SANGATTA – Kenaikan harga telur ayam di sejumlah pasar di Sangatta menimbulkan keresahan bagi masyarakat se-Kutai Timur (Kutim), baik penjual maupun pembeli.
Dari sisi penjual, mereka cemas daya beli masyarakat akan menurun jika harga tak kunjung stabil. Sedangkan dari konsumen sendiri akan merasa rugi dengan harga yang terus melambung.
Salah seorang penjual di Pasar Sangatta Selatan, Yulia mengaku khawatir jika harga terus naik, pembeli akan membatasi konsumsi telur ayam yang berdampak pada penurunan penjualannya. Maka ia akan mengalami kerugian karena stok tidak laku yang membusuk.
Dirinya mengatakan tidak mengetahui pasti alasan kenaikan harga telur. Dia memperkirakan kenaikan dikarenakan faktor kelangkaan atau masih suasana pascalebaran.
“Kalau pembeli sedikit, barang saya tidak laku. Itu berarti keuntungan saya menipis. Jangan sampai barang busuk semua, malah bisa-bisa saya rugi besar,” terangnya saat dikonfirmasi, Selasa (10/7).
Ditemui di tempat berbeda, Ani, pedagang warung makan di kawasan Sangatta Selatan, mengeluhkan naiknya harga telur yang terpaut tinggi. Menurutnya harga tersebut dianggap tidak wajar. Pasalnya, harga awal hanya Rp 52 ribu sekarang bisa mencapai Rp 60 ribu.
“Naiknya jauh sekali, kalau hanya Rp 1.000-Rp 2.000 tidak apa-apa. Ini malah bisa sampai Rp 8.000,” keluhnya.
Menurutnya lebih baik membeli daging ayam. Karena harga tidak semahal telur. Dia berharap pemerintah bisa lebih memerhatikan harga bahan pokok agar tidak naik terus-menerus.
“Saya ini jualan masakan, bumbu saja sudah masuk hitungan, kalau telur naik juga, ya jualan saya tidak ada untungnya, hanya capek saja. Lebih baik saya beli ayam atau hanya tahu dan tempe,” tandasnya. (*/la)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post