SAMARINDA – Warga Kota Tepian patutnya mulai mewaspadai penyebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD). Sebab, selama sebulan terakhir telah ditemukan empat orang di Kecamatan Palaran yang dinyatakan positif mengidap penyakit DBD. Kondisi tersebut bahkan membuat pemerintah menetapkan Samarinda masuk kawasan DBD.
Kepala Bidang (Kabid) Pengendalian Penyakit (P2) Dinas Kesehatan Kota (DKK) Samarinda, Osa Rafshodia mengatakan, saat ini penyakit tersebut memang sedang tren karena memasuki musim pancaroba.
“Kami imbau masyarakat selalu waspada dan melakukan pencegahan dengan PHBS (perilaku hidup bersih dan sehat, Red.) dan menggunakan losion atau penyemprot nyamuk. Itu lebih efektif. Sesuai dengan aturan Kementerian Kesehatan (Kepmenkes) nomor 82 tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular,” kata dia, Rabu (17/10).
Meski telah ditetapkan sebagai kawasan waspada, Osa menyebut, untuk saat ini pihaknya belum dapat melakukan tindakan fogging lantaran tindakan tersebut dinilai lebih banyak membawa efek negatif tanpa ada jaminan nyamuk penyebab DBD dapat dimusnahkan.
“Fogging memiliki banyak efek samping. Bisa menyebabkan ISPA (Infeksi penyakit pernapasan atas, Red.) dan beberapa penyakit lainnya. Jika di kawasan tersebut ada bayi juga berbahaya, soalnya pernah ada kejadian walau bukan di Samarinda. Juga ada indikasi nyamuk dewasa yang lepas dari fogging bisa menjadi lebih kuat dan menyebarkan virus DBD. Itulah yang menjadi pertimbangan kami menghindari pilihan itu,” beber dia.
Selain itu, pihaknya memang tidak dapat sembarangan melakukan fogging. Ada beberapa aturan yang dipenuhi sebelum permintaan fogging disetujui. Selain karena harus mengikuti arah angin dan tergantung cuaca, namun juga harus sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP).
“Jadi pertimbangannya memang banyak. Kalau tidak memenuhi persyaratan tersebut tidak bisa kami kabulkan. Contoh, sebelumnya ada instansi yang minta fogging, namun karena belum ada kasus jadi tidak bisa kami kabulkan. Syaratnya harus ada tiga kasus orang demam tanpa alasan yang jelas dan pernah kontak dengan penderita DBD,” ujarnya.
Diakui Osa, untuk kasus DBD memang sulit terdeteksi, sebab gejalanya mirip demam biasa. Ketentuan sesorang positif menderita DBD baru bisa dikeluarkan ketika dia telah berobat ke rumah sakit. Sedangkan Puskesmas, mereka hanya bisa memberikan deteksi dini untuk kemudian dipastikan ke instansi yang lebih mumpuni.
“Bukan karena apa, karena cuma rumah sakit yang mampu mendeteksi. Kemungkinan itu juga yang menyebabkan seorang anak di Palaran kemarin meninggal. Karena terlambat deteksi dini,” ujarnya. (*/dev)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post