Bulan Ramadan, selalu identik dengan yang namanya penjual takjil. Para penjual takjil ini akan terlihat memenuhi pinggiran jalan. Bagaimana tidak, bagi mereka yang berpuasa, dari siang hari terlebih menjelang petang adalah momen yang paling tepat untuk berburu makanan berbuka.
DEVI NILA SARI, Samarinda
SEJAK hari pertama Ramadan, banyak para pedagang takjil dadakan yang mencoba mencari rezeki dengan memanfaatkan bulan yang penuh berkah ini. Seperti Eri (26), ibu satu anak ini sehari-harinya memang merupakan penjual kue. Namun, selama bulan puasa, omzet yang ia dapatkan dari berjualan kue bisa berkali-kali lipat.
“Selama bulan puasa, keuntungan yang saya dapatkan bisa sampai dua kali lipat dibanding hari-hari biasa. Jika dihitung-hitung, dalam sehari saya bisa menjual 5 ribu hingga 7 ribu kue. Keuntungan yang saya dapatkan Rp 2 juta, itu sudah bersih,” ungkap Eri saat ditemui di lapaknya di Jalan Pramuka, Jumat (25/5) kemarin.
Angka yang fantastis jika dilihat hanya dari berjualan kue. Eri bercerita, jika kue yang ada di lapaknya rata-rata titipan orang semua. Dia hanya menjualkan. Dalam sehari ia bisa mengumpulkan uang Rp 9 juta hingga Rp 10 juta, namun itu merupakan jumlah kotornya, karena merupakan uang dari para penitip kue. Dan kue yang ia jual selalu habis semua.
“Habis terus mbak, enggak pernah sisa. Saya kan jualan di Pramuka, kawasan mahasiswa, jadi pelanggannya banyak dari mahasiwa sini. Tapi enggak tahu kalau udah liburan nanti, pasti agak sepi. Paling saya kurangi jualan biar enggak merugi,” tuturnya.
Memang, lapak Eri terlihat paling ramai di antara lapak lainnya di jalan tersebut. Hal tersebut wajar, karena dia menjajakan berbagai macam kue. Dari kue basah hingga kue kering dan berbagai macam es serta masakan lainnya. Sebut saja ada lumpia, bakwan, tahu isi, sanggar, sus, bingka, talam ubi, ampar tatak, bihun, es kelapa, es agar-agar, cendol, dan masih banyak lagi jajanan menggugah selera lainnya.
Berbeda dengan Eri yang jualannya selalu laris, Maya (16) salah satu penjual takjil di Jalan Slamet Riyadi mengungkapkan hal yang sebaliknya. Bahwa keramaian para pemburu takjil hanya terjadi di awal-awal Ramadan saja.
“Awal-awal Ramadan saja ramainya. Biasanya omzet bisa mencapai Rp 500 ribu hingga Rp 600 ribu per hari. Namun, sekarang hanya Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu per hari,” ungkap dia.
Berbeda dengan Eri yang hanya menjadi tempat titipan bagi penjual kue lainnya, remaja yang masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA) itu menuturkan bahwa ia dan ibunya lah yang membuat kue-kue itu sendiri. Sebut saja di antara itu ada tahu isi, lumpia, bihun, dan mie.
Hal ini wajar terjadi, euforia pemburu takjil hanya terjadi pada awal Ramadan saja. Menjelang pertengahan puasa apalagi H-7 lebaran, masyarakat pasti akan memenuhi pusat-pusat perbelanjaan. Berburu pakaian untuk Idulfitri kelak.
Di lain pihak, Inah (37) sebagai salah satu penjual takjil di Jalan Baru mengaku jika penjualan kue nya selama ini masih stabil.
“Terkadang habis, terkadang sisa. Tapi lebih banyak habisnya sih daripada sisanya,” ungkap Ibu dua anak ini sambil tertawa.
Inah mengaku bahwa dialah yang membuat semua kue-kue itu sendiri, seperti amparan tatak, talam ubi, lapis, agar-agar dan kue-kue basah lainnya. Jika dagangannya sedang sepi, ia tidak berkecil hati, karena ia merasa wajar jika terkadang jualan ramai maupun sepi. “Rezeki semua ada yang mengatur mbak, yang penting kita sudah usaha,” pungkasnya. (****)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post