Nama: Hairi Cipta
TTL: Muara Muntai, 5 Mei 1991
Orang Tua: Adriani – Noor Aini
Saudara:
- Hairendra
- Heiri Hidayat
- Haidar Hilmi
Hobi: Desain Grafis, Menonton Film, Menulis Blog
Blog: hairicipta.com
Bidang Penelitian: Anatomi kayu, Identifikasi kayu, CT-imaging untuk identifikasi kayu
Pendidikan:
- SD Negeri 1 Tenggarong, Kutai Kartanegara
- SMP Negeri 1 Tenggarong, Kutai Kartanegara
- SMK Negeri 1 Bontang, jurusan Kimia Industri
- S1, Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada (UGM)
- S2, Forest and Biomaterials Science, Graduate School of Agriculture, Kyoto University (saat ini)
Penghargaan dan Prestasi:
- 2017 Penghargaan Presentasi Poster Terbaik, kategori Struktur dan Kultur Jaringan pada Pertemuan Tahunan ke-67 JWRS (Japan Wood Research Society) di Fukuoka, Jepang
- 2015 Awardee BPI LPDP (Beasiswa Pendidikan Indonesia Lembaga Pengelola Dana Keuangan) Kementerian Keuangan (Full-funded)
- 2014 Apresiasi atas Prestasi Kelulusan sebagai Sarjana Kehutanan dengan predikat cum laude
- 2009 Penerima beasiswa Pupuk Kaltim Peduli Pendidikan untuk pendidikan Sarjana. PT. Pupuk Kaltim (Full-funded)
Kisah Inspiratif Warga Bontang: Hairi Cipta (212)
Pentingnya pendidikan sudah tertanam dalam diri Hairi Cipta semenjak kecil. Nasehat orang tua dan tempaan hidup mandiri selama sekolah, membuatnya terbiasa menghadapi berbagai tantangan. Puncaknya, saat Hairi dinyatakan sebagai salah satu penerima penghargaan poster penelitian terbaik di Jepang.
Muhammad Zulfikar Akbar, Bontang
SEBELUM melanjutkan studi strata-2 (S2) di Jepang, Hairi dasarnya adalah perantau dari Muara Muntai, Kutai Kartanegara (Kukar). Dia memutuskan melanjutkan pendidikan SMK di Bontang setelah keluarganya justru memutuskan menetap di Tenggarong, Kukar. Anak kedua dari empat bersaudara ini pun memutuskan untuk indekos di sekitar SMKN 1 Bontang, tempatnya melanjutkan pendidikan. “Selama beberapa bulan saya juga pernah menginap di daerah Bontang Baru,” ujar Hairi.
Menempuh pendidikan setinggi-tingginya seakan sudah menjadi prinsip dalam diri Hairi. Kedua orang tuanya, Adriani dan Noor Aini banyak mengajarkan kepadanya bagaimana pendidikan tak dapat diraih dengan mudah. Hal tersebut karena ayah Hairi, Adriani atau akrab disapa Aat merasakan bagaimana peliknya perjuangan menempuh pendidikan. “Ayah saya merasakan betul manfaat pendidikan. Saat sekolah, dia sembari bekerja membanting tulang untuk membantu keuangan keluarga, karena beliau adalah anak tertua,” jelasnya.
Tiga tahun sekolah di SMKN 1 Bontang, tiba akhirnya Hairi memilih perguruan tinggi sebagai destinasi berikutnya. Dirinya memutuskan mengikuti ujian tulis dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogjakarta. Tes yang dilangsungkan di SMPN 1 Balikpapan ini sempat membuat Hairi resah. Sebab, saat proses menjawab soal, lembar jawaban komputer (LJK) miliknya sempat terlipat akibat menghapus jawaban secara serampangan. “Saat itu rasanya saya sudah tahu hasil yang saya terima pada 20 hari mendatang,” katanya.
Namun, seketika dia teringat dengan perkataan penasehat spiritual yang juga gurunya di SMKN 1 Bontang, Shoifu. “Tawakkal kepada Allah,” ucap Hairi menirukan perkataan gurunya. Hairi pun hanya bisa pasrah, meskipun sudah merasa tidak akan bisa diterima di kampus idamannya.
Kepasrahan Hairi ternyata membuahkan hasil. Saat pengumuman ujian tulis UGM tersebut, dirinya dinyatakan lolos ke Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan UGM. Dirinya pun berkesempatan mendapatkan beasiswa penuh dari Pupuk Kaltim selama kuliah strata-1 (S1) di kampus yang sama dengan Presiden Joko Widodo melanjutkan pendidikan tingginya. “Keberhasilan ini tidak lepas dari kehendak Allah SWT,” ucap syukurnya.
Keadaan serupa kembali dialami Hairi saat mencoba peruntungannya mencari kampus untuk jenjang S2nya. Merasa tak ingin membebani orang tua, dia pun mencari dan mencoba berbagai beasiswa yang bertebaran. Percobaan beasiswa pertamanya yakni tawaran beasiswa MEXT atau Ministry of Education, Culture, Sports, Science, and Technology) Jepang. Beasiswa ini lebih akrab dikenal sebagai beasiswa Monbukagakusho. Universtas yang menjadi hostnya pun yakni Tokyo University of Agicultural and Technology (TUAT). Berbagai persyaratan sudah coba dipenuhi oleh Hairi. “Kali ini saya belum diberi kesempatan pergi ke Tokyo,” kata Hairi.
Pun di percobaan beasiswa yang sama untuk kedua kalinya, dia masih belum beruntung. Dosen TUAT yang dikontaknya mengonfirmasi, jika Indonesia bukan lagi negara prioritas yang mendapatkan beasiswa tersebut. Namun itu bukan jadi alasan Hairi untuk menyerah. Dia pun mencoba peruntungannya mengikuti tawaran beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Republik Indonesia. Setelah mencari info terkait beasiswa tersebut, Hairi memutuskan untuk mengambil tawaran beasiswa magister di dalam negeri. “Karena skor TOEFL saya belum memenuhi persyaratan untuk mendaftar magister luar negeri,” jelasnya.
Berbagai usaha mulai melengkapi berkas persyaratan, berbagai tes dan seleksi pun dilalui oleh Hairi demi menggapai cita-citanya melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Hingga tiba saatnya pengumuman, Hairi terkejut karena dinyatakan lolos menjadi salah satu penerima beasiswa LPDP. “Walaupun sempat terbersit keraguan apakah aplikasi saya benar-benar diterima secara final atau masih harus mengikuti seleksi lain lagi. Akhirnya setelah mencoba melihat info di grup Facebook yang merupakan media sharing beasiswa LPDP, saya menemukan jawaban bahwa pengumuman itu adalah pengumuman final. Betapa bergembiranya saya saat itu,” tutur Hairi.
Tak hanya beasiswa LPDP saja yang berhasil diraih Hairi. Sebelumnya, dia juga mendaftar beasiswa Pendididikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU). Sempat bimbang karena harus memilih salah satu dari dua beasiswa yang diraihnya, Hairi akhirnya memutuskan untuk mengambil beasiswa LPDP dan melepas beasiswa PMDSU. “Itulah keputusan yang pada akhirnya akan membawa saya pada jalan panjang menuju tanah para samurai,” ujar Hairi.
Memperoleh beasiswa LPDP membuat Hairi berkesempatan untuk mengajukan perpindahan tujuan studi, dari yang semula dalam negeri menjadi luar negeri. Namun perpindahan tersebut tak semudah membalikkan telapak tangan. Hairi terlebih dulu harus sudah diterima di universitas tujuan yang baru. “Saya memilih Kyoto University sebagai tujuan. Saya pun dikenalkan dosen saya dengan professor dari Kyoto University yang dapat memberitahu tata cara pendaftaran S2 di universitas itu,” jelasnya. Singkat cerita, Hairi akhirnya berhasil diterima sebagai mahasiswa Jurusan Forest and Biomaterials Science atau Jurusan Ilmu Kehutanan dan Biomaterial Kyoto University.
Kuliah di luar negeri memiliki suka dan duka yang begitu membekas dalam diri Hairi. Salah satunya, soal rasa kangennya dengan kampong halaman. Kuliah di tanah rantau, apalagi berbeda negara membuatnya terpisah jauh dengan keluarganya di Indonesia. Apalagi untuk kembali ke Indonesia, dirinya harus pikir-pikir karena biaya besar yang harus dikeluarkan. Namun, kecanggihan teknologi saat ini sedikit bisa mengobati rasa rindu yang dipendamnya. Terlebih, sarana komunikasi Jepang sudah sedemikian pesat. “Chatting atau video call pakai aplikasi di ponsel lebih murah, apalagi jaringan internet di Jepang sudah pesat,” ungkapnya.
Tak ingin sia-sia menempuh pendidikan di Negeri Sakura, Hairi pun mencoba ikut dalam perlombaan poster penelitian dalam The 67th JWRS (Japan Wood Research Society-Masyarakat Peneliti Kayu Jepang) pada pertemuan tahunan ke-67 di Fukuoka, Jepang, 17-19 Maret lalu. Mengambil judul poster, Identification of wooden keris sheath using synchrotron X-ray Microtomography – Identifikasi Sarung/warangka menggunakan metode synchrotron X-ray Microtomography,Hairi berhasil menyabet penghargaan poster terbaik untuk kategori struktur dan kultur jaringan. “JWRS ini beranggotakan akademisi dan peneliti yang bidangnya berhubungan dengan ilmu dan teknologi kayu. Saya juga berkolaborasi dengan Dr. Widyanto Dwi Nugroho (Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada) yang merupakan pembimbing skripsi S1 saya, Dr. Suyako Tazuru (Research Institute for Sustainable Humanospehere-RISH, Kyoto University) dan pembimbing S2 saya Prof. Junji Sugiyama (RISH, Kyoto University),” jelas Hairi.
Poster penelitian yang difokuskan oleh Hairi dan timnya, yakni dia ingin mencari alternatif metode untuk mengidentifikasi kayu yang digunakan pada pembuatan sarung/warangka keris dengan menggunakan sampel yang sesedikit mungkin agar tidak merusak obyek warangka. Hairi pun mencoba metode synchrotron X-ray microtomography (metode ini menggunakan sinar X-ray untuk mendapatkan gambar 3 dimensi dari sampel, sama seperti dengan X-ray yang digunakan di dunia kedokteran) untuk mengidentifikasi warangka tersebut, di mana hanya diperlukan fragmen kayu yang sangat kecil, hanya berdiameter 0.7 mm dan panjang 5 mm sehingga bisa meminimalisir kerusakan pada sampel yang diteliti. “Pengujian sampel dilaksanakan pada November 2016 di fasilitas SPring-8 di Prefektur Hyogo,” katanya.
Dirinya pun tidak menyangka penelitian sederhananya bisa mendapatkan penghargaan. Terlebih, dari seluruh penerima penghargaan ini, hanya dua orang yang berkebangsaan non-Jepang. “Saya sangat senang bahwa apa yang saya kerjakan dihargai oleh para ahli di bidang ilmu dan teknologi kayu,” ucapnya.
Seusai menempuh pendidikan di Jepang, dirinya pun bercita-cita menjadi profesor di bidang Anatomi Kayu yang diakui dunia internasional. Dia juga berharap bisa mengajar di Fakultas Kehutanan baik di Universitas Mulawarman atau di UGM nantinya. “Tidak banyak yang menggeluti bidang ini, padahal bidang ini juga tidak kalah penting. Di antaranya dalam pemberantasan perambahan kayu ilegal, penipuan, eksplorasi biodiversitas tumbuhan berkayu, sejarah dan arkeologi, pembuatan furnitur dan bangunan kayu, dan masih banyak lagi,” pungkasnya. (bersambung)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post