Mediasi yang dilakukan oleh kedua pihak yakni Kelompok Tani Gunung Kempeng Adat Bersatu Bontang dengan PT Pupuk Kaltim belum menemui titik terang alias deadlock.
Oleh karena itu Kamis (19/10) ini, mereka berencana menemui Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN)Kaltim.
Mediasi yang difasilitasi PT Pupuk Kaltim dengan dihadiri Kapolres Bontang AKBP Dedi, Perwakilan Dandim 0908/BTG dan Kejari Bontang, pihak perusahaan, kuasa hukum Sultan Kutai XX dan beberapa perwakilan dari Kelompok Tani Gunung Kempeng Adat Bersatu Bontang.
Kapolres Bontang, AKBP Dedi Agustono mengatakan, permasalahan yang ada saat ini perlu didiskusikan dengan kepala dingin setelah selama 17 tahun permasalahan ini berlangsung. “Posisi kami semua disini (ruang rapat,Red) untuk mencari solusi,” buka dia.
Kapolres pun menyerahkan kepada Kasi Intel Polres Bontang, AKP Ibnu sebagai moderator. Dikatakan Ibnu, mediasi dilakukan untuk menghindarkan miskomunikasi dan membangun kembali komunikasi yang terputus. “Harapannya, ini bukan hanya pertemuan pertama dan semoga ada keberkahan agar selangkah lebih maju dalam penyelesaian permasalahan yang ada,” ujar dia.
Kuasa Hukum Sultan Kutai XX dan kelompok Tani Gunung Kempeng Adat Bersatu Bontang Farid Fathoni pun mulai membeberkan kembali tuntutan Kelompok Tani Gunung Kempeng Adat Bersatu Bontang yang meminta pengembalian lahan milik Kesultanan Kutai Kartanegara yang merupakan tanah adat mereka. Dirinya membacakan ulang surat rekomendasi dari kementrian kepada BPN RI agar melakukan pengukuran ulang. Menanggapi hal itu, pihak Kepala BPN Bontang, Hardiyono mengatakan pihaknya hanya memfasilitasi sesuai kapasitasnya. Dirinya hanya sebagai jembatan kedua belah pihak.
Disebutkan bahwa lahan tersebut milik PKT sudah tercatat di BPN pusat. Terkait instruksi dari Kementerian Agraria, Hardi mengaku menerimanya dan pihaknya langsung koordinasi dengan Kanwil BPN Kaltim. “Nah untuk mengukur ulang ada mekanismenya. Namun demikian, HGB 10, HGB 65 dan HGB 673 secara formal tercatat milik PKT dan berakhir di tahun 2033,” paparnya.
“Itu kondisi apa adanya yang saya informasikan,” sambungnya.
Sementara itu, yakni Superintendent Hubungan Eksternal PKT, Ramli mengatakan pihaknya akan menyampaikan hal ini ke bidang hukum. “Kami kembalikan dan lihat bagaimana produk hukumnya,” ujarnya singkat.
Sementara itu, ditambahkan Sekretaris Perusahaan PKT, Buchori mengatakanbahwa kasus ini diawali tahun 2003 lalu hingga ditangani DPR RI dan BPN RI. Terkait rekomendasi kementerian seperti yang disebutkan Farid itu penuh dinamika. Pasalnya, dokumen awalnya pengklaiman sengketa ini tidak terkait HGB 10, HGB 65 dan HGB 673. Karena hanya dilatari oleh Tanah Adat milik Kesultanan Kutai Kartanegara. “Apapu keputusannya yang penting ada payung hukumnya, dan PKT ini taat dan patuh hukum,” ujar dia.
Karena Kuasa Hukum Kelompok Tani Gunung Kempeng Adat Bersatu Bontang menyatakan HGB 10 tidak diperpanjang kementerian, Buchori pun menyatakan bahwa BPN sudah menginformasikan bahwa HGb 10 berakhir di tahun 2033. “Silakan dicek ke kementerian surat nomor 32 tahun 2016,” ungkapnya. (mga)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: