BONTANG – Saat hendak memasuki ruang persidangan Pengadilan Agama Bontang, Kamis (23/8) lalu, langkah Donwori –bukan nama sebenarnya—sempat terhenti. Sembari memanjatkan doa, ia berharap kasus yang telah membelenggunya cepat selesai.
Bagaimana tidak, pernikahannya dengan Sephia –bukan nama sebenarnya– tidak harmonis sejak awal mengikat janji. Bahkan selama tujuh tahun menikah, ia tak pernah “menyentuh” istrinya itu.
Kepada Bontang Post ia menceritakan masa lalunya yang dianggap kelam. Tujuh tahun silam, Donwori dipaksa menikah oleh keluarga Sephia. Ia pun tak mengerti kenapa terjadi pemaksaan, padahal belum berkeinginan membangun rumah tangga. “Hubungan saya dengan dia (sephia, Red.) baru seumur jagung saat itu. Saya saat itu baru pulang kerja, lalu diminta langsung ke Kantor Urusan Agama (KUA) untuk dipaksa menikah. Bahkan saya masih ingat pergi dengan memakai seragam kerja,” kata Donwori usai sidang.
Akibat desakan dari keluarga perempuan, ritual akad nikah tersebut tetap berjalan. “Padahal di pihak saya tidak ada saksi, tetapi saudaranya memaksa penghulu. Dan di peraturan pun diperbolehkan jika saksi dari pihak perempuan saja,” ungkap pria yang bekerja di salah satu perusahaan besar di Kota Taman ini.
Dua tahun pasca pernikahan, komunikasi Sephia dengan keluarga Donwori masih ada. Walaupun tidak intensif. Akan tetapi setelah itu Sephia pun tak pernah mengunjungi keluarga Donwori. “Kalau ada itikad baik pasti mendekatkan diri dengan keluarga saya. Dua tahun setelah menikah justru tidak pernah komunikasi, apalagi bertemu,” keluhnya.
Dikatakan Donwori alasan bercerai ialah tidak ada niat baik sejak awal pernikahan. Kini, ia mencoba untuk memperjelas statusnya. Buku nikah pun tidak pernah dia lihat.
Donwori pun mengusut alasan terjadinya pemaksan pernikahan. Rupanya kata dia, pernikahan ini dilandasi kemampuan ekonomi yang dimiliki Donwori. Mengingat dahulu Sephia meminta rumah ukuran 45 di salah satu kompleks perumahan di Kecamatan Bontang Utara agar menjadi miliknya. Saat pembelian rumah, status mereka masih berpacaran. Konon harga rumah tersebut mencapai Rp 200 juta saat dibeli pada tahun 2011. “Buktinya keterangan waktu di Izin Mendirikan Bangunan (IMB) saat itu saya belum menikah, di 2011,” paparnya.
Saat ini, kasus cerai talaknya masih ditangani Pengadilan Agama Bontang. Donwori pun telah membawa perkaranya ini ke pengadilan sebanyak lima kali. Namun terpental karena tidak adanya saksi saat pernikahan. “Nanti kalau dibatalkan saya tetap ajukan lagi. Karena saya ingin memperjelas status saya. Masalah biaya perkara tidak jadi masalah yang penting secara administrasi saya jelas,” sebutnya. (ak)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post