MANILA – ”Kencan” kedua antara Presiden AS Donald Trump dan Pemimpin Teringgi Korut Kim Jong-un itu tak semanis yang pertama. Tak ada jabat tangan perpisahan apalagi kesepakatan. Dengan kata lain tak ada apapun yang dihasilkan alias gagal. Pertemuan itu berakhir lebih cepat dari jadwal. Sebelum makan siang berlangsung, dua pemimpin tersebut meninggalkan Metropole Hotel.
Mandeknya pertemuan itu terjadi ketika Trump dan Jong-un mendiskusikan penghancuran fasilitas nuklir Korut di Yongbyon. Jong-un mau melakukannya tapi dia ingin agar sanksi pada negaranya dicabut lebih dulu. ”Ini semua tentang sanksi. Mereka (Korut Red) ingin sanksi dicabut seluruhnya dan kami tidak bisa melakukan itu,” ujar Trump dalam sesi konferensi pers seperti dikutip Reuters.
Saat Korut melakukan serangkaian uji coba misil balistiknya pada 2017 lalu, PBB dan AS menjatuhkan sanksi besar-besaran. Resolusi 2371 yang dikeluarkan pada Agustus 2017 berisi larangan ekspor batu bara, besi, timah dan makanan laut ke Korut. Jumlah warga Korut yang bekerja di luar negeri juga dibatasi. Para pekerja itu adalah sumber pemasukan bagi Pyongyang.
Ketika Korut tetap menguji coba misilnya, PBB kembali menjatuhkan sanksi pada bulan September di tahun yang sama. Penduduk Korut dilarang bekerja di luar negeri. Impor produk minyak bumi dan minyak mentah Korut dibatasi serta beberapa daftar larangan lainnya. AS di lain pihak mengancam bakal membekukan aset perusahaan, organisasi ataupun individu yang berdagang, menjual jasa dan teknologi ke Korut.
Sanksi-sanksi tersebut membuat Pyongyang kelimpungan. Karena itu mereka berharap banyak pada pertemuan antara Jong-un dan Trump. Pasca pertemuan di Singapura, Korut tak pernah lagi menguji coba misilnya. Mereka berulang kali minta agar sanksi-sanksi pada Pyongyang dicabut. Sayangnya AS tak pernah menggubris. Agaknya dalam pertemuan di Vietnam ini Jong-un menekankan hal tersebut dan Trump tetap kukuh dengan keputusannya. Tak ada pencabutan sanksi sebelum denuklirisasi dilakukan secara penuh.
”Kadang Anda harus pergi dan ini adalah salah satu momen untuk melakukannya,” ujar Trump. Namun sekali lagi dia menegaskan bahwa dirinya dan Jong-un “berpisah” baik-baik. Suami Melania itu menyatakan bahwa dia cukup senang sepanjang Korut tak menguji coba senjata nuklir maupun misil balistik interkontinentalnya. Pasca konferensi pers, Trump langsung bertolak ke Washington.
Terpisah Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengungkapkan bahwa AS dan Korut bisa kembali bertemu setelah ini. Tapi tidak dalam waktu dekat. Belum ada tanggal yang ditetapkan dan mungkin bakal memakan waktu.
”Kita lihat saja nanti, harus ada alasan untuk melakukan pembicaraan,” ujar Pompeo. Dia menegaskan bahwa baik Jong-un maupun Trump sudah memiliki itikad baik atas pertemuan kemarin. Hanya saja hasilnya memang di luar ekspektasi.
Kegagalan melahirkan kesepakatan menjadi pukulan bagi Trump. Jika saja pertemuan di Vietnam itu membuahkan hasil, maka setidaknya ada hal positif yang dibawanya pulang. Sebab di dalam negeri dia tengah menghadapi tekanan atas kesaksian mantan pengacaranya, Michael Cohen, terkait hubungan Trump dengan Rusia.
Para kritikus mempertanyakan persiapan pemerintahan Trump atas pertemuan yang gagal tersebut. Sebab jauh hari sebelum pertemuan itu, pembicaraan level menteri sederajat sudah dilakukan berkali-kali. Beberapa lainnya memperkirakan kegagalan itu karena gaya diplomasi angkuh yang biasa dilakukan Trump.
Kegagalan pertemuan itu memang cukup mengagetkan. Sebab Trump dan Jong-un tampak begitu dekat dan yakin bakal mencapai kata sepakat. Gedung Putih juga yakin akan ada acara penandatanganan kesepakatan. Kemarin pagi Jong-un bahkan sempat menggelar sesi tanya jawab dengan media. Itu adalah kali pertama dia melakukannya. Jong-un kala itu yakin pertemuan tersebut bakal membuahkan hasil.
”Jika saya tak ingin melakukannya, saya tidak akan di sini sekarang,” ujar Kim pada para jurnalis saat ditanya apakah dia siap menghancurkan senjata nuklirnya. Rencana deklarasi damai Korut dan Korsel juga serasa sudah menuhi udara tapi semuanya tiba-tiba lenyap.
”Itu artinya resikonya terlalu tinggi bagi dua pemimpin tersebut untuk memberikan pernyataan plin plan seperti yang mereka lakukan di Singapura,” ujar Peneliti Senior di Institute for National Security Strategy Lim Soo-ho.
Dia menegaskan bahwa tidak ada kesepakatan cukup mengagetkan. Tapi dia juga yakin dalam beberapa bulan kedepan mungkin kesepakatan itu akan dibuat. Tentunya yang jauh lebih konkrit dibanding di Singapura.
Kegagalan pertemuan itu sangat dirasakan oleh Korut. Nilai tukar mata uang dan pasar saham mereka langsung melemah. Korsel menyatakan kekecewaannya karena tak ada kesepakatan yang dibuat. Sama seperti Korut, Korsel juga menginginkan deklarasi perdamaian dua negara. (sha/jpg)