bontangpost.id – Penggunaan aset lahan Pemkot untuk Plaza Taman Ramayana berubah konsep. Berdasarkan hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Soni Suwito mengatakan pada perjanjian dengan pihak Ramayana sebelumnya tidak ada kontribusi tetap terhadap penggunaan aset itu. Dengan konsep build, operation, dan tranfer (BOT).
“Waktu itu pemasukan kosong,” kata Soni.
Kini konsepnya menjadi BOT murni. Tetapi sekarang pihak Ramayana harus memberikan kontribusi ke kas daerah. Akibatnya pengelolaan parkir ini juga menjadi salah satu yang terkena dampak. Sebab sektor itu dikelola oleh manajemen departemen store. Bisa menggandeng perusahaan lain termasuk melibatkan BUMD. Artinya diberikan wewenang itu kepada pihak departemen store. Tergantung hubungan bisnis to bisnis.
“Ini konsep penggunaan aset dengan Ramayana yang diubah. Otomatis berakibat ke sektor parkir. Temuan BPK bukan dari parkirnya,” ucapnya.
Dengan perubahan konsep ini tiap tahun pihak departemen store wajib membayarkan ke kas daerah. Ia pun belum bisa membocorkan nominalnya. Konon, besarannya mencapai ratusan juta rupiah. Terkait dengan pembangunan gedung di aset itu bisa dilakukan oleh pihak kedua.
“Pada masa akhir kontrak gedung menjadi milik pemkot. Seluruh pengelolaan di aset itu menjadi wewenang Ramayana sampai kontrak habis,” tutur dia.
Konon durasi kontrak akan berakhir pada 2033 mendatang. Sebelumnya diberitakan, pendapatan Perumda Aneka Usaha dan Jasa (AUJ) dari sektor parkir di triwulan ketiga ini dipastikan susut. Setelah keluar addendum kerja sama antara Pemkot Bontang dengan PT Inti Griya selaku pihak Ramayana Departemen Store.
Direktur Perumda AUJ Abdu Rahman mengatakan addendum itu berlaku sejak September lalu. Sebelumnya Perumda AUJ merupakan pihak kedua kini berubah status menjadi pihak ketiga. Sebab ditunjuk perusahaan yang berasal dari Jakarta untuk mengelola pos tersebut.
“Kami diberitahu setelah ada addendum itu. Sehingga tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Abdu.
Semula dari total pendapatan parkir di lokasi itu 20 persen masuk ke pajak daerah. Sementara 80 persen ke rekening Perumda AUJ. Termasuk untuk biaya operasional. Meskipun perusahaan itu tetap menggandeng Perumda AUJ, tetapi skema perhitungannya berubah.
“Kalau sekarang 30 persen dari neto profit setelah dikeluarkan biaya operasional masuk kas Perumda AUJ,” ucapnya.
Addendum kerja sama ini berlaku selama lima tahun ke depan. Namun demikian untuk petugas masih memakai karyawan Perumda AUJ berjumlah tiga orang. Sebab statusnya sudah karyawan tetap. Perubahan ini tidak berdampak terhadap pendapatan pajak parkir ke kas daerah. Dengan simulasi 20 persen dari pendapatan parkir.
Legislator pun mempertanyakan apa pertimbangan yang dibuat pemkot. Sebab selama ini pemkot selalu meminta Perumda AUJ untuk menyumbang dividen. Tetapi salah satu sektor usahanya justru dipindahtangankan ke perusahaan luar Bontang.
“Ini sama saja memperkaya perusahaan dari luar Bontang. Padahal erat kaitannya jika dikelola Perumda AUJ itu berpihak ke kas daerah,” ucap pria yang akrab disapa AH.
Tak hanya itu, DPRD juga meminta direksi Perumda AUJ untuk membuat surat nota keberatan. Tujuannya agar kebijakan ini ditinjau ulang. Ia mendorong direksi untuk mengambil sikap. Jangan mau berdiam diri seolah-olah menerima pengambilalihan ini secara sepihak. Karena perumda AUJ tidak dilibatkan dalam addendum kerja sama ini.
“Jangan mau dikibulin. Padahal Perumda AUJ itu harapan warga Bontang untuk bersumbangsih kepada kas daerah. Kalau seperti ini justru yang banyak mendapat perusahaan luar itu,” pungkasnya. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post