bontangpost.id – Penghentian perkara dua tersangka dugaan korupsi di tubuh Perumda AUJ mendapat perhatian publik. Pengamat Politik dan Hukum dari Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah menyebut ada kejanggalan dalam penanganan perkara itu.
Menurut Herdiansyah Hamzah, berdasarkan Pasal 4 UU 31/1999 tentang Tipikor, secara eksplisit disebutkan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana.
“Alasan kasusnya dihentikan, tidak masuk akal. Sebab pengembalian kerugian negara atau hasil kejahatan, tidak menghapus pidananya,” kata akademisi yang akrab disapa Castro ini.
Sehingga, lanjut dia, jika kejaksaan menghentikan kasus dengan alasan yang sesungguhnya tidak diperbolehkan oleh undang-undang. Karena itu, jelas aneh dan mencurigakan.
“Oleh karenanya, patut untuk diselidiki kemungkinan barter atau tawar menawar perkara, sebagaimana yang dicurigai publik,” ucapnya.
Sebab itu, ia mendorong Kejaksaan Tinggi Kaltim untuk melakukan supervisi terhadap kasus yang ditangani Kejaksaan Negeri Bontang tersebut. Tak hanya itu, kejadian ini juga bisa dilaporkan kepada komisi kejaksaan sebagai pengawas kinerja dan etika kejaksaan.
Namun jika ada bukti kuat, bisa dilaporkan ke aparat penegak hukum lainnya, dalam hal ini pihak kepolisian. “Hal ini untuk menghindari conflict of interest penanganan perkara agar jangan sampai jeruk makan jeruk,” tutur dia.
Disinggung mengenai pemberitaan sebelumnya, bahwa indikasi ‘main mata’ terhadap perkara ini dipandangnya semakin terang-benderang. Selain itu, perbedaan penghitungan kerugian negara juga menjadi poin yang mencengangkan.
Sebagaimana tersangka Lien Sikin yang sebelumnya dirilis Kejari Bontang ada kerugian sekira Rp 61 menjadi Rp 50 juta. Belum lagi tersangka Andi Muhammad Amri yang dari perhitungan Rp 1 miliar lebih menjadi nol rupiah. Namun ia menyebut perbedaan nilai kerugian itu sering terjadi, tergantung yang menghitung.
Ia juga menyebut nilai kerugian keuangan negara itu tidak boleh dipermainkan. Itu bukan angka-angka di papan tulis yang bisa dihapus dan diganti seenaknya. Kondisi ini menandakan kejaksaan tidak profesional bekerja jika nilainya dipermainkan seperti itu.
“Tapi kalau tiba-tiba berubah, mesti dijelaskan. Makanya harus dibawa ke pengadilan, biar hakim yang menentukan nilai kerugiannya berdasarkan fakta. Bukan dengan cara menghentikan. Makanya disebut mencurigakan,” terangnya.
Kaltim Post (induk bontangpost.id) sebelumnya mewartakan sengkarut dugaan tawar-menawar penghentian perkara tersangka di tubuh Perumda AUJ mulai terendus sejak tahun lalu. Sumber informasi Kaltim Post mengatakan bahwa terjadi permintaan penghentian penanganan perkara terhadap salah seorang yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Tepatnya pada beberapa pekan lalu. Kala itu, perantara yang sekaligus salah satu petinggi parpol di Kota Taman memberikan nominal yang diiming-imingkan. “Besarannya Rp 2 miliar,” kata sumber tersebut.
Namun, upaya saat itu mengalami kebuntuan. Tidak berhenti, manuver rayuan terus berlanjut. Konon, beberapa pekan lalu kembali penawaran terjadi. Nominalnya pun sama dengan sebelumnya. Dilakukan oleh oknum pejabat teras Pemkot Bontang dengan pihak kejaksaan.
Dipastikan kedua pemberi gelontoran ini berbeda. Kala itu, awak media mencoba mengonfirmasi kepada Kejaksaan Negeri Bontang dan mereka membantahnya.
Diketahui, baru-baru ini Kasi Intelijen Kejari Bontang Danang Leksono Wibowo mengatakan, status tersangka Yudi Lesmana saat ini masih dalam tahap penyidikan. Terkait tersangka yang juga terjerat kasus lain, ia menjelaskan nantinya durasi penahanan akan terhitung dari masa tahanan perkara sebelumnya.
“Kami akan terus merampungkan tahapan ini supaya segera bisa dilimpahkan berkasnya ke Pengadilan Tipikor Samarinda,” kata Danang.
Sementara untuk tersangka Lien Sikin statusnya sudah dihentikan. Pasalnya tersangka telah membayar uang kerugian negara pada 19 September lalu. Nominalnya berdasarkan perhitungan dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). “Nominalnya Rp 50 juta. Sudah dibayarkan melalui Bankaltimtara ke kas negara,” ucapnya.
Sebagai informasi pada saat pemberitaan sebelumnya kerugian yang ditimbulkan Lien Sikin sebesar Rp 61 juta. Kondisi serupa juga terjadi pada tersangka Andi Muhammad Amri. Bahkan berdasarkan perhitungan BPKP tidak ada kerugian negara. “Ini hasil perhitungan di 2017 silam,” tutur dia.
Penghentian penanganan perkara sudah diputuskan pada awal bulan ini. Diketahui sebelumnya dari lima tersangka yang telah dirilis Kejari Bontang baru dua yang telah disidangkan. Meliputi mantan direktur PT Bontang Investindo Karya Mandiri (BIKM) Yunita Irawati dan Direktur CV Cendana Abu Mansyur. Keduanya telah divonis masing-masing penjara satu tahun. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post