BONTANG – Dugaan adanya rangkap jabatan di salah satu anak perusahaan Perusda AUJ semakin mempertegas kesemrawutan dalam tata kelola perusahaan. Bukan hanya dua, bahkan salah satu Direktur anak perusahaan dari Perusda AUJ tersebut menjabat hingga tiga posisi sekaligus yang tergolong “strategis”. Meliputi direktur, manajer, dan kepala divisi. Kondisi ini terjadi sebelum kasus korupsi Perusda AUJ diungkap oleh Jaksa Penyidik hingga beberapa saat sesudahnya.
Hal ini terungkap jelas dalam proses persidangan kasus dugaan korupsi di Perusda AUJ, beberapa hari lalu. Ahli Hukum Pidana dari Universitas Brawijaya Malang Prija Djatmika mengatakan modus seperti itu menabrak pasal 3 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
“Itu tidak sesuai dengan prosedur. Memenuhi unsur tipikornya,” kata Prija.
Pada pasal 2 dan 3 regulasi itu berbunyi tindak pidana korupsi terjadi bila ada pihak dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, dengan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan/ jabatan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Menyebabkan kerugian negara atau perekonomian negara. Ancaman hukumannya ialah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun (pasal 2) serta satu tahun (pasal 3) dan paling lama 20 tahun.
Senada, Ahli Hukum Perusahaan dari kampus yang sama, Iwan Permadi menyebut rangkap jabatan menabrak regulasi perundang-undangan. Sanksi bila dilakukan bentuknya administratif. Berupa pencopotan jabatan dari direksi perusahaan pelat merah. Tetapi seperti dikatakan oleh Ahli Pidana sudah memenuhi unsur tipikor maka dapat dilakukan sanksi sesuai dengan ketentuan tipikor.
Namun, ahli menerangkan beberapa kondisi rangkap jabatan diperkenankan terjadi. Terutama jika ada posisi di perusahaan milik negara yang membutuhkan ahli spesifikasi khusus. Misalnya perusahaan yang bergerak di pembuatan produk militer (Pindad), Direksinya diperkenankan jika orang itu berstatus anggota TNI aktif yang pengangkatannya disesuaikan dengan mekanisme yang ada di TNI itu sendiri biasanya dikenal dengan sebutan “dikaryakan” atau “diperbantukan”.
Akan tetapi, jika bidangnya tidak spesifikasi khusus tentunya dilarang. Mengingat masih banyak orang yang bisa berperan di bidang tersebut berdasarkan keilmuan atau keahlian yang dimiliki. Pasalnya, rangkap jabatan selaras adanya konflik kepentingan. Implikasinya adalah tata kelola perusahaan menjadi semrawut dari adanya unsur kesengajaan itu.
“Ujung-ujungnya ada kerugian negara. Karena Perusda AUJ ini sumber modalnya dari penyertaan modal yang berasal dari APBD Bontang,” terangnya.
Apalagi jabatan yang diemban merupakan posisi strategis untuk memeperoleh keuntungan atau memperkaya diri. Menurutnya, penunjukan dirinya sendiri karena sebelumnya telah menjabat posisi teratas mempertegas anehnya tata kelola perusahaan tersebut.
“Itu tidak lazim dalam hukum perusahaan,” sebut dia.
Meskipun Direksi tersebut itu mengatakan telah konsultasi dengan direktur utama induk perusahaan. Tetapi hingga kini tidak ada bukti secara tertulis.
“Bisa saja kepepet bilang seperti itu. Toh, kalau sudah konsultasi dan disetujui itu tetap tidak diperkenankan,” pungkasnya. (*/ak/kpg)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post