyek pipanisasi, karena itu dinilai sangat tidak fleksibel. Saya menolak keras,” jelas Basri saat ditemui belum lama ini.
Menurutnya, proyek pipanisasi hanya untuk kepentingan beberapa pihak saja. Tetapi, mereka tidak melihat kepentingan daerah yang terdampak oleh jalur pipanisasi itu. Dikatakan Basri, ketika dulu dirinya melakukan unjuk rasa, proyek itu dihentikan pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono (SBY). “Ketika sekarang muncul lagi, kami tetap berpendirian bahwa pipanisasi gas itu tidak layak untuk dibangun, dan tidak layak untuk dilanjutkan,” ujarnya.
Terkait rencana aksi unjuk rasa, kata Basri, dirinya akan melihat terlebih dahulu hasil koordinasi Gubernur Kaltim dan para kepala daerah yang terdampak. “Karena semua menyatakan menolak. Tetapi kalau pusat belum mengakomodir apa yang diminta oleh Gubernur Kaltim, barulah saya dan kita semua lakukan penggalangan seluruh masyarakat Kaltim sampai demo di Jakarta,” tegasnya.
Sementara itu, proyek pipa gas milik PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dikabarkan bergeser. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyetujui usulan BNBR untuk mengubah desain proyek pipa gas Kalimantan-Jawa (Kalija 2) yang semula membentang dari Kalimantan ke Jawa, menjadi pipa gas Trans Kalimantan.
Dalam desain baru, proyek pipa gas Trans Kalimantan ini akan membentang dari Bontang hingga Takisung (Kalimantan Selatan) yang berjarak 522 kilometer (km). Pipa gas ini bakal melalui tujuh kabupaten di Kalimantan, yaitu Kabupaten Balangan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Tapin, Kabupaten Banjar, Kabupaten Banjarbaru dan Kabupaten Tanah Laut.
BPH Migas menyetujui perubahan desain proyek Kalija 2 menjadi Trans Kalimantan karena faktor keekonomian. Parameter keekonomian proyek Kalija yang dicanangkan pada 2007 sudah berubah dengan kondisi saat ini.
Jika pipa gas Kalija 2 yang seharusnya membentang dari Kalimantan hingga Jawa tetap dibangun sesuai rencana awal, maka pipa gas ini akan dibangun berukuran 20 inci dengan kapasitas 1.000 mmscfd. Dengan kapasitas itu, sulit mencari pengguna pipa gas. “Jika pipa besar, siapa shipper-nya? PGN, Pertagas, PLN. Jika ketiga shipper masih ragu, kami mengatur secara detail (fine tuning), lihat pasarnya berapa, kemudian pasokan gas yang riil berapa, baru kita desain pipa. Saat ini arahnya desain ulang pipa memakai angka riil,” ungkap Jugi Prajogio, Anggota BPH Migas, Kamis (13/9).
Selain calon pengguna pipa Kalija 2, masalah pasokan gas menjadi hambatan proyek itu. Selama ini, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur selalu menolak gas dari Bontang dikirim ke Pulau Jawa.
Dengan proyek Trans Kalimantan, pasokan gas dari Kalimantan Timur diharapkan bisa dimanfaatkan di bumi Kalimantan. “Sekarang kami hitung ulang berapa potensi di Kaltim-Kalsel karena infrastruktur ini tidak bisa dikesampingkan. Kalau ada pengguna, ada suplai, kenapa tidak?” tukas Jugi.(ak/mga/rw)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post