Kisah Inspiratif Warga Bontang: Yulianda Hasbian (144)
Mengubah pola pikir masyarakat untuk berubah jadi lebih baik bukan hal yang mudah. Hal ini dipahami benar oleh Yulianda Hasbian. Namun justru itulah tantangan baginya dalam memberikan motivasi kepada para warga peserta Program Keluarga Harapan (PKH) yang ditanganinya.
LUKMAN MAULANA, Bontang
Menikah dengan sang suami, Yuniar Prasetyanto di tahun 2008 membawa Yulianda pindah ke Kota Taman. Dia pun menjalani perannya sebagai ibu rumah tangga dan mengurus putra semata wayangnya, Naufal Tsaqif. Hingga kemudian di tahun 2013, ketika membantu dokumentasi dalam kegiatan outbound di Samarinda, dia mendapat informasi tentang lowongan pendamping PKH.
“Waktu itu yang jadi peserta outbound dari operator dan pendamping PKH Samarinda. Nah, dari situ saya dapat informasi adanya lowongan pendamping PKH di Bontang,” kisah Yulianda saat ditemui media ini, Senin (23/1) kemarin.
Berikutnya, Yulianda lolos dalam seleksi pendamping PKH di Bontang dan mulai aktif mengawal program Kementerian Sosial (Kemensos) RI ini. Saat pertama menjadi pendamping PKH, Yulianda menangani para peserta PKH atau yang dikenal dengan sebutan keluarga penerima manfaat (KPM) di wilayah Guntung dan Loktuan. Pekerjaan di lapangan membuat Yulianda tertarik menekuni profesi pekerja sosial ini.
“Saya memang suka pekerjaan di lapangan. Saat kuliah dulu saya aktif di berbagai kegiatan lapangan. Saya pernah ikut pencinta alam dan juga sempat jadi atlet panjat tebing di Samarinda,” kenangnya.
Aktif dalam berbagai kegiatan di bangku kuliah membuat Yulianda Hasbian akrab dengan pekerjaan lapangan. Karena itu, kegiatannya sebagai pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Bontang pun dijalaninya dengan senang hati.
PKH sendiri merupakan program tunai bersyarat yang sasarannya keluarga miskin dengan komponen-komponen tertentu. Program ini memiliki target menghapuskan rantai kemiskinan pesertanya. Sebagai pendamping PKH, tugas Yulianda meliputi verifikasi, pemutakhiran data, pertemuan dengan peserta PKH, kunjungan ke sekolah dan posyandu, serta koordinasi dengan instansi-instansi terkait.
“Kadang di luar tugas tersebut ada juga masalah-masalah lain yang perlu ditangani. Baik masalah dari peserta PKH atau dari luar PKH,” tambah Yulianda.
Dengan konsep-konsep yang dimiliki, lulusan Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman ini menyebut PKH sebagai program unggulan. Karena merupakan program penanganan kemiskinan yang memiliki pendampingan. Dengan pendampingan, diharapkan bisa mengubah pola pikir masyarakat. Walaupun diakui Yulianda, tidak mudah menghadapi berbagai karakter warga yang menjadi peserta program ini.
“Karena dalam program ini masyarakat harus aktif untuk mengubah nasib mereka. Nah, tugas saya adalah memberikan motivasi kepada mereka apabila mereka tidak aktif dalam kewajiban-kewajiban yang harus mereka lakukan dalam program ini,” jelasnya.
Kata dia, untuk mengubah pola pikir masyarakat ini tidak bisa hanya dengan sekali motivasi. Melainkan harus dilakukan terus-menerus. Pemberian motivasi bukan hanya di forum pertemuan, melainkan juga dilakukan secara individu. Dalam hal ini, dia sebagai pekerja sosial dituntut untuk bisa sabar dan tidak boleh mengeluh.
“Alhamdulillah dengan sendirinya mereka bisa sadar. Yang awalnya tidak aktif datang ke posyandu, setelah saya kunjungi dan saya dampingi, kini bisa menjadi sadar. Bahkan sudah ada yang merasa mampu. Saya senang bila bisa membantu memotivasi klien saya keluar dari kemiskinan,” terang Yulianda.
Salah satu motivasi yang diberikannya adalah motivasi melanjutkan pendidikan. Yulianda bercerita, banyak anak dalam keluarga peserta PKH yang putus sekolah. Menyadari pentingnya pendidikan bagi anak-anak yang juga bagian dalam PKH, Yulianda pun getol memperjuangkan pendidikan mereka. Memang bagi Yulianda, pendidikan adalah hal penting dalam kehidupan. Karena dia meyakini, pendidikan bisa mengubah nasib seseorang.
“Saya memotivasi mereka agar bersekolah kembali. Kalau yang sudah tidak bisa bersekolah formal, saya arahkan ikut paket kesetaraan. Alhamdulillah anak-anak yang putus sekolah tersebut kini mulai bersekolah kembali,” terang perempuan kelahiran Sanga-Sanga, 39 tahun lalu ini.
Performa Yulianda sebagai seorang pendamping PKH terbilang menawan. Ini bisa tergambar dari keberhasilannya terpilih sebagai pendamping PKH teladan tingkat Kaltim tahun 2014. Meski begitu Yulianda tetap rendah hati. Menurutnya, semua pendamping PKH di Bontang adalah yang terbaik. Kebetulan saja dia yang dipilih untuk mewakili Bontang di tingkat provinsi.
“Semuanya terbaik. Karena masing-masing pendamping punya program mereka sendiri. Kebetulan saja saya yang dipilih mewakili Bontang,” tambahnya.
Yulianda sendiri saat ini juga memiliki program khusus bagi para peserta PKH binaannya. Yaitu program cooking day di Loktuan yang ditujukan untuk memberikan pelatihan memasak kepada kaum ibu. Sehingga memiliki keahlian yang bisa dimanfaatkan untuk kegiatan usaha. Bukan hanya pelatihan memasak, dalam program ini kaum ibu dari keluarga miskin juga diajari tentang bagaimana proses penjualan dari hasil masakannya.
“Untuk program ini saya memanfaatkan teman-teman yang memiliki keahlian di bidang memasak untuk mau mengajarkan kepada ibu-ibu dalam PKH. Juga untuk berbagi pengalaman tentang berbisnis makanan,” urai Yulianda.
Selama menjadi pendamping PKH, berbagai pengalaman menarik, suka maupun duka telah dirasakan Yulianda. Pernah suatu ketika terjadi pengalaman mendebarkan ketika akan melakukan verifikasi dan pertemuan di Pulau Gusung, Guntung. Kala itu kapal yang yang ditumpanginya bersama rombongan guru terjebak badai dan terhenti di tengah laut. Parahnya lagi, lantai kapal mengalami kebocoran.
“Sempat khawatir. Tapi saya tawakal kepada Allah. Sayapercaya motoris yang menjalankan kapal bisa mengatasinya. Alhamdulillah berhasil sampai tujuan dengan selamat,” ungkap pehobi olahraga yang sempat bercita-cita menjadi wartawan ini.
Kini, Yulianda menangani 221 KPM peserta PKH di wilayah Loktuan. Meski terbilang banyak, namun bukan menjadi masalah baginya berkat manajemen waktu yang baik. Dia pun memegang prinsip pantang mengeluh dan pantang mengungkit setiap perbuatan yang pernah dilakukannya. Karena menurutnya apa yang dikerjakannya murni diniatkan untuk ibadah.
“Tidak boleh mengeluh, semuanya harus diniatkan karena Allah. Setiap yang saya hadapi adalah konsekuensi dari pekerjaan saya. Setiap masalah yang ada, saya jadikan tantangan untuk diselesaikan. Alhamdulillah suami saya mendukung dan waktu untuk keluarga juga tidak terganggu. Pintar-pintar membagi waktu saja,” tegas anak ketiga dari empat bersaudara ini. (bersambung)
Nama: Yulianda Hasbian
TTL: Sanga-Sanga, 20 Maret 1977
Orangtua: Hasbian (ayah), Arna (ibu)
Suami: Yuniar Prasetyanto Aji
Anak: Naufal Tsaqif
Pendidikan:
- SDI Tharbiyatul Athfal Samarinda
- SMPN 9 Samarinda
- SMA Mulawarman Samarinda
- Universitas Mulawarman Samarinda Fakultas Pertanian HPT 96
Alamat: Perum BSD Jalan G Egong Nomor 5
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post