SAMARINDA – Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto masuk dalam wilayah yang tidak diperbolehkan untuk dijadikan lokasi tambang batu bara. Karena Tahura tergolong dalam kawasan yang dilindungi negara.
Namun demikian, tidak berarti para penambang batu bara kehabisan akal untuk “menjebol” pengawasan pemerintah dan aparat terhadap lokasi yang masuk kawasan Tahura. Sepanjang 2018, Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Wilayah Kaltim telah mengungkap tiga kasus tambang batu bara ilegal di Tahura.
“Tahun ini sudah ada tiga kasus tambang ilegal yang kami ungkap di Tahura. Kalau 2017, kami sedang pelajari, dalami, dan mencari data sebanyak-banyaknya,” ucap Kepala Gakkum LHK Kaltim Subhan, Rabu (3/10) kemarin.
Proses penindakan dan penangkapan terhadap penambang ilegal dilakukan atas pengaduan masyarakat. Setelah mendapat aduan warga, pihaknya bekerja sama dengan kepolisian dan TNI.
Sebanyak tiga orang pada pengungkapan pertama sedang disidang di pengadilan. Kemudian dua orang di pengungkapan kedua sedang dalam proses pengajuan di kejaksaaan. “Kami sedang bahas di internal. Nanti akan kami serahkan ke kejaksaan,” tuturnya.
Dalam penindakan terakhir pada 28 September lalu, Gakkum LHK Kaltim serta kepolisian dan TNI menangkap dua orang pemodal di balik tambang ilegal di Tahura.
“Jadi semua pelaku yang ditangkap ada tujuh orang. Sedangkan yang di lapangan, kami tidak tangkap. Mereka operator yang disuruh pelaku. Hanya aktornya saja yang kami tangkap. Mereka yang memodali tambang ilegal,” ucapnya.
Pada proses peradilan tujuh tersangka illegal mining tersebut, Subhan berharap dapat diberikan hukuman berat. Sehingga menimbulkan efek jera bagi pelaku. “Agar tidak ada lagi penambang ilegal di Kaltim. Kalau diberikan hukuman yang ringan, saya khawatir diikuti oleh yang lain. Jadinya ya nanti tetap ada tambang ilegal,” katanya.
Sejatinya, penambangan batu bara di Tahura dapat diminimalisasi dengan meningkatkan pengawasan. Namun kata Subhan, pihaknya tidak memiliki wewenang untuk mengontrol Tahura.
“Itu kewenangan UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah, Red.) Tahura Bukit Soeharto dari Dinas Kehutanan. Saya perhatikan, memang di sana agak lemah pengawasannya. Kami hanya mendapat laporan. Sehingga bisa menindak pelaku. Karena kami tidak memiliki teritorial,” sebutnya.
Dia menyebut, penghentian tambang ilegal di kawasan Tahuran dapat dilakukan dengan cara semua pihak bergandengan tangan dan serius menindak penambang ilegal.
Adanya tambang ilegal di Tahura muncul diduga karena pelaku tergiur dengan harga batu bara yang sedang naik di pasar global. Selain itu, akses untuk mengeruk emas hitam di kawasan itu tergolong mudah.
“Tetapi bisa saja ada motif lain. Kami tidak tahu pasti soal itu. Yang jelas dari data yang kami gali, mereka tergiur dengan keuntungan besar saat harga batu bara naik,” tutupnya. (*/um)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post