SAMARINDA – Potensi penyebaran paham radikal di masyarakat masih terus ada. Terbukti dua tahun lalu Samarinda pernah dihebohkan dengan kasus pemboman di gereja. Karena itu, Kementerian Agama (Kemenag) Samarinda terus menangkis penyebaran paham radikal yang merusak sendi-sendi toleransi dan kerukunan antar umat beragama.
Salah satu langkah menghentikan penyebaran paham radikal melalui program penempatan puluhan dai dan mubalig di seluruh kecamatan di Samarinda. Dua tahun lalu, Kemenag pernah merekrut 300 pegawai non-Pengawai Negeri Sipil (PNS) untuk menjalankan tugas meng-counter penyebaran paham radikal.
“Tapi tahun ini tinggal 53 orang yang kami rekrut. Alasannya karena anggaran berkurang. Mereka yang direkrut ini kami tempati di seluruh kecamatan. Kami bagi, setiap kecamatan ada delapan orang,” ujar Kepala Kemenag Samarinda, Masdar Amin, Sabtu (27/1) kemarin.
Pegawai non-PNS tersebut memiliki beragam tugas, antara lain membina masyarakat, sosialisasi penghentian narkoba, mengisi pengajian, dan membantu menjalankan visi keagamaan Kemenag.
“Mereka dibantu enam orang PNS. Termasuk PNS non-muslim, karena masalah radikalisme tidak hanya berkembang di umat muslim, ada juga dari kelompok agama lain. Makanya kami sertakan PNS dari non-muslim, supaya membantu menjalankan program ini,” jelasnya.
Tugas pegawai yang direkrut ini tak mudah, pasalnya harus bekerja siang dan malam untuk membina masyarakat. Karena itu sebelum ditugaskan, Kemenag terlebih dahulu melakukan uji kompetensi, baik dari segi kemampuan memahami agama, pemahaman tentang narkoba, maupun kompetensi membina masyarakat.
“Dalam menjalankan program ini, kami menggandeng Badan Narkotika Nasional (BNN) Kaltim. BNN memberikan pelatihan terlebih dulu, supaya pegawai yang kami tugaskan mampu mendeteksi dan menyosialisasikan bahaya narkoba,” ungkapnya.
Hanya bermodalkan surat keputusan (SK) dari Kemenag, di masyarakat mereka bekerja siang dan malam. Sedangkan setiap bulan gaji yang diberikan hanya Rp 500 ribu. Tapi tidak ada satu pun di antara mereka yang mengeluh karena tunjangan yang jauh dari standar pemenuhan kesejahteraan ekonomi tersebut.
“Karena niat awal mereka hanya mengabdi pada masyarakat. Tak peduli seberapa besar honor yang mereka dapatkan dari Kemenag. Intinya mereka suka rela bekerja, ikhlas mengabdi untuk umat, bangsa, dan negara,” tandasnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: