BONTANG – Borok di tubuh Perusda Aneka Usaha dan Jasa (AUJ) terbongkar dalam persidangan dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Samarinda. Mantan direktur utama perusda, Dandi Priyo Anggono duduk sebagai pesakitan.
Delapan orang disebut turut memberikan jalan bagi Dandi untuk menilap duit perusahaan. Jumlahnya mencapai Rp 8 miliar. Berbagai modus diterapkan. Perusahaan yang harusnya menyumbang pendapatan daerah, malah jadi lahan bancakan.
Dalam persidangan yang digelar Selasa (19/5/2020), Jaksa Penuntut Umum menghadirkan sejumlah ahli. Yakni, auditor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ahli hukum pidana, dan ahli hukum perusahaan.
Andi Yaprizal, salah satu jaksa, kepada Kaltim Post (induk bontangpost.id) mengatakan bahwa dari keterangan ahli, delapan orang itu telah memenuhi unsur tindak pidana korupsi. Nama-nama mereka baru akan diungkapkan setelah adanya putusan dari majelis hakim.
“Kedelapannya memegang jabatan penting. Yakni mantan pimpinan anak perusahaan, mantan direksi Perusda AUJ, serta satu pihak yang memfasilitasi beberapa pengerjaan fiktif,” kata Andi.
Keterlibatan mantan pimpinan anak perusahaan Perusda beragam. Mulai dari pemberian pinjaman yang tidak sesuai mekanisme, hingga penggunaan keuangan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ada pula yang tidak menyusun laporan pertanggungjawaban, dan penyalahgunaan pinjaman.
Selain itu, terdapat mantan pimpinan anak perusahaan yang memberikan persetujuan terhadap pinjaman pribadi dengan jaminan deposito Perusda AUJ. Meskipun pencairan kredit kala itu tidak sesuai ketentuan yang berlaku.
“Karena tidak ada tandatangan dari pejabat berwenang dalam Perusda AUJ,” ucapnya.
Modus lainnya, dengan membuat laporan fiktif pengembalian tiga mobil. Mobil Toyota Innova, BMW, dan Honda Civic, yang dilaporkan, hingga kini tak jelas keberadaannya. Sementara terdakwa Dandi membantah pernah menerima kendaraan itu.
Semrawutnya tata kelola perusahaan turut menjadi ladang empuk untuk menikmati uang perusda. Di salah satu anak perusda terjadi rangkap jabatan. Tak tanggung-tanggung, tiga jabatan sekaligus. Direktur, manajer, hingga kepala divisi, dijabat orang yang sama. Hal ini tidak dibenarkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Ini timbul konflik kepentinngan dan penyalahgunaan jabatan,” sebut dia.
Menurut Ahli Hukum Pidana dari Universitas Brawijaya, Prija Djatmika, kedelapan orang ini merupakan pelaku penyerta. Tindak pidana yang didakwakan kepada Dandi, sebutnya, bisa terjadi karena dilakukan secara bersama-sama. Bukan oleh satu orang.
“Syaratnya orang yang ikut serta itu tahu bahwa pelaku utama melakukan tindak pidana dan mereka ikut serta,” kata Prija.
Menurutnya, keterlibatan mereka menjadikan tindak pidana ini bersifat sempurna. Landasannya ialah UU 20/2001 yang memperbaharui UU 31/1999 juncto Pasal 55 KUHP. Hukuman bagi penyerta selaras dengan pelaku utama. Pada Pasal 2 ancaman hukuman minimal pidana kurungan selama empat tahun. Sedangkan Pasal 3 minimal kurungan satu tahun.
“Maksimalnya 20 tahun,” bebernya.
Keikutsertaan delapan penyerta ini dalam proses tipikor oleh pelaku utama menyebabkan kerugian negara.
Sementara auditor BPKP menyatakan Perusda AUJ dan anak perusahaannya telah dilakukan audit investigasi oleh BPKP. Tepatnya pada 2016 silam. Kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 8 miliar. Disebutkan Prija, tindak pidana korupsi itu semakin jelas bila ada pihak yang diuntungkan atau diuntungkan.
“Jika BPKP telah menentukan berarti teruji kerugian negaranya ada. Tindak pidana mereka sempurna dan hakim bisa menjatuhkan pidananya,” pungkas dia. (*/ak/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post