SANGATTA – Memperingati hari buruh nasional atau yang biasa disebut ‘May Day’, ribuan buruh yang tergabung atas 19 Persaudaraan Pekerja Anggota (PPA) dari masing-masing perwakilan perusahaan, yang tergabung dalam Persaudaraan Pekerja Muslim (PPMI) Kutai Timur (Kutim), melakukan hearing bersama Wakil Bupati, Ketua DPRD, Sekda, Asisten 1, Kapolres, Dandim dan Kadisnaker Kutim, di gedung DRPD, Selasa (1/5).
Ketua DPW PPMI Kutim, Abdul Jasmin mengatakan dirinya melakukan kegiatan seperti ini untuk memperjuangkan hak buruh. Mengangkat isu kasus pekerja dengan upah yang tidak sesuai.
“Masih banyak perusahaan yang senang sekali menindas namun tidak memberikan upah sesuai kinerja. Saya merasa prihatin dengan kondisi seperti itu. Terutama teman-teman yang berstatus outsourching,” terangnya saat menyampaikan tuntutan.
Permen No 19 tahun 2012 yang mengatur perihal outsourching tidak sesuai dengan aturan. Pasalnya banyak sekali warga asli Kutim yang tidak menjadi karyawan tetap. Mayoritas masyarakat asli daerah hanya menjadi buruh.
“Bagaimana nasib kami nanti, jika perusahaan sudah tidak beroperasi. Malah warga luar daerah yang menjadi karyawan. Kami hanya menjadi buruh yang setelah tidak terpakai akan dibuang begitu saja,” katanya.
Di tempat yang sama, Ketua DPC PPMI, Nanang Guprani menjelaskan banyak hal lain yang ingin diperjuangkannya. Seperti ketidak adilan yang dilakukan perusahaan pada persatuan buruh.
“Kami bingung terhadap perusahaan. Jika melakukan kesalahan, mereka selalu bersembunyi. Tetapi jika kami para buruh melakukan aksi, pihak perusahaan selalu mengambil tindakan yang tidak sesuai. Terkadang ketua buruh dimutasi ke luar daerah bahkan membuat pekerja menjadi tidak nyaman,” jelasnya.
Ketua aksi, Hartola membandingkan upah minimum di Kutim dan di Jawa sangat berbeda jauh. Selain itu, ia meminta agar hukum yang berlaku dapat berimbang. “Saya merasa tidak sesuai sekali, ketika kami buruh tambang yang notabenenya bekerja 12 jam hanya mendapat upah di bawah standar. Dengan jumlah gaji pokok Rp. 2,7 juta. Sedangkan buruh di pabrik tisu di daerah jawa, memiliki gaji sebanyak empat juta rupiah,” terangnya.
Selain itu, Ketua DPRD Kutim, Mahyunadi mengaharapkan adanya aturan yang dibuat agar tidak bertentangan. Hal tersebut bertujuan supaya aturan yang dibuat dapat diterima pemerintah dan dapat digunakan. “Buatlah aturan yang jelas, nanti kami kaji. Agar tidak ada lagi buruh yang kesulitan. Saya minta Perda tersebut ditargetkan sudah diusulkan pada pemerintah di tahun 2018 ini,” jelas Mahyunadi.
Menanggapi hal tersebut, wakil bupati Kasmidi Bulang menjelaskan jika ada aspirasi dapat langsung menyampaikan padanya. “Jika memang ada aturan yang pemerintah turunkan pada perusahaan, namun mereka enggan menaati peraturan tersebut, silahkan laporkan pada kami. Tidak hanya itu. Kami dari pemerintah akan membuatkan usulan perihal kesejahteraan buruh. Saya sudah sampaikan pada buruh untuk membuat referensi draft. Yang akan digunakan oleh buruh sendiri,” kata Kasmidi sapaan akrabnya. (*/la)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post