SAMARINDA – Di pemilu 2014 muncul rumor bahwa oknum penyelenggara pemilu dapat mengubah hasil pemilihan. Hal itu terjadi saat rekapitulasi suara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dibawa ke Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim, Rudiansyah menyebut, rumor tersebut bukan tanpa alasan. Bahkan di beberapa daerah pernah terjadi penghitungan ulang suara. Alasannya terdapat perubahan jumlah suara ketika dihitung di tingkat PPK.
Atas dasar itu, KPU Kaltim akan tetap menerapkan Sistem Informasi Pemilihan Umum (SIPU) dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kaltim 2018. Tujuannya untuk meminimalisir peluang kecurangan dan pengalihan suara. Dalam sistem tersebut, akan terjadi keterbukaan informasi rekapan suara di setiap TPS.
“Sistem ini untuk memperkuat keterbukaan publik terhadap hasil pemilu. Selain itu, SIPU juga dapat menekan kecurangan penghitungan suara,” ucap Rudiansyah pada Metro Samarinda belum lama ini.
Ketika KPU hanya menerapkan sistem penghitungan manual, pemilih hanya mengetahui hasil penghitungan suara di TPS masing-masing. Namun dengan SIPU, sehari setelah pemilihan diselenggarakan, publik dengan mudah mengakses hasil pemilu di seluruh TPS.
“Nanti pasangan calon, penyelenggara pemilu, tim sukses, masyarakat, hingga pengawas pemilu, bisa melihat semua hasil pemilu di seluruh TPS, tanpa harus datang langsung ke TPS. Caranya, tinggal akses SIPU itu. Maka akan muncul seluruh hasil penghitungan suara,” terangnya.
Namun, penghitungan suara tidak lantas dibebankan sepenuhnya pada SIPU. Rekapan manual dari tingkat TPS tetap dipertahankan. Tujuannya demi memperkuat validitas hasil pemilu.
“Setelah penghitungan suara di TPS, panitia berkewajiban mengirimkan salinan berita acara pada KPU kabupaten/kota. Di KPU itulah berita acara penghitungan suara di-scan dan dimasukkan dalam SIPU,” katanya.
Rudiansyah menegaskan, KPU hanya boleh merekapitulasi berita acara hasil pemilu di SIPU tanpa mengubah salinan. Walaupun dalam penghitungan terjadi kesalahan. Karena yang berhak memperbaikinya hanya pihak-pihak yang diberikan tugas untuk menyelenggarakan pemilu beserta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan pemantau pemilu yang ditugaskan tim pasangan calon.
“Jika ada kesalahan, perbaikan harus menghadirkan semua pihak, khususnya pengawas pemilu, penyelenggara, dan tim pasangan calon. Jadi petugas yang menghimpun hasil pemilihan di SIPU, tidak berhak mengubahnya,” ucap dia.
Alasannya, bila perubahan dapat dilakukan petugas yang merekapitulasi berita acara dalam SIPU, maka dikhawatirkan perubahan tersebut tidak sesuai dengan hasil penghitungan.
Proses penyelenggara menghimpun C1 dalam SIPU, akan terjadi perbedaan waktu antara wilayah perkotaan dan kabupaten. Di wilayah perkotaan seperti Samarinda, Bontang, dan Balikpapan, rekapitulasi hasil pemilu lewat SIPU dapat diselesaikan di hari yang sama pasca penghitungan. Pasalnya, di wilayah perkotaan hasil rekapan di tingkat TPS dapat langsung dikirim ke KPU.
Sedangkan daerah seperti Kabupaten Mahulu, Kutai Kartanegara, Kutai Timur, Penajam Paser Utara (PPU), Kutai Barat, Paser, dan Berau terkendala luas wilayah. Sehingga scan berita acara hasil penghitungan suara baru dapat direkapitulasi di SIPU sehari setelah pemilihan.
“Saya pastikan pada tanggal 27 sampai 28 Juni, berita acara pemilihan di 7.300 TPS sudah terhimpun di SIPU,” ucapnya.
Kata dia, permasalahan yang menjadi tantangan dalam sistem ini yakni penyelenggara dari tingkat Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan PPK harus mampu mengamankan rekapan suara manual. Sehingga ketika berita acara disampaikan pada KPU kabupaten/kota sesuai hasil penghitungan.
“Karena itu, masalah muncul bukan pada scan berita acara hasil pemilu pada SIPU. Tetapi penyelenggara pemilu harus dapat memastikan berita acara masuk ke KPU kabupaten/kota dengan akurat,” sebutnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: