Ketua Komisi I DPRD Bontang Agus Haris menyayangkan perusahaan penyedia jasa cleaning service PT Bumi Bangkirai Mandiri (BBM) melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap 40 karyawan. Langkah yang dilakukan ini berpotensi melanggar melanggar Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2013 tentang Perlindungan Hak Pekerja Alih Daya.
Agus menyebut, dalam pasal 6 ayat 1 perda tersebut, disebutkan perusahaan penyedia jasa yang menerima pekerjaan dari pemberi kerja wajib mempekerjakan pekerja atau buruh sebelumnya dalam hal pelaksanaan yang sama dan sifatnya terus menerus. “Ini kan bidang pekerjaannya sama, sudah mengetahui kondisi lingkungan pekerjaannya,” ujar Agus.
Dia melanjutkan, dalam ayat 2 di pasal yang sama pun disebutkan, kewajiban mempekerjakan pekerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1, kecuali dalam hal pekerja telah memasuki batas usia maksimal yang ditentukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, memiliki penyakit yang dapat menghalangi pekerjaannya berdasarkan surat keterangan dokter, melanggar peraturan perusahaan yang disahkan oleh perusahaan dan instansi yang membidangi ketenagakerjaan, serta volume pekerjaan dari pemberi kerja kepada perusahaan penyedia jasa berikutnya berkurang.
“Mereka yang di PHK masih sehat-sehat kecuali sudah berusia lanjut mungkin bisa jadi alasan,” jelas Agus.
Jika yang menjadi alasan karena 40 karyawan tidak lulus tertulis, sebagaimana yang menjadi persyaratan. Menurutnya hal itu terlalu dibuat-buat, sebab untuk bekerja menjadi cleaning service tidak dibutuhkan kemampuan atau keterampilan khusus.
“Selama dia bisa nyapu dan bersih-bersih, kenapa harus ada syarat tertulis seperti itu,” ungkapnya.
Langkah melakukan PHK lanjut dia juga bukan merupakan pilihan tepat, sebab akan melahirkan pengangguran baru. Hal ini pun berbanding terbalik dengan komitmen pemerintah dalam hal menciptakan lapangkan kerja bagi warga Bontang.
“Mereka ini orang Bontang loh, masa kita mau putuskan sumber kehidupannya. Kecuali mereka orang luar mungkin hal wajar kalau di-PHK,” tandasnya.
Karenanya ia berharap, Pemkot Bontang dapat melihat persoalan ini dengan cara bijaksana.
Sementara, Wakil Ketua Komisi I Bilher Hutahaean menambahkan, Pemkot harus mencari solusi untuk menyelesaikan persoalan ini agar tidak berlarut-larut. Pasalnya, jika dibiarkan masalah ini akan berdampak pada persoalan hukum. Ia menyebut, uang perusahahaan berbeda dengan uang Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
Jika uang perusahaan diaudit oleh akuntan publik, uang APBD diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Bilamana terjadi ketidakcocokan dokumen, akan menjadi temuan hukum yang tentunya akan memberatkan bagi pemberi kerja dalam hal ini Pemkot Bontang dan penerima kerja PT Bumi Bangkirai Mandiri.
“Dokumennya ini ada perbedaan, yang diminta 86 tenaga kerja ternyata yang diterima 130. Ini kan bahaya. Pemkot harus merubah dokumen itu jika tidak ingin terjadi temuan hukum,” pungkasnya. (*/nug)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post