AKHIR-AKHIR ini, Sekolah Tinggi Teknologi (Stitek) Bontang diperhadapkan prahara perubahan struktur yayasan. Konon terindikasi terjadi perpindahan tangan yayasan dari instansi ke perorangan. Civitas akademika yang di bawahi Yayasan Pendidikan Bessai Berinta (YPBB) ini diwacanakan akan diinvestigasi oleh DPRD melalui pansus yang akan dibentuk, sehubungan legalitas kepemilikannya.
Namun, Ketua Stitek, Hardianto membantah tudingan yang selama ini tersemat di jajaran pengurus Stitek, bahwa terjadi perubahan yang semula tercantum nama instansi kini berubah menjadi perorangan. Justru kata dia, sejak dari awal yayasan tersebut berdiri telah menyebutkan perorangan. Aturan tersebut diatur dalam UU Yayasan nomor 16 tahun 2001 pasal 18.
“Tetapi boleh disebutkan orang itu sebagai apa di instansi tersebut,” kata Hardianto saat ditemui Bontang Post di ruang kerjanya, beberapa waktu lalu.
Hardi tak menampik jikalau Stitek bentukan Pemkot Bontang pada 2003. Akan tetapi, dewan pendiri tidak memiliki kekuasaan terhadap manajerial kampus. “Pucuk tertinggi ialah dewan pembina, dewan pendiri hanya sebatas mendirikan saja,” tambahnya.
Hal itu termuat dalam SK tertanggal 17 April 2003. Adapun komposisi struktur badan pembina dijabat oleh Muhammad Nurdin (mantan Sekda Pemkot Bontang), Muhammad Rusdin Abda’u (mantan Ketua DPRD), Bachtiar Effendi Sueb (mantan GM PT Badak NGL), serta Omay K Wiratmadja (mantan Direktur PT Pupuk Kaltim).
Sementara posisi badan pengurus diduduki oleh Ismunandar sebagai ketua, Irawan Priyantoro (wakil ketua), dan Achmad Mardjuki (sekretaris). Struktur tersebut dilengkapi dengan badan pengawas yang berfungsi mengawasi jalannya kepengurusan. Beberapa nama yang masuk dalam badan tersebut ialah Muhammad Burhanuddin mantan Asisten II Pemkot Bontang, Syarifuddin, Zulkifli Arman mantan Kepala Bappeda, Surya Wazni yang merupakan Karyawan PT Badak NGL pada masa itu, serta almarhum Muhammad Nasution mantan Vice President PT Indominco Mandiri.
Perubahan itu terjadi akibat pengelolaan kampus yang kurang baik. Parahnya lagi, terdapat dua orang di badan pembina yang tidak mengetahui jikalau ia tergabung dalam Yayasan Pendidikan Bessai Berinta, yakni Bachtiar Effendi Sueb dan Omay K Wiratmadja.
“Mereka lantas mengundurkan diri, ini surat pernyataan mereka lengkap,” ujarnya sembari menunjukkan bukti surat tersebut.
Kondisi demikian membuat pihak kampus mencari solusi kepada pemerintah. Tepatnya pada 27 Mei 2012, mereka mengirim surat guna melakukan hearing dengan Wali Kota Bontang masa itu yakni Adi Darma. Lama tidak mendapat respon, setahun berselang usaha dilakukan pihak kampus untuk bertemu orang nomor satu di Kota Bontang kala itu.
“Usaha itu berbuah hasil tepat pada 23 Mei 2013, terjadi pertemuan dengan Wakil Wali Kota yang menginisiasikan terjadi perubahan struktur pembina, pengurus, dan pengawas,” ungkapnya.
Setelah melakukan proses dua kali rapat, akhirnya nama-nama yang didapuk masuk dalam struktur yayasan disepakati. Struktur baru itupun dilantik pada 13 Desember 2013 di Pendopo Rumah Jabatan Wali Kota Bontang.
Akan tetapi sebelum masa pergantian, muncul lampiran susunan pengurus YPBB tertanggal 25 September 2008. Herannya, terdapat rotasi jabatan dan masuknya nama-nama baru dalam struktur tersebut. Di antaranya posisi badan pengurus diketuai oleh Irawan Priyantoro. Sedangkan di tingkat badan pengawas diangkat Emlizar Muchtar sebagai sekretaris.
“Ini ada perubahan kami juga tidak tahu. Kami menemukan lembar ini di ruang yayasan dulu, segala dokumen ada di sana,” kata Hardi.
Lembaran inilah yang dibaca oleh anggota Komisi III DPRD kala melakukan sidak ke kampus dengan dua prodi unggulan ini yakni Teknik Informatika dan Elektro. Hardi menilai, lembaran ini telah menyalahi aturan yang tertuang dalam UU Yayasan.
BUKAN MESIN POLITIK
Berkembang isu di masyarakat terjadi pemakaian institusi sebagai alat kendaraan politik juga disanggah Hardianto. Ia menilai, selama ini kampus yang dikelolanya menjauh dari dunia perpolitikan. Hanya saja, ia menggaransi ikut menyukseskan visi dan misi kepala pemerintahan terpilih.
Hardi memaparkan, kedekatannya dengan mantan Wakil Wali Kota Bontang, Isro Umarghani dikarenakan ingin menyelamatkan nasib Stitek pada masa itu. Salah satunya yakni mengumpulkan pejabat yayasan guna melakukan perombakan, mengingat beberapa orang sudah tidak aktif mengurusi Stitek.
“Pak Isro itu yang menyelamatkan Stitek dari buruknya kondisi keuangan saat itu,” kata Hardi.
Bahkan saat ini dengan kepemimpinan Neni Moerniaeni sebagai Wali Kota Bontang, Stitek turut bergerak sesuai dengan ranahnya yakni dunia pendidikan. Dosen, mahasiswa, dan institusi Stitek sendiri terus berperan dalam pembangunan Kota Bontang, terutama mengenai peningkatan sumber daya manusia (SDM).
Di lingkup mahasiswa, Stitek mengadakan pelatihan masyarakat pesisir sejak tahun 2017, memberikan penyuluhan terkait bahaya AIDS di tingkat pelajar bekerja sama dengan BKKBN, melakukan mentoring sehubungan baca-tulis Alquran bagi masyarakat Melahing.
Dosen juga tidak mau kalah berpatisipasi, yakni melakukan perbaikan dan pelatihan perawatan dasar kepada masyarakat Melahing berkenaan dengan matinya solar cell sejak setahun silam. Tingkat intitusi, kedua ketua prodi Stitek masuk dalam dewan IT kota Bontang dalam mendukung smart city di bawah naungan Diskominfotik. “Terbukti kami juga mendukung program pemerintahan saat ini,” tambahnya.
Sementara itu terkait perpindahan lokasi kampus yang dilakukan beberapa waktu yang lalu, merupakan inisiatif dari pihak kampus akibat belum jelasnya status di kampus lama. Menurut hardi, proses sewa pakai belum muncul nominalnya.
“Kami tidak berani kalau belum ada nominalnya, takutnya nominalnya diatas kemampuan kami,” kata Hardi.
Disamping itu, boyongannya Stitek dikarenakan adanya temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Mengingat gedung kampus lama merupakan aset milik Pemkot Bontang.
Seperti diketahui, awalnya Stitek menggunakan dua ruang di SMAN 1 Bontang dari tahun 2004 hingga 2008. Setelah itu, mendapat tambahan ruangan tepatnya di belakang bangunan Smansa.
“Tahun 2009 kami baru menempati bangunan di Jalan Juanda itu. Katanya rencananya gedung itu untuk guru,” tambahnya.
Sementara di lokasi yang baru mengenai nominal sewanya sudah diketahui oleh pihak yayasan. Perpindahan ini juga dirasa positif bagi masa depan Stitek itu sendiri. Pasalnya, Hardi menginginkan kampus ini mandiri.
“Tidak mau nyusu terus mas, kalau bisa harus punya bangunan sendiri,” harapnya.
Saat ini, Stitek berlokasi di Jalan S Parman, Kelurahan Belimbing, Kecamatan Bontang Barat.
2011 SEMPAT KOLAPS
Kesedihan menyelimuti keluarga besar tenaga pengajar Stitek era struktur yayasan yang lama. Pasalnya, pengelolaan buruk berdampak pada kantong pribadi dosen dan staf kala itu. Menurut Wakil Ketua Stitek Heri Susanto, kejadian tersebut terjadi sejak tahun 2004. Pada masa itu ia bergabung menjadi dosen di Stitek.
“Gajian waktu itu tidak jelas,” kata Heri.
Setahun berselang, perjanjian yang ditawarkan kepadanya dengan realita yang ada semakin tidak sesuai. Bahkan pengelolaan cenderung mandek. Terbukti tidak adanya penambahan dosen, serta kerjasama dengan Lembaga Afiliasi Peneliti dan Industri Institut Teknologi Bandung (LAPI-ITB) tidak terjalin.
Puncaknya, pada tahun 2011 terjadi “badai tsunami” di Stitek. Di tahun tersebut, kampus yang mempunyai tagline innovation, totally, openness, and professional (I-TOP) ini harus memiliki utang sejumlah Rp 365 juta. Nominal yang tersisa di rekening tabungan hanya sebesar Rp 20 juta.
“Untuk operasional saja itu tidak cukup,” tambahnya.
Akibat dari keuangan yang tidak sehat berdampak pada kuantitas mahasiswa. Jumlah mahasiswa berkurang drastis yakni sekitar 250 mahasiswa. Padahal, sebelumnya mencapai angka 350 mahasiswa.
“Setiap tahun sejumlah 100 mahasiswa mendaftar,” terangnya.
Dengan pergantian struktur yayasan, terjadi perubahan signifikan. Tepatnya pada tahun 2014 situasi perekonomian kembali normal. “Gaji tertib setiap tanggal 25 per bulannya, serta pelayanan yang diberikan maksimal,” tuturnya.
Upaya yang dilakukan pembina yayasan baru ialah melakukan rapat rutin seminggu tiga kali. Selain itu mengubah sistem menjadi terbuka sehubungan pembuatan rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP).
“Mereka (pembina, Red.) selalu rapat dari pulang kerja sampai pukul 24.00 Wita untuk mengubah sistem yang ada,” ujarnya.
Sejak 2014, Stitek tidak mendapat dana hibah. Hal ini berdasarkan Permendagri 13 tahun 2012 yang melarang memberikan dana hibah kepada yayasan.
“Sebelum itu dapat, tetapi kami tidak dapat akses untuk masuk itu (pembahasan anggaran, Red.),” pungkasnya. (*/ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: