bontangpost.id – Kasus dugaan penyaluran kredit fiktif di tubuh PT BPR Bontang Sejahtera menemui babak baru. Persidangan pertama digelar di Pengadilan Negeri Bontang, Selasa (25/11). Agendanya ialah pemeriksaan saksi. Kali ini saksi yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum (JPU) berjumlah tujuh orang. Mulai dari karyawan bank pelat merah tersebut hingga nasabah yang namanya dicatut.
Pada persidangan saksi berinisial S mengatakan kejadian dugaan penyaluran itu berlangsung dari 2016-2018. Kala itu saksi duduk sebagai teller. Ia menjelaskan pencairan pinjaman tersebut tidak sesuai dengan ketentuan sesungguhnya. “Cair dulu baru berkasnya diajukan,” kata saksi tersebut.
Ia mengaku berkas yang diduga ditangani oleh terdakwa Yudi Lesmana sebanyak sembilan debitur. Sementara yang diurusi oleh terdakwa Yunita Fedhi berjumlah tujuh berkas. Masing-masing pengajuannya berkisar Rp 50 juta. “Kalau terdakwa Yudi plafon yang dicairkan mencapai Rp 500 juta sedangkan Yunita Rp 360 juta,” ucapnya.
Saksi juga menjelaskan sempat menerima perintah dari mantan direksi itu untuk melakukan pencairan dari debitur yang diajukan. Perkara nanti pihak yang bertanggungjawab menjadi ranah direksi saat itu. Bahkan, ia juga menyebut bahwa direksi membayar bunga pinjaman dipotong dari gaji. Sementara iuran pokoknya tetap belum terlunasi.
Tak hanya itu, sejumlah jaminan yang dipakai juga milik saksi. Mulai dari surat tanah hingga surat kepemilikan kendaraan bermotor. “Lunasnya setelah ada temuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” tutur dia.
Sementara saksi N yang merupakan salah satu nama dari anggota keluarganya yang dicatut datanya, mengaku memang sebelumnya melakukan peminjaman di PT BPR Bontang Sejahtera. Jumlahnya sekira Rp 10 juta. Ia pun tidak menyebutkan waktu persisnya. Tetapi sebelum ada temuan dari OJK sudah dilunasi.
Tetapi tiba-tiba namanya tidak bisa mengajukan kredit di bank lain. Karena masih tertunggak di PT BPR Bontang Sejahtera. Plafon pinjaman yang tertera Rp 50 juta. Saksi ini kesehariannya sebagai pedagang.
“Saya tahu dari OJK. Ketika mengajukan di bank lain saya kena blacklist,” terangnya.
Saksi juga mengaku tidak menandatangani perjanjian kredit dengan BPR pada 2018 silam. Ia meminta agar nama baiknya dipulihkan dengan kondisi ini. Sementara terdakwa Yudi Lesmana membenarkan soal penyaluran pinjaman ke salah satu anggota keluarga saksi N. Ia mengaku mendapatkan data dari bagian operasional, manajer marketing, dan marketing. Direksi pun juga mengunjungi rumah bersangkutan kala itu.
“Benar saya saat itu minta bantuan untuk penyaluran kredit ini,” sebutnya.
Sebelumnya diberitakan, penyidikan sebelumnya dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pusat. Kemudian berkas ditangani oleh Kejaksaan Agung. Setelah itu Kejari Bontang menerima limpahan penanganan perkara pada 14 Oktober.
Modus yang dilakukan terdakwa ialah penggunaan data lama debitur. Padahal debitur tersebut tidak mengajukan peminjaman dana di PT BPR Bontang Sejahtera. Kurun 2016-2018.
Modus yang dilakukan keduanya tercatat kerugiannya mencapai Rp 500 juta. Dengan total 10 debitur. Di tambah Yunita yang diduga melakukan sendiri dengan kerugian Rp 365 juta sebanyak 8 debitur. Dua berkas akhirnya diajukan oleh jaksa penuntut umum ke Pengadilan Negeri Bontang.
Terdakwa disangka melanggar pasal 49 ayat 1 huruf A UU 10/1998 yang diubah dari UU 7/1992. Dengan ancaman penjara 5-15 tahun. Di tambah denda sepuluh hingga 200 miliar rupiah. Keduanya telah dilakukan penahanan di Lapas Bontang sejak 14 Oktober silam. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post