JAKARTA – Pemerintah mengklarifikasi ketentuan pajak yang akan dikenakan kepada pelaku e-commerce. Pedagang tidak diwajibkan menyerahkan nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan nomor induk kependudukan (NIK).
Hal itu dilakukan untuk mempermudah pedagang yang ingin berjualan di platform e-commerce. ”Kami ingin sampaikan, tidak ada keharusan menyampaikan NPWP maupun NIK. Nanti diatur perdirjen-nya (peraturan dirjen, Red),” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani saat konferensi pers kemarin (16/1).
Dia menegaskan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik yang dibuat pemerintah hanya mengatur tata cara perpajakan di industri e-commerce. Bukan alat untuk memungut pajak secara online.
Setelah berdiskusi dengan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), pemerintah mendapatkan informasi bahwa banyak pedagang yang berjualan di platform secara online yang berlatar belakang ibu rumah tangga, mahasiswa, dan pelajar sekolah.
Mereka adalah orang-orang yang sangat mungkin mempunyai penghasilan di bawah pendapatan tidak kena pajak (PTKP) Rp 54 juta per tahun. ”Kami tidak akan membebani dengan persyaratan seperti itu (penyerahan NPWP dan NIK, Red),” lanjut Ani, sapaan akrab Sri Mulyani.
Kemudahan tersebut juga dibuat agar pedagang tidak berpindah dari berjualan di platform ke media sosial. Sebab, pemerintah bersama idEA ingin mendorong agar masyarakat lebih banyak berjualan di platform e-commerce. Platform lapak jualan online dinilai lebih aman dari sisi perlindungan konsumen ketimbang bertransaksi dagang via media sosial.
Saat ini pemilik platform juga sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak. Misalnya, Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS), serta Kementerian Komunikasi dan Informatika. Untuk itu, Kementerian Keuangan akan berupaya membuat sistem yang memudahkan pemilik platform dalam menyampaikan laporan transaksi pedagang. Dengan begitu, pelaporan tersebut tidak akan membebani pemilik platform.
Ketua Umum idEA Ignasius Untung menuturkan, pihaknya dan pemerintah telah mempunyai misi yang sama. Yaitu, memajukan industri e-commerce. ”Kami akan taat terhadap segala aturan. Kemenkeu juga sepakat mendukung bussiness model seperti ini yang harus tumbuh dengan level dan playing field yang adil,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Hestu Yoga Saksama menambahkan, pemerintah tidak berencana membuat aturan baru terkait pajak selebgram dan YouTuber.
Semua wajib pajak yang mendapatkan penghasilan dari media sosial tersebut tetap dikenai pajak penghasilan (PPh) 21. ”Rata-rata YouTuber yang saya tahu itu comply kok. Kami masih pakai sistem self assessment, tidak ada aturan khusus,” tandasnya. (rin/c25/fal/jpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post