Kaki Sabina gemetar, konsentrasinya pun pudar, kala menatap kondisi bangunan tempatnya bekerja ‘diserbu’ air bah. Tak pernah disangkanya, banjir hari itu lebih parah dibanding sebelum-sebelumnya.
ADIEL KUNDHARA, Bontang
Bersama rekan kerjanya, Kepala Sekolah SDN 010 Bontang Utara (BU) ini bahu membahu membersihkan bercak lumpur yang tersisa di lantai dan dinding ruang kelas lantai bawah.
Sembari bersih-bersih, Kepada Bontang Post, Ia menceritakan peristiwa menakutkan yang terjadi Senin (20/11) Kemarin di Gedung SDN 010 BU, Kelurahan Gunung Elai tersebut. Dirinya mengaku tak memiliki firasat sedikitpun akan terjadinya musibah tersebut.
Dijelaskannya, saat itu usai pelaksanaan upacara bendera di SDN 010 BU, Ia mengambil langkah untuk menuju ke gedung sekolah yang berada di Lhoktuan. Mengingat, sekolah ini awalnya berlokasi di sana sebelum dibangunnya gedung baru.
“Tak ada yang nyuruh, tiba-tiba saya ingin mengajar di ruang kelas yang berada di Lhoktuan,” kata Sabina.
Ia mengungkapkan, saat itu pukul 08.00 Wita, air sungai akibat curah hujan yang tinggi sudah menggenangi paving blok halaman sekolah. Lantas, ia memastikan untuk mengecek apakah terjadi penambahan debit air. Mengamati dari batang tanaman yang ditancapkannya di salah satu tempat.
“Saat itu air sudah mulai menutupi paving, ternyata setelah saya amati terjadi peningkatan yang luar biasa,” tambahnya.
Akan tetapi, ia memilih untuk berpindah tempat sesuai dengan keputusannya untuk memberikan ilmu pengetahuan bagi siswa-siswinya. Perasaan gundah dirasakannya saat memberikan materi pelajaran. Terngiang kondisi gedung sekolah baru yang sudah mulai tergenang air.
“Begitu kelas selesai, sontak saya langsung menuju sini (gedung baru, Red.) tanpa mampir ke tempat yang lain,” papar ibu yang mempunyai tiga orang anak ini.
Ketika tiba, ia terkejut air sudah masuk lantai bawah bangunan yang terdiri dari ruang guru dan kepala sekolah, ruang kelas, dan toilet. Pada saat itu waktu menunjukkan pukul 10.00 Wita.
Dengan cekatan, ia menginstruksikan guru dan karyawan untuk menyelamatkan perlengkapan sekolah dan dokumen-dokumen penting. Sementara, para pelajar langsung dibawa keluar kelas lalu dipulangkan dengan menghubungi wali murid terlebih dahulu via telepon.
Sayangnya, keterbatasan tenaga laki-laki menjadi penghalang untuk bergerak cepat. Alhasil hanya dokumen penting yang berhasil diamankan. Sementara kursi dan meja hanya bisa ditumpuk di depan ruangan. Padahal bahan dari perlengkapan tersebut rentan hancur apabila terendam air. Warga sekitar juga tidak bisa berbuat banyak membantu, mengingat mereka juga menjadi korban dari bencana ini.
“Saat itu, hanya ada dua orang laki-laki, sementara ada juga ibu yang hamil sehingga tidak bisa berbuat banyak,” ungkap perempuan kelahiran Sendawar ini.
Makin lama ketinggian air makin meningkat. Petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) menyuruh seluruh guru untuk segera meninggalkan lokasi.
“Saya berdiri di depan pagar berdiam sejenak, saya takut lihat air sebegitu deras. Saya merasa bersalah karena saya lihat sendiri air masuk ruangan, sementara kami sudah lelah angkat barang,” ujarnya sambil meneteskan air mata.
Keesokan harinya (kemarin, Red.), air mulai surut, yang tersisa di dalam ruangan ialah lumpur disertai dengan beberapa binatang yang masuk terbawa arus air. Diantaranya ular, cacing, kelabang, dan katak. Situasi ini dirasa tidak nyaman untuk proses belajar-mengajar. Oleh karena itu, perempuan yang tinggal di komplek perumahan BTN PKT ini memutuskan untuk meniadakan aktivitas pembelajaran di sekolah.
“Saya chat orang tua melalui whatsapp satu-persatu untuk mendampingi putra-putrinya belajar di rumah, karena kami mau membersihkan ruangan sekolah terlebih dahulu,” katanya.
Dengan perlengkapan yang ada lantai mulai dibersihkan berulang-ulang hingga baunya hilang sedangkan sisa lumpur dibuang ke samping gedung. Dijadwalkan aksi bersih-bersih ini berjalan hingga pukul 14.00 Wita.
“Ini dilakukan supaya besok (hari ini, Red.) siswa-siswi bisa kembali belajar di sekolah lagi. Nanti juga saya kabarkan ke orang tua supaya besok mengantarkan putra-putrinya sekolah,” tutur perempuan yang menyukai olahraga air ini.
Ia berharap kejadian ini tidak terulang lagi. Oleh sebab itu, Sabina meminta kepada Pemkot Bontang untuk memperhatikan bangunan sekolah ini. Kondisi atap sejak bangunan berdiri juga telah bocor sehingga bila hujan tiba, lantai atas dipastikan tergenang air.
Sebenarnya, sudah pernah ia meminta kepada tukang untuk memperbaikinya. Namun, pekerja tersebut mengatakan tidak dapat memperbaiki hanya sebagian tetapi harus keseluruhan.
SDN 010 Bontang Utara terdiri dari 300 siswa. Terbagi atas tiga shift belajar yakni pukul 07.00 Wita kelas 1 dan 5, pukul 10.45 Wita untuk kelas dua, sedangkan kelas 3 dan 4 dimulai pukul 13.00 Wita. Sementara kelas 6 berada di gedung lama yang berlokasi di Lhoktuan. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: