Cerita Rina Zainun Aktif di Dunia Pendidikan, Sosial, dan Politik
Rumah tangga yang retak bukan lantas membuat Rina Zainun sedih. Malahan, dia jadi aktif mengabdikan diri kepada masyarakat lewat berbagai kegiatan yang diikutinya. Mulai dari menjadi guru taman kanak-kanak (TK), menjadi ketua organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP), hingga terjun menjadi pengurus partai politik (parpol).
LUKMAN MAULANA, Samarinda
Sepeninggal sang suami, Rina mesti menghidupi ketiga anak perempuannya. Karenanya, dia pun ikut bekerja sebagai pelayan di kafe membantu ibunya. Dari sanalah dia bertemu dengan pimpinan Yayasan Adi Darma yang bergerak di bidang pendidikan. Melihat potensi yang dimiliki Rina, yayasan tersebut lantas menawarkan pekerjaan menjadi guru TK.
“Padahal saya tidak punya latar belakang pendidikan guru. Mungkin karena saya dianggap memiliki kedekatan dengan anak-anak sehingga saya ditawari menjadi guru,” kenang Rina saat ditemui Metro Samarinda (Kaltim Post Group) Senin (20/3) kemarin.
Oleh yayasan, Rina pertama kali ditempatkan mengajar di TK Kartika 516. Kemampuannya dalam menangani anak-anak nakal lantas membuatnya beberapa kali dipindah ke TK yang membutuhkan bantuannya. Memang Yayasan Adi Darma bekerja sama dengan sekolah-sekolah yang membutuhkan tenaga pengajar.
“Saya dianggap mampu menangani anak-anak TK yang dianggap memiliki kenakalan di luar biasanya. Yang membuat para guru menyerah dan tidak sanggup dalam menangani mereka,” jelasnya.
Meski tidak memiliki pengalaman menjadi guru, namun Rina bisa memahami bagaimana mendidik anak dengan baik. Hal ini dipelajarinya dari anak-anak, khususnya ketiga anaknya sendiri. Menurutnya dalam mendidik, seorang guru mesti memahami tipe-tipe anak murid. Pasalnya setiap anak memiliki karakteristik yang berbeda satu sama lain.
“Dibutuhkan kesabaran yang tinggi dan luar biasa dalam mendidik anak-anak khususnya anak TK. Yang perlu ditekankan adalah jangan sampai para guru marah dan membentak, sekalipun dengan tatapan mata juga tidak boleh,” terang Rina.
Dari TK Kartika, dia pindah mengajar ke TK ABA 8 lantas berpindah lagi ke TK Negeri Pembina I. Hingga terakhir dia mengajar di TK Tunas Rimba. Dari pengalamannya sebagai guru tersebut, terdapat pengalaman yang dianggapnya paling berkesan. Yaitu bagaimana dalam tempo satu bulan dia bisa mengubah perilaku anak yang dianggap nakal menjadi taat kepada guru.
“Ada anak yang tingkat keaktifannya sangat super. Salah satu tingkahnya dia tidak mau pakai baju. Setelah sebulan bersama saya, anak tersebut menjadi penurut dan mau memakai baju,” kisahnya.
Yang membuatnya terharu ketika muridnya tersebut bersikeras masuk sekolah demi menemui Rina. Padahal, kala itu sang anak sedang sakit. Dari pengalaman-pengalaman tersebut Rina banyak belajar tentang kehidupan. Menurutnya ketulusan seorang anak dalam hal apapun berbeda jauh dibandingkan orang dewasa.
“Kecintaan mereka kepada para guru menurut saya malah lebih tulus dibandingkan kecintaan guru kepada mereka. Saya belajar jadi dewasa dari mereka. Salah satunya belajar dari kejujuran mereka,” simpul Rina.
Sebenarnya Rina sempat ditawari menjadi guru tetap di TK. Namun dia tidak ingin menjadi guru tetap karena masih ingin melakoni kegiatan-kegiatan organisasi yang diikutinya. Apalagi Rina mengaku lebih menyukai pekerjaan lapangan ketimbang berada di ruangan. Makanya tidak mengherankan bila Rina terdaftar aktif dalam berbagai organisasi sosial dan politik di Kaltim.
“Saya memang suka berorganisasi, bertemu dengan orang-orang baru. Lewat organisasi-organisasi itu saya ingin membantu masyarakat sesuai kemampuan yang saya miliki,” ucap perempuan kelahiran Samarinda, empat dekade lalu ini.
Salah satunya lewat perannya sebagai ketua Generasi Muda Penerus Perjuangan Kemerdekaan (GMPPK) Kaltim. Bersama GMPPK, Rina mengimbau masyarakat menyumbangkan buku-buku bekas yang sudah tak terpakai. Buku-buku ini disalurkan GMPPK ke sekolah-sekolah yang membutuhkan, khususnya sekolah-sekolah yang belum tersentuh bantuan pemerintah.
Yang terbaru, Rina bersama rekan-rekan GMPPK memberikan bantuan ke sekolah yang ada di dusun Tari Baru, Muara Elok, Kutai Kartanegara (Kukar). Ada tiga tingkatan sekolah di sana yang membutuhkan bantuan. Yaitu SD 014, SMP 04, dan SMA 1 Fililal. Khususnya bantuan dana yang selama ini berasal dari swadaya para guru.
“SMP dan SMA yang ada di sana terancam ditutup karena ketiadaan dana. Padahal keberadaan dua sekolah ini amat dibutuhkan masyarakat di sana. Dulu sebelum ada sekolah tersebut, para orangtua lebih memilih menikahkan anak mereka setelah lulus SD ,” tutur Rina.
Lokasi desa tempat sekolah tersebut memang terpencil serta memprihatinkan. Untuk mencapai ke sana dari Anggana, mesti menumpang kapal laut atau speed boat. Itupun kapal tidak mau berlayar bila jumlah penumpangnya tidak banyak. Biayanya pun terbilang mahal. Sementara aliran listrik di rumah warga tidak bisa dinikmati seharian. Listrik hanya menyala dari pukul 18.00 Wita hingga pukul 04.00 Wita.
“Masyarakat di sana juga menggantungkan air hujan untuk kebutuhan air bersih. Bila tidak ada hujan, mereka mandi dengan air laut,” paparnya.
Makanya Rina berusaha sebisa mungkin agar pendidikan di sana dapat terus berlanjut. Apalagi menurutnya sekolah di sana memiliki potensi karena mengusung konsep sekolah lingkungan. Rina bersama GMPPK dan Forum Kabupaten Sehat (FKS) Kukar lantas mengadakan pentas seni dalam kegiatan perkemahan sabtu minggu (Persami) yang digelar di sana. Pentas seni tersebut mengundang para pejabat Kukar meliputi sekretaris daerah dan para kepala dinas.
“Dengan datangnya para pejabat itu, kondisi sekolah dan masyarakat di sana pun mulai diketahui pemerintah. Bahkan sekolah di sana berhasil meraih penghargaan Adi Wiyata tingkat Kukar. Saat ini saya bersama FKS mendampingi mereka untuk mengikuti lomba Adi Wiyata di tingkat provinsi,” beber Rina.
Masa depan para penerus bangsa memang menjadi perhatian Rina selaku ketua GMPPK. Bekerja sama dengan Balai Latihan Kerja (BLK), Rina beberapa kali mengadakan pelatihan kerja untuk anak-anak putus sekolah. Tujuannya agar dengan pelatihan yang diberikan, mereka bisa mencari pekerjaan atau membuka usaha sendiri. Dengan begitu diharapkan dapat ikut mengurangi angka pengangguran yang ada di Kaltim.
Selain lewat GMPPK, Rina juga aktif bergerak di Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Kota Samarinda. Sebagai wakil sekretaris KPAI Samarinda, dia kerap melakukan pendampingan terhadap anak-anak yang berurusan dengan hukum di kepolisian. Mulai dari anak-anak yang ngelem, minum minuman keras, hingga korban perkosaan. Bahkan pernah dia mesti menemani anak-anak ini di kantor polisi mulai tengah malam hingga fajar menyingsing.
“Saya yang mendampingi mereka hingga dikembalikan ke keluarganya masing-masing. Sayangnya tidak ada kontrol di lingkungan keluarga, sehingga anak-anak tersebut kembali melakukan kenakalan remaja,” jelasnya.
Rina mengaku sedih melihat kondisi anak-anak zaman sekarang yang menurutnya menjadi dewasa sebelum waktunya. Karena itu besar keinginannya untuk bisa membantu menyelamatkan masa depan anak-anak khususnya di Kaltim. Salah satu keinginannya yang belum terwujud yaitu mengembalikan tempat-tempat bermain anak-anak sebagaimana yang ada di masa kanak-kanaknya dulu.
“Misalnya dulu di Samarinda ada Binaria yang menjadi tempat bagi anak-anak bermain sekaligus menyalurkan hobi mereka. Saya ingin anak-anak sekarang bisa bersikap layaknya anak-anak semestinya,” harap Rina.
Sederetan kegiatan memang dilakukan Rina demi bisa membantu masyarakat. Termasuk terjun ke dunia politik melalui Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Sudah sekitar lima tahun lebih dia aktif di partai, mulai dari anggota bisa hingga kini dipercaya menjadi Wakil Ketua III di Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PKB Kaltim. Dia mengisahkan, pertama kali mengenal politik saat diajak ketua DPW PKB Kaltim Syafruddin.
“Beliau banyak mengajarkan kepada saya bagaimana berpolitik. Saya diajak mengikuti setiap kegiatan PKB. Saya menyadari bahwa politik tidak melulu tentang uang. Di PKB saya merasakan persaudaraan dan loyalitas meski tanpa uang. Pengalaman di partai inilah yang juga saya terapkan di organisasi-organisasi lainnya,” terang penggemar sepeda motor vespa yang tergabung dalam Komunitas Vespa Sarang Tawon ini.
Selain wakil ketua, di PKB Rina dipercaya menjadi Ketua Perempuan Bangsa Kaltim. Dia juga tercatat sebagai pengurus Fatayat NU Kaltim, juga wakil sekretaris Himpunan Pengusaha Nahdliyin (HPN). Di luar itu, seabrek kegiatan organisasi diigelutinya. Rina menjadi Ketua Bidang Pemberdayaan Perempuan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), pengurus harian Gerakan Rakyat Kaltim Bersatu (GRKB), Ketua Bidang Ideologi Laskar Merah Putih (LMP) Kaltim, pengurus KPPI Kaltim, hingga pengurus Persatuan Renang Seluruh Indonesia (PRSI) Kaltim.
“Walaupun saya punya banyak kegiatan, tapi saya tidak melupakan anak-anak. Saya selalu menyempatkan waktu saya berbincang dengan mereka. Di akhir pekan saya usahakan untuk kegiatan bersama, misalnya nonton film bersama. Intinya saya ingin menunjukkan bahwa meski orang tua mereka berpisah, tapi mereka tetap bisa hidup normal,” pungkas anak kedua dari enam bersaudara ini. (***)
Nama: Rina Zainun
TTL: Samarinda, 12 Februari 1977
Anak:
- Bella Aqiella Fitriana (17)
- Syalaisha Hadla Fitriana (14)
- Ajwa Alaika Fitriana (10)
Pendidikan:
- SDN 017 Samarinda (lulus 1990)
- SMP Mulawarman (lulus 1993)
- SMEA 2 Samarinda (lulus 1996)
- Fakultas Hukum Untag 45 (2014-sekarang)
Alamat: Jalan Rukun Gang Rukun II Blok 2A No 09 Rapak Dalam, Samarinda Seberang
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post