SAMARINDA – Kinerja Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Banperda) DPRD Kaltim sedang disorot publik. Pasalnya pada 2018, belum ada satupun peraturan daerah (perda) yang disahkan. Beberapa anggota dewan yang duduk di lembaga tersebut, dimintai keterangan untuk menjelaskan penyebab nihilnya produk hukum yang dihasilkan legislatif.
Wakil Ketua Banperda DPRD Kaltim, Yosep menyebut, dirinya belum dapat memberikan jawab terkait masalah tersebut. Dia meminta media ini meminta keterangan pada pimpinan badan itu.
“Silakan ke Pak Jahidin (Ketua Banperda, Red.) ya. Saya belum bisa jawab sekarang. Beliau yang lebih tahu. Sama beliau saja konfirmasinya. Biar lebih bagus,” imbuhnya, Senin (26/11) kemarin.
Media ini meminta keterangan Jahidin. Namun beberapa kali dihubungi, politisi PKB itu tidak menjawabnya. Pun demikian ketika didatangi di Gedung Karang Paci, yang bersangkutan tidak ada di kantornya.
Sebelumnya, Jahidin sempat membantah pihaknya belum mengesahkan perda. Pasalnya, tahun ini sudah ada empat perda yang dibakukan.
Namun ketika disebut data Bagian Persidangan Sekretariat Dewan menunjukkan belum ada perda yang disahkan, Jahidin berdalih, bahwa dirinya tidak memegang datanya. “Kalau memang belum ada, saya tidak harus jawab dong. Yang lebih tahu datanya itu kan di Bagian Persidangan,” sebutnya.
Jahidin sendiri pesimistis akan mencapai target yang dicanangkan di awal 2018. Sebab, tinggal sebulan lagi akan terjadi pergantian tahun. Kemudian akan ada pengusulan program legislasi baru. Sehingga program yang tidak tercapai dapat diajukan kembali di tahun berikutnya.
“Tetapi sudah ada yang diuji publik. Kemudian dalam waktu dekat ini ada raperda yang akan dikonsultasikan ke Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri, Red.). Kalau tidak salah ada dua raperda yang masih dikonsultasikan terakhir di Kemendagri,” ungkapnya.
Jahidin menyebut, penyebab lambannya pengesahan perda tersebut karena banyak raperda yang diajukan tidak disertai naskah akademik dan syaratnya lainnya.
“Saya kira itu kendalanya. Kalau pansus itu semuanya pansus bekerja. Itu yang menjadi masalah. Ada beberapa raperda yang dimasukkan dalam prolegda, sedianya akan dibahas, tetapi persyaratan tidak terpenuhi. Sehingga kami kembalikan lagi,” jelasnya.
Pengamat hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Sarosa Hamongpranoto mengatakan, produktivitas dalam menyusun dan mengesahkan perda menjadi salah standar kesuksesan DPRD Kaltim.
“Kalau belum ada perda yang disahkan, artinya DPRD ini tidak produktif. Barangkali penyebabnya ada beberapa hal. Waktu membuat prolegda tidak tepat dalam pembentukan rencana raperdanya itu,” katanya.
Sarosa menyebut, penyebab lain anjloknya jumlah perda yang disahkan dewan yakni pembuatan naskah akademik (nasmik) yang tidak memenuhi standar. Nasmik acap disusun dengan mengesampingkan penelitian-penelitian ilmiah.
“Bisa juga di dalam pembuat nasmik itu, dewan melibatkan orang-orang yang tidak potensial. Jadi seolah-olah hanya formalitas. Akhirnya pada saat penyusunan raperda, tidak bisa dijadikan dasar untuk ditindaklanjuti (menjadi perda),” ucapnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post