Pengawasan konkret pemerintah dan aparat di lapangan dibutuhkan agar distribusi solar bersubsidi sesuai kuota dan aturan. Jika tidak, kasus kelangkaan solar terjadi terus-menerus.
bontangpost.id -Pemerintah daerah dibuat tak berdaya dari antrean solar di sejumlah SPBU di Kaltim. Upaya yang bisa dilakukan hanya berkoordinasi dengan Pertamina. Serta mendukung kebijakan pembatasan. Hal itu disampaikan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Christiannus Benny. “Kewenangan ESDM Kaltim di bidang migas sudah sejak 2016 ditarik pusat,” kata Benny.
Dia melanjutkan, dari komunikasinya dengan PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan, mereka mengatakan, sesuai dengan Perpres Nomor 191 Tahun 2004, pemerintah memberikan kewenangan bagi Pertamina untuk menyediakan dan menyalurkan Jenis BBM Tertentu (JBT) seperti solar bersubsidi sesuai ketentuan yang berlaku. Kemudian, Pertamina menyalurkannya sesuai kuota yang telah ditetapkan regulator, yaitu BPH Migas.
Selanjutnya, Pertamina menyalurkan solar bersubsidi setiap hari sesuai kuota yang ditentukan. Benny mengatakan, Pertamina membutuhkan dukungan pemerintah setempat agar distribusi solar bersubsidi sesuai kuota dan aturan. “Ini jawaban dari perwakilan Pertamina ke saya,” kata Benny.
Dia menambahkan, mengingat keterbatasan kuota solar subsidi yang dapat diberikan kepada daerah, Pemprov Kaltim sudah berupaya meminta tambahan kuota kepada BPH Migas.
Dengan belum adanya realisasi penambahan kuota yang diminta, pihaknya pun mendukung penerapan pembatasan atau penjatahan penjualan kepada masing-masing konsumen yang berhak. Melalui sistem kartu yang diterapkan Pertamina. Sehingga, lebih banyak konsumen yang mendapatkan bagian. Apabila kebutuhan masing-masing konsumen melebihi jatah yang diberikan. “Maka kekurangannya agar dengan membeli BBM nonsubsidi,” jelasnya. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kaltim Syafruddin menyebut, pengawasan di SPBU mesti diperketat. Hal ini untuk menghindari kasus kelangkaan solar yang terjadi terus-menerus.
Apalagi kondisinya saat ini industri batu bara dan sawit gencar-gencarnya berproduksi. Termasuk pelaku tambang ilegal yang sedang bergairah karena harga batu bara naik. “Bahwa kelangkaan solar saat ini bukan dikarenakan pasokan yang minim, tetapi banyaknya praktik industri yang seharusnya mengonsumsi solar industri justru mencari solar subsidi,” kata politikus PKB ini. Akibatnya, solar subsidi yang awalnya dialokasikan untuk masyarakat, justru dikonsumsi perusahaan-perusahaan besar. Kondisi ini membutuhkan perbaikan segera.
Menurutnya, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki. Yang paling utama, sambung dia, pemerintah membuat aturan memperketat para pengusaha SPBU. Ketika mereka meminta perizinan untuk membuat SPBU harus dilihat latar belakangnya, apakah mereka mempunyai bisnis selain SPBU, seperti tambang batu bara ataupun perkebunan kelapa sawit. Karena kondisi itu bisa saja membuka peluang terjadi praktik solar yang seharusnya diperuntukkan dijual bagi masyarakat umum, namun karena dia butuh solar subsidi tersebut dan dirasa lebih murah, maka sebagian dialihkan ke bisnisnya dan tak dijual ke masyarakat.
Tetapi, hal lain juga perlu diperhatikan. Pengetatan juga harus dilakukan di SPBU. SPBU tak boleh melayani pengisian kendaraan-kendaraan tambang ataupun sawit yang mengantre dan membeli solar subsidi. Karena bagi lelaki asal Nusa Tenggara Barat ini, kasihan sekali jika kendaraan-kendaraan untuk pertanian, sembako, dan sebagainya tak kebagian solar subsidi karena keburu habis diambil pengusaha-pengusaha tambang ataupun sawit. Memang, keinginan pelaku industri batu bara atau sawit untuk mengonsumsi solar subsidi, secara logika bisa terjadi. Karena perbedaan harga antara solar subsidi dengan solar nonsubsidi yang diperuntukkan untuk industri itu, cukup besar. Sehingga mereka tentu saja mencari yang lebih murah. Walaupun, sebenarnya kegiatan itu dilarang.
Pekan lalu (7/4), saat melakukan inspeksi mendadak di beberapa SPBU di Samarinda, Menteri ESDM Arifin Tasrif berjanji akan menertibkan truk nakal, sehingga kelangkaan solar subsidi dan antrean truk di SPBU di Kaltim tak terjadi lagi. “Soal antrean karena truk tambang, nanti akan ditertibkan. Kalau pertambangan enggak boleh BBM subsidi. Enggak boleh subsidi, harus pakai pertadex,” tegasnya. Arifin mengatakan, memang banyak sebab mengapa terjadi antrean di SPBU. Salah satunya, BBM bersubsidi bocor ke tempat yang tak berhak. Dia menyatakan, penanganan kebocoran pemakaian solar subsidi akan dilakukan satgas dan aparat penegak hukum. (nyc/riz/k16)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post