Jalan rusak dan berdebu hanya sebagian kecil dari dampak pertambangan tak berizin yang dirasakan masyarakat. Minimnya pengawasan pemerintah “memaksa” masyarakat berdamai dengan keadaan yang menyusahkan.
bontangpost.id – Angkutan truk bermuatan batu bara yang menggunakan jalan umum di Kecamatan Loa Kulu, Kutai Kartanegara (Kukar) membuat jalan rusak. Salah satu yang mudah terlihat berada di Desa Margahayu. Dari pantauan Kaltim Post (induk bontangpost.id), pembangunan jalan usai longsor di wilayah Jonggon dengan anggaran belasan miliar terlihat amblas.
Padahal baru dua tahun lalu, Dinas Pekerjaan Umum Kukar mengucurkan anggaran perbaikan Rp 14 miliar. Mengutip laman LPSE Kukar, proyek tersebut berlabel tender lanjutan penanganan longsor Jonggon A dan Jonggon B, Kecamatan Loa Kulu. Proyek tersebut dikerjakan PT Restorasi Indonesia Jaya yang beralamat di Samarinda. Kepada Kaltim Post, Kepala Desa Margahayu, Rusdi menerangkan, jalan umum yang paling terdampak dari aktivitas hauling batu bara ada dua titik.
Pertama, di depan SPN Polda Kaltim. Kemudian, jalan di dekat Masjid Desa Margahayu yang baru dibangun tiga tahun lalu. “Sebelum ada hauling sebenarnya sudah retak. Ditambah hauling, jadi tambah parah,” ungkapnya. Dia menyebut, setelah pembangunan dinding penahan tanah di Jonggon selesai, DPRD Kutai Kartanegara sempat melakukan peninjauan. Namun, Rusdi mengaku tak tahu hasil rekomendasi yang dikeluarkan oleh anggota dewan.
“Kalau saya lihat waktu itu fondasi untuk tanah uruknya belum padat. Karena fondasinya cuma diinjak-injak truk saja, jadi di-kroscek dewan karena ada retak,” imbuhnya. Kondisi retak diklaim makin parah karena truk bermuatan batu bara selalu lewat dari siang hingga malam. Ditambah, pembiaran truk batu bara melewati jalan umum dengan kesepakatan pemberlakukan tarif sekali lewat.
“Tambang di Desa Margahayu itu sudah bergeser, sekarang di wilayah Bukit Lontar (di atas desa). Tapi tetap mereka lewatnya di perkampungan dan jalan umum,” sambungnya. Terpisah, Ketua RT 8, Desa Margahayu, Muhidin menyebut, jalan umum Jonggon memang paling mudah dilalui penambang. Selain lebar, kondisi jalan lebih mulus karena telah dilakukan penyemenan. Kendati ada jalur yang lebih dekat bila ingin mengantar batu bara ke wilayah Loa Kulu.
“Bisa lewat Sentuk, Jembayan Dalam, kemudian lewat Merangan (nama wilayah di Kecamatan Loa Kulu) dan langsung tembus ke Loa Kulu kota,” paparnya. Namun, jalan di daerah Sentuk disebutnya terdapat beberapa titik yang belum mendapat perbaikan atau penyemenan. Lagipula, kondisi jalannya sempit. Sehingga kesulitan bila antar-truk saling papasan di daerah tersebut.
Sementara di Jonggon, sambung dia, rata-rata jalan lebih lebar, sehingga truk hauling lebih leluasa lalu-lalang. “Dan yang nyata orang sana (Sentuk dan Jembayan Dalam) ndak mau jalannya dilewati truk hauling,” sebutnya. Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Kutai Kartanegara AKP Made Suryadinata menyampaikan, dirinya belum mengetahui terkait bangunan jalan senilai Rp 14,3 miliar yang dibiayai APBD rusak akibat hauling batu bara.
Dia memastikan bakal melakukan pengecekan. “Kami cek dulu,” kata perwira polisi berpangkat balok tiga di pundaknya itu. Dia menegaskan, aktivitas tambang di Jonggon terus jadi perhatian aparat penegak hukum. Terlihat dari penindakan yang dilakukan belum lama ini. Delapan penambang ditangkap dan ditetapkan tersangka. “Kami upaya terus, dan baru saja melakukan penangkapan terhadap penambang (ilegal). Tapi belum kami ekspos (rilis ke media), yang jelas kami tidak tinggal diam,” tegasnya. (riz/k16)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post