Jangan remehkan emak-emak. Meski tak lagi muda, bila niat demikian kerasnya, dedaunan berserakan bisa diubah jadi uang. Sebagaimana Rahmawati bersama kaum ibu di RT 07 Guntung yang sukses mengubah wajah kampung terkumuh menjadi terbersih, bahkan berprestasi tingkat nasional.
LUKMAN MAULANA, Bontang
Rahmawati tak menyangka gurauannya menjadi nyata. Perempuan berhijab ini mengenang betapa sampah dedaunan yang mengotori kampungnya sewindu lalu begitu membuat resah. Bagaimana tidak, daun-daun begitu banyaknya itu bercampur beragam sampah lainnya, menciptakan lingkungan tak sehat.
“Dahulu kami ibu-ibu duduk-duduk di bawah pohon, merumpi. Bergurau andaikan daun itu duit, pasti enggak akan berhamburan di tanah,” kisah Rahmawati.
Gurauan itu mengomentari kumuhnya lingkungan RT 07 Guntung yang terbilang parah. Sampai-sampai banyak warga terjangkit kudis pada rentang 2011-2012. Hampir semua warga di kampungnya terjangkit penyakit kulit yang disebabkan tungau tersebut. “Kebanyakan yang terjangkit itu anak-anak,” tuturnya.
Kala itu lingkungan RT sangat tercemar. Baik kondisi udara maupun airnya. Saking kumuhnya, RT 07 sampai diganjar “Black Award” di 2010 dari Pemkot Bontang, sebagai lingkungan terjorok di Bontang.
“Mereka buang sampah di mana saja. Bukan hanya plastik, kotoran ikan sampai limbah rumah tangga juga dibuang sembarangan. Belatung di sana-sini, beling di mana-mana. Sungai sampai dangkal dan sempit karena penuh sampah,” urai ibu dua anak ini.
Prihatin, Rahmawati mencoba berbuat sesuatu. Muncul ide mengadakan jadwal rutin menyapu lingkungan. Bersama ibu-ibu dasa wisma dengan kepedulian senada, Rahmawati mengutarakan niat tersebut kepada Ketua RT 07, Yunus. Ide itu disambut positif dan jadwal membersihkan lingkungan digulirkan di 2012.
Namun, upaya tersebut belum menggugah kesadaran warga. Malahan, Rahmawati sempat dicemooh. Meski demikian, semangatnya tak surut. Walaupun sebagian ibu-ibu di dasa wismanya belum semua mau menerima ajakan membersihkan lingkungan.
“Kalau mereka tidak mau, biar kami saja walaupun cuma bertiga. Kadang sampai sampah itu berulat, tetap kami angkut,” terang Rahmawati. Kepeduliannya ini lantaran bila muncul penyakit, semua warga berpotensi terjangkit. Bukan hanya kudis, juga demam berdarah dengue (DBD) dan penyakit lainnya.
Dari keaktifannya itu, Rahmawati mulai mengenal kompos. Sampah-sampah dedaunan dikuburnya, mengikuti pesan orang tua terdahulu. “Katanya bagus untuk pupuk,” tuturnya.
Hingga di 2013, Rahmawati ikut sosialisasi dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Bontang terkait kompos. Dari situlah dia mengerti tentang sampah organik dan anorganik. Istri dari Suardi ini mulai mempraktikkan pemilahan sampah di lingkungannya, lantas memendam sampah daun untuk dijadikan kompos.
“Setelah sebulan baru kami panen. Awalnya untuk pupuk tanaman di pekarangan rumah,” ungkap perempuan yang menetap di Guntung sejak 1990 ini.
Rahmawati kemudian mengetahui ada mesin pencacah daun yang menjadikan pembuatan kompos lebih cepat. Pihaknya lantas meminjam mesin tersebut dari DKP. “Kalau pakai mesin, dalam dua minggu komposnya sudah bisa dihasilkan,” jelasnya.
Sayangnya, pemakaian mesin tersebut hanya tiga bulan. Lantaran harus dikembalikan ke DKP. Ini membuat Rahmawati sedih. Hingga kemudian PT Pupuk Kaltim melihat aktivitas pencacahan daun tersebut. Rahmawati dan rekan-rekannya pun mengenal program corporate social responsibility (CSR) Pupuk Kaltim.
“Kami diminta membuat proposal. Dibantu Yayasan Bikal, kami mengajukan permohonan bantuan mesin pencacah daun,” ungkapnya.
Mesin yang diidam-idamkan itu kemudian terealisasi di penghujung 2014 melalui program “Kompos Berbasis Masyarakat” dari Pupuk Kaltim. Rumah produksi juga ikut dibangunkan. Kala itu, Rahmawati dan ibu-ibu dasa wisma baru membentuk Kelompok Usaha Bersama (Kube). Sehingga pembuatan kompos dilakukan di bawah bendera Kube Mekar Sari.
Pada 2015, kompos daun Kube Mekar Sari mulai dijual secara umum. Pembelinya dari Pupuk Kaltim maupun masyarakat sekitar. Pengolahan kompos ini perlahan berdampak pada lingkungan RT 07. Lantaran, kini sampah-sampah warga dapat dikumpulkan dan dipilah, dijadikan bahan baku kompos.
“Warga mulai sadar, mereka sudah menyimpan sampah di dalam wadah yang akan diambil petugas. Sekarang tidak buang sembarangan lagi,” ujarnya.
Alhasil, wajah RT 07 yang awalnya terkumuh berubah menjadi terbersih. Bahkan mendapat predikat RT terbaik se-kelurahan dan juara pertama PHBS se-Bontang di 2016. Berikutnya, sederetan prestasi direngkuh Rahmawati bersama Kube Mekar Sari. Mulai juara I Nasional Kube Berprestasi 2016 dan inspirator terbaik ajang Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (Puspa) Kaltim 2017.
Yang terbaru, Rahmawati menjadi terbaik II kategori perorangan dalam Indonesian Sustainable Developmet Goals Award (ISDA) 2018. Sementara Kube Mekar Sari mendapat predikat Gold ISDA 2018. “Ini berkat pembinaan dan pendampingan Pupuk Kaltim hingga Kube Mekar Sari mampu berkembang,” sebut Rahmawati.
Namun bukan penghargaan itu yang menjadi kebanggaan utamanya. Menurutnya, penghargaan tersebut merupakan bonus kerja keras Kube Mekar Sari. Perempuan kelahiran Marang Kayu ini mengaku bahagia karena mampu mengubah lingkungannya menjadi lebih baik.
Selain lingkungan bersih, kondisi ekonomi para anggotanya juga membaik. Melalui pengolahan kompos, jumlah warga miskin di RT 07 menjadi berkurang. Dari 30 orang di 2013, tinggal 13 setelah terlibat dalam Kube.
Selain pendapatan dari penjualan kompos, anggota Kube turut mendapat ilmu-ilmu lainnya. Misalnya dalam hal manajemen keuangan, salah seorang anggotanya yang berdagang kelontong kini bisa membeli rumah. Rahmawati sendiri banyak mengalami perkembangan diri sejak berkiprah dalam pengolahan kompos.
“Dahulu saya tidak bisa bicara di depan banyak orang untuk menyampaikan ilmu yang saya kuasai. Saya mulai belajar dan bisa seperti sekarang. Teman-teman lainnya juga sudah bisa sosialisasi tentang kompos ke RT-RT lain. Mereka bisa mengajak masyarakat berubah,” urainya.
Karenanya, Rahmawati berterima kasih pada Pupuk Kaltim. Menurutnya, Pupuk Kaltim banyak membantu Kube Mekar Sari berikut anggota-anggotanya yang kini berjumlah 23 orang. Bahkan Mekar Sari dipercaya memproduksi bahan baku pupuk Biotara.
“Kami jadi salah satu pemasok bahan baku Biotara untuk Pupuk Kaltim. Dari awalnya mitra binaan, kami dipercaya menjadi mitra bisnis perusahaan,” terang perempuan 44 tahun ini.
Kepercayaan ini menuntut Kube Mekar Sari memenuhi permintaan empat ton Biotara per bulannya. Malahan, pihaknya mendapat tawaran memasok satu ton bahan baku Biotara per harinya. Tawaran ini membuat Mekar Sari harus semakin profesional.
“Kami harus menyiapkan rekan kerja. Saya mulai berdayakan masyarakat sekitar Guntung, mulai bentuk kerja sama kelompok-kelompok yang mau memasok bahan kompos,” ungkap Rahmawati.
Saat ini, Kube Mekar Sari sedang berproses menjadi koperasi. Usia menginjak lima tahun menuntut kelompok ini mandiri. Perubahan kelembagaan juga untuk memperkuat legalitas kerja sama dengan Pupuk Kaltim.
“Harapannya setelah menjadi koperasi, semakin banyak mitra kerja memberi kepercayaan kepada kami,” sebut nenek satu cucu ini. “Yang pasti kami bekerja melakukan yang terbaik terlebih dahulu, insyaallah hasilnya juga terbaik,” pungkasnya. (***)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post