Bontang, di bawah terik matahari siang, Pelabuhan Loktuan terlihat sibuk seperti biasanya. Di balik hiruk pikuk aktivitas bongkar muat, tersimpan kisah rumit perusahaan daerah yang semestinya menjadi penggerak ekonomi kota ini: PT Laut Bontang Bersinar (LBB). Namun, alih-alih mendatangkan keuntungan, perusahaan ini justru menuai kontroversi yang terus memanas.
KABAR pengangkatan Lien Sikin sebagai Direktur PT LBB membuat publik Bontang tersentak. Lien Sikin, yang kala itu tengah berstatus tersangka korupsi, diangkat oleh Wali Kota Basri Rase untuk memimpin perusahaan yang mengelola Pelabuhan Loktuan ini. Keputusan ini, yang didasari oleh alasan pemberian “kesempatan” untuk membuktikan diri.
Wali Kota Basri, menyebut peran Lien Sikin dalam mewujudkan pendirian PT Laut Bontang Bersinar sangat besar. Basri, yang juga terlibat dalam upaya pendirian anak usaha Perumda Aneka Usaha dan Jasa itu mengaku hal ini tak mudah.
Sebabnya, ketika Lien Sikin punya peran, dan perannya dinilai cukup besar, ia layak diberi kesempatan memimpin BUP. Justru Basri menilai, tidak elok ketika seseorang yang berjuang atas pendirian BUP malah disingkirkan.
“Masa sih ketika dia yang mengurus dari awal, berhasil, masak kita copot. Berilah mereka kesempatan,” ujarnya, seperti diulas dalam berita Bontang Post, Tersangka Korupsi Jabat Direktur BUP, Basri Rase; Beri Kesempatan.
Selain menilai kontribusi Lien Sikin dominan, Basri mengklaim Lien Sikin juga dianggap berpengalaman dan berasal dari internal Perumda AUJ. Pun selama bekerja di Perumda AUJ kinerjanya dinilai baik.
“Kinerjanya juga bagus. Yang harus dibersihkan justru yang kinerjanya buruk itu,” aku Basri.
Tak pelak memicu reaksi keras dari berbagai pihak. Pengamat politik dan hukum Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah menganggap situasi ini aneh. Sebab, daerah lain setengah mati membersihkan BUMD dari perilaku korupsi. Tetapi Bontang justru mengangkat direksi anak perusahaan BUMD dengan status tersangka.
“Ini pertanda Bontang tidak serius berbenah. Komitmen anti korupsinya mesti dipertanyakan,” kata dosen yang akrab disapa Castro ini, seperti diberitakan Bontang Post di berita Tunjuk Tersangka Korupsi Jadi Direktur, Komitmen Antikorupsi Dipertanyakan.
Sebagai contoh, kata Castro, kepala daerah DKI Jakarta berani memecat direksi kendatipun masih berstatus tersangka. Langkah demikian yang dipandang menjadi sebuah komitmen. Menurutnya, orang boleh berpendapat kalau statusnya masih tersangka ataupun menghormati asa praduga tak bersalah.
Namun ini menyangkut masalah integritas. Soal komitmen antikorupsi. Dijelaskan dia, tidak boleh sama sekali BUMD itu dipimpin oleh orang yang bersalah. Apalagi status tersangkanya itu dari kasus di perusahaan induk. “Di mana logika berpikirnya? Ini keputusan ngawur menurut saya,” ucapnya.
Pada Oktober 2022, Kejaksaan Negeri Bontang mencabut status tersangka Lien Sikin. Kejaksaan berkilah, Lien Sikin telah mengembalikan kerugian negara sebesar Rp50 juta. Selain dia, di waktu yang sama Korps Adhyaksa juga tak melanjutkan kasus mantan direktur PT Bontang Transport Andi Amri.
Namun, bukan hanya status hukum sang direktur yang menjadi sorotan, melainkan juga kondisi keuangan PT LBB yang dianggap penuh kejanggalan. Dengan potensi pendapatan sekitar Rp800 juta per bulan dari aktivitas pengelolaan pelabuhan, PT LBB seharusnya mampu menjalankan operasional dan memenuhi hak-hak karyawannya.
Ironisnya, perusahaan ini justru terlilit masalah pembayaran gaji karyawan yang hanya berjumlah Rp150 juta per bulan. Masalah ini sudah berlangsung cukup lama dan membuat banyak pihak mengernyitkan dahi.
“Pendapatan kami besar, tapi kok bisa menunggak gaji karyawan? Ada yang salah dalam pengelolaan keuangannya,” ujar Komisaris PT LBB Hariadi.
Pernyataan ini menambah kebingungan, mengingat dalam hitungan sederhana, pendapatan sebesar Rp800 juta semestinya lebih dari cukup untuk menutupi kebutuhan operasional termasuk gaji 32 karyawan.
Kebingungan dan tanda tanya ini akhirnya mendorong Inspektorat Bontang untuk turun tangan. Sebuah audit keuangan terhadap PT LBB pun dilakukan dengan harapan bisa mengurai simpul-simpul masalah yang ada di tubuh perusahaan.
“Audit ini penting untuk mendapatkan gambaran menyeluruh tentang kondisi keuangan PT LBB. Kami harap hasil audit bisa memberikan rekomendasi perbaikan,” ungkap Kepala Inspektorat Bontang Enik Ruswati.
Menurutnya, hasil audit akan diserahkan kepada Polres Bontang bulan ini sebagai upaya mendorong transparansi dan penegakan hukum.
Sementara audit masih berjalan, kekecewaan terhadap PT LBB semakin meluas. Pokja 30 Kaltim, sebuah organisasi pengawas antikorupsi, bahkan menyarankan agar perusahaan ini dibubarkan jika terus membebani keuangan daerah.
Direktur Pokja 30 Buyung Marajo, menyampaikan bahwa PT LBB sudah saatnya dievaluasi secara mendalam.
“Jika dalam operasionalnya terus merugi dan tidak menunjukkan perbaikan, lebih baik LBB dibubarkan saja. Ini bukan hanya soal bisnis, tetapi juga soal kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah,” ujarnya tegas.
Dikatakan Buyung, pembubaran PT LBB bisa menjadi langkah drastis namun realistis demi menyelamatkan anggaran daerah dari potensi kerugian lebih lanjut. Tentu saja, hal ini hanya akan terjadi jika pemerintah tidak segera melakukan pembenahan yang konkret di perusahaan tersebut. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: