Menyambut tahun baru, seluruh umat Kristiani di Bontang melaksanakan ibadah buka tahun yang digelar kemarin (1/1). Salah satunya, Gereja Toraja Jemaat Imanuel Bontang (GT-JIB) menjadikan momen tersebut sebagai perenungan diri.
ADIEL KUNDHARA, Bontang
Ketika lonceng berbunyi tiga kali pertanda seluruh jemaat gereja yang terletak di Jalan Zamrut, RT 41, Nomor 14 ini, untuk mempersiapkan diri memasuki prosesi ibadah. Pendeta dan majelis gereja memasuki gedung diiringi alunan piano yang syahdu. Hal ini tampak berbeda, mengingat kemarin bukanlah Minggu melainkan seluruh orang merayakan hari pertama di tahun 2018.
Kendati malam sebelumnya, tiap keluarga melaksanakan ibadah sebelum pukul 24.00 Wita. Namun, raut muka segar terlihat riang ketika beberapa pujian dikumandangkan.
Adapun pesan tahun baru disampaikan oleh pendeta Christina Lebang dalam khotbahnya. Ia mengambil tiga nats Alkitab yakni kitab Pengkhotbah 3:1-15, Wahyu 21:1-6a, dan Matius 25:31-46.
Menurut pendeta Christina Lebang perlunya jemaat untuk memahami pemaknaan terhadap tahun baru. Pasalnya, pasang-surut kehidupan telah dialami oleh setiap individu selama 365 hari di tahun sebelumnya. Tepat saat malam tahun baru, ia menanyakan kepada jemaatnya apakah perayaan yang diselenggarakan oleh masing-masing berdampak pada pengorbanan diri.
“Pukul 24.00 Wita tadi (kemarin, Red.) kita tutup dengan kegembiraan sekarang apa maknanya. Itu cukup atau harus membawa kita berkorban secara sakit,” kata pendeta Christina dalam khotbahnya.
Ia menilai jangan sampai segala perayaan yang dibuat hanya untuk kepuasan diri. Contohnya dengan pembelian petasan dan memasak dengan skala besar.
Akan tetapi, pendeta Christina mengungkapkan pengorbanan untuk Tuhan sangat sulit dilakukan. Wujudnya ialah dengan mengubah paradigma yang semula hanya fokus pada diri sendiri, kini menjadi membahagiakan orang lain.
“Itulah yang dinamakan proses perubahan, sulit memang tetapi harus berubah,” ungkapnya.
Dalam Pengkhotbah pasal 3 ayat 1 hingga 15, Tuhan memperlihatkan sesuatu ada waktunya dengan membandingkan dua hal yang sangat bertentangan. Terdapat kondisi menyenangkan maupun menyengsarakan. Oleh karena itu, pendeta Christina meminta kepada jemaat mempuat grafik kehidupan masing-masing, apakah lebih tinggi skala mendekatkan atau menjauhkan diri kepada Tuhan.
“Evalausi sejauh mana grafik untuk Tuhan. Jika grafiknya tinggi untuk Tuhan, Ia akan menyebut kita domba yang akan ditempatkan sebelah kiri-Nya,” paparnya.
Di akhir khotbahnya, ia menekankan tiga hal yakni jangan larut di waktu yang membuat kecewa dan menangis terus-menerus, sebagai manusia tentu tidak bisa menyelami pekerjaan Tuhan, serta Allah menjadikan segala sesuatu menjadi indah pada waktunya.
Ibadah ini juga diisi dengan persembahan pujian dari Persekutuan Kaum Bapak Gereja Toraja (PKBGT) Jemaat Imanuel Bontang dan persekutuan lansia. (***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: