“Putar ke kiri e, nona manis putarlah ke kiri, ke kiri, ke kiri, dan ke kiri, ke kiri manise. Sekarang kanan e, nona manis putarlah ke kanan, ke kanan, ke kanan, dan ke kanan, ke kanan, ke kanan manise.”
LUKMAN MAULANA, Bontang
Itulah sepintar lirik dari lagu Gemu Fa Mi Re yang diciptakan dan dinyanyikan Nyong Franco, seniman asal Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Namun di telinga warga Bontang, lagu ini lebih akrab dikenal dengan nama “Maumere”. Karena musiknya yang terdengar menyenangkan dan membuat badan bergoyang, lagu ini pun dijadikan lagu pengiring dalam senam aerobik yang dikenal sebagai senam Maumere.
Di Bontang, gerakan senam Maumere menjadi tren sepanjang 2016. Berbagai komunitas, instansi, dan perusahaan menjadikannya salah satu variasi senam dalam kegiatan senam mereka. Mulai dari komunitas warga hingga polisi wanita di jajaran Polres Bontang ikut menjadikannya sebagai salah satu menu dalam sajian senam mereka. Lantas, bagaimana kisah senam Maumere tiba di Bontang?
Dari penelusuran Bontang Post, diketahui bila senam ini pertama kali diperkenalkan oleh Lilik alias Lily Adam, salah seorang instruktur senam Bontang. Katanya, dia pertama kali mendengar lagu Gemu Fa Mi Re dalam sebuah kegiatan pramuka yang diikuti putranya, November tahun lalu. Saat itu lagu Gemu Fa Mi Re digunakan para pelajar untuk pentas seni.
“Saat saya dengar dari kejauhan, saya langsung mendekat. Setelah saya dengar seksama, ternyata lagunya menarik, saya pikir akan mengasyikkan bila digunakan untuk senam,” kisahnya.
Lilik lantas mencari tahu tentang lagu Gemu Fa Mi Re di dunia maya dan menemukan video-video senam Maumere di YouTube. Dari situ dia mempelajari gerakan-gerakan dasar senam Maumere, yang kemudian dimodifikasi dengan gerakan-gerakan inisiatifnya. Setelah menemukan rangkaian gerakannya, Lilik lantas mempraktikkannya pertama kali dalam acara Jalan Sehat HUT ke-5 Bontang Post yang digelar 20 November 2015.
“Saat itu saya menyelipkan senam Maumere ini dalam senam yang dilakukan sebelum jalan sehat. Tanggapan masyarakat waktu itu sangat baik, mereka menyukainya,” kata Lilik.
Dari situlah menurut Lilik, senam Maumere mulai dipraktikkan instruktur-instruktur senam yang ada di Bontang. Sehingga perlahan mulai dikenal masyarakat Bontang. Dari pengalaman Lilik selama memimpin senam ini, banyak warga yang merasa senang dan meminta durasi tambahan untuk senam Maumere. Berbagai versi gerakan senam Maumere pun berkembang di kalangan komunitas senam.
“Kalau versi saya sih tergantung siapa yang senam. Kalau misalnya yang senam usianya sudah tua, gerakannya dibikin yang gampang,” jelasnya.
Menurutnya, booming-nya senam Maumere di Bontang lebih dikarenakan musiknya yang terdengar asyik serta gerakannya yang mudah. Sehingga senam ini bisa diikuti baik tua maupun muda. Meski bisa dimodifikasi, namun ada gerakan-gerakan yang menjadi ciri khas senam ini. Yaitu gerakan memutar ke kiri dan kanan, serta gerakan tangan naik dan turun. “Intinya gerakan naik turun dan memutar itu harus ada,” tambah Lilik.
Meski begitu sebagai sebuah tren, dia tidak memungkiri bila ketenaran senam ini bisa meredup. Dia mencontohkan senam-senam populer yang dulu sempat banyak digandrungi salah satunya Poco-Poco. “Kalau saat ini memang sedang populer. Setiap kali Car Free Day selalu saja warga yang senam meneriakkan Maumere setiap ditanya mau senam apa. Selain itu sekarang juga banyak lombanya digelar,” tandas ibu dua anak ini. (***)