SANGATTA – Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Timur (Kutim) berencana menerapkan Peraturan Daerah (Perda) Depot Air Minum Isi Ulang (Damiu). Pasalnya dari sekira 500 Damiu di Kutim, tak lebih dari 200 depot yang sudah berizin. Sedangkan sisanya tak memiliki izin resmi.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kutim, Irawansyah mengatakan adanya Perda No 10 Tahun 2017 tentang penyelenggaraan depot air minum isi ulang, telah disosialisasikan pada pemilik depot air.
“Kami lakukan sosialisasi perda tersebut guna mengatur kewajiban serta sanksi bagi pemilik usaha Damiu atau air galon. Kami hanya ingin mereka mengetahui aturan baku dalam menjual air minum,” ujarnya saat ditemui di Hotel Royal Victoria, belum lama ini.
Dirinya menegaskan pada seluruh pemilik perusahaan depot air minum agar membuat perizinan dan sertifikat laik konsumsi. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat dapat mengonsumsi air minum yang bersih.
“Jika mereka tidak memiliki sertifikat, berarti wajar saja jika masyarakat masih ragu perihal kebersihan dan higienisnya,” ujarnya.
Dirinya memberikan waktu dua hingga tiga bulan lamanya tenggang waktu untuk pembuatan sertifikat kelaikan, terhitung sejak sosialisasi yang dilakukan pada 3 April 2018.
“Paling lama tiga bulan pasca sosialisasi, saya harap mereka dapat langsung mengurus sertifikat. Kami sadar, hingga saat ini masih belum memiliki alat uji lab. Jadi mereka harus mengurus ke provinsi melalui Dinkes,” tandasnya.
Ia meminta pada seluruh lapisan masyarakat agar mampu menjaga kualitas sumber air baku di Kutim.
“Tentu saja kita semua harus mampu menjaga kualitas air, terutama yang berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Karena tentunya aman untuk dikonsumsi,” katanya.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kutim, Bahrani mengatakan, tujuan Perda tersebut adalah untuk memantau, evaluasi, dan pengawasan terhadap usaha Damiu.
“Itu untuk melindungi masyarakat (konsumen) dari pengaruh buruk akibat konsumsi air minum, seperti kemungkinan resiko bawaan penyakit air,” ujarnya.
Menurut Bahrani hanya sekira 100 damiu di Kutim yang memiliki izin. Sekira 300 damiu lainnya tidak memiliki sertifikat. “Yang memiliki izin tidak mencapai 50 persen dari total data yang ada. Selebihnya belum melapor kepada kami,” tandasnya. (*/la)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: