bontangpost.id – Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Bupati Penajam Paser Utara Abdul Gafur Mas’ud (AGM) menambah daftar kepala daerah di Kaltim yang tertangkap korupsi.
Sebelumnya, KPK telah lebih dulu memproses hukum mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari dan Bupati Kutai Timur Ismunandar beserta istrinya.
Pusat Studi Anti Korupsi Fakultas Hukum Unmul Orin Gusta Andini dalam keterangan pers menjelaskan akar mula deretan kepala daerah yang telah terjerat dalam OTT KPK ini tak lepas dari politik dinasti yang menjadi pintu masuknya korupsi. “Politik dinasti merupakan potret oligarki politik di Kaltim yang telah lama terjadi. Lingkaran kekuasaan yang diisi keluarga dan kerabat merupakan faktor utama penyubur perilaku korup,” katanya.
Catatan Saksi Fakultas Hukum Unmul, OTT Bupati PPU ini adalah yang ke-empat kalinya, setelah sebelumnya Syaukani (Ex Bupati Kutai Kertanegara 2005), Rita Widyasari (Eks Bupati Kutai Kertanegara 2010-2015), dan Ismunandar (Eks Bupati Kutai Timur) juga dijerat dalam OTT KPK.
Menurut Orin, pemerintah daerah dengan perangkatnya digenggam segelintir orang dan golongan, maka praktik korupsi menjadi marak.
“Praktik korupsi terhadap barang dan jasa yang juga diprediksi akan terus menjamur seiring menyambut Kaltim sebagai Ibu Kota Negara (IKN), juga bidang SDA yang rawan korupsi saat proses perizinan,” jelas Orin.
Orin pun meminta pengawasan dan penegakan hukum harus terus dilakukan agar momentum pembangunan IKN tidak menjadi celah yang dimanfaatkan oleh proyek yang diboncengi kepentingan-kepentingan oligarki.
“Saksi Fakultas Hukum Unmul memberikan catatan dalam menyikapi kasus ini, agar enegakan hukum yang dilakukan terhadap kasus korupsi Bupati PPU harus dilakukan dengan transparan. Dan, kami mendesak KPK untuk mengusut tuntas siapapun yang terlibat dalam kasus ini, termasuk kemungkinan perkara lain yang sebelumnya kontroversial,” jelasnya.
Saksi Fakultas Hukum Unmul juga meminta KPK untuk mempertimbangkan penggunaan delik pencucian uang, terutama terkait dengan harta kekayaan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.
“Hal ini diperlukan sebagai bagian dari upaya memiskinkan para koruptor. Dan, kami meminta KPK untuk secara ketat mengawasi daerah-daerah yang kental dengan pendekatan politik dinasti dalam mengelola daerah karena politik dinasti merupakan pintu masuk terjadinya tindak pidana korupsi,” jelas Orin. (myn)
Discussion about this post