bontangpost.id – Batas akhir penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), akan berakhir pada Jumat (31/3) besok. Namun belum semua harta kekayaan, khususnya milik kepala daerah di Kaltim untuk laporan periodik 2022, bisa diakses.
Baru laporan kekayaan milik Wali Kota Bontang Basri Rase dan Bupati Penajam Paser Utara (PPU) Hamdam, yang bisa diakses. Selebihnya masih mengacu pada laporan kekayaan periodik 2021 yang dilaporkan pada triwulan pertama 2022.
Pada laporan harta kekayaan periodik 2022, Basri Rase memiliki harta Rp 4,23 miliar. Sedangkan Hamdam, memiliki harta kekayaan senilai Rp 13,59 miliar.
Sementara itu, dari laporan harta kekayaan kepala daerah lainnya masih mengacu pada periodik 2021, Menjadikan Bupati Mahakam Ulu (Mahulu) Bonifasius Belawan Geh sebagai kepala daerah dengan harta kekayaan paling banyak di Kaltim. Jumlah harta kekayaannya sebesar Rp 25,6 miliar.
Selanjutnya, Wali Kota Samarinda Andi Harun (Rp 24,97 miliar), Bupati Berau Sri Juniarsih Mas (Rp 22,38 miliar), Wali Kota Balikpapan Rahmad Mas’ud (Rp 11,68 miliar), Bupati Kukar Edi Damansyah (Rp 6,79 miliar), Bupati Paser Fahmi Fadli (Rp 5,29 miliar), Bupati Kubar FX Yapan (Rp 4,97 miliar), dan Bupati Kutim Ardiansyah Sulaiman (Rp 4,55 miliar).
Dalam laman resminya, Komisi Pemberantasan Korupsi menyampaikan jika hingga 28 Maret 2023, kepatuhan pelaporan LHKPN mencapai 91 persen. Dari 372.649 wajib lapor, masih ada sejumlah 33.026 wajib lapor (9 persen) yang belum memenuhi kewajibannya melaporkan LHKPN.
Dari 34 provinsi di Indonesia, sembilan provinsi telah memenuhi kewajiban pelaporan LHKPN 100 persen. Dari daftar sembilan provinsi itu, tidak terdapat Kalimantan Timur. Sembilan provinsi itu adalah Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sulawesi Barat, Kalimantan Barat, Aceh, Jawa Barat, dan Bali.
“KPK mengingatkan kepada para penyelenggara negara ataupun wajib lapor yang belum menyampaikan LHKPN-nya untuk segera melapor sebelum batas waktu 31 Maret 2023,” demikian pesan KPK dikutip dari laman resminya kemarin.
Menurut pengamat hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Herdiansyah Hamzah, LHKPN merupakan media untuk mengukur kewajaran lalu lintas kekayaan pejabat dan penyelenggara negara. Sehingga, jangan dipandang bahwa LHKPN sebatas formalitas untuk memenuhi kewajiban secara administratif semata.
“Dan jangan sampai selesai laporan, dianggap semua selesai begitu saja,” katanya.
Pria yang akrab disapa Castro ini melanjutkan, LHKPN juga semestinya diposisikan sebagai sarana bagi publik, untuk mengawasi penyelenggara negara. Jika ada indikasi ketidakwajaran peningkatan harta kekayaan secara tidak wajar, maka harus dipertanggungjawabkan.
“Ini fungsi pokok dari LHKPN. Untuk itu, setiap penyelenggara negara, wajib menyampaikan LHKPN sebelum, selama dan setelah masa jabatan sebagai penyelenggara negara,” ucap pria berkacamata ini.
Terkait dengan peningkatan harta kekayaan pejabat atau penyelenggara negara secara tidak wajar atau illicit enrichment, lanjut Castro, memang belum ada aturannya secara spesifik. Tetapi bukan berarti aparat penegak hukum, seperti KPK atau kejaksaan tidak melakukan apa-apa. Mereka bisa masuk dan menyelidiki hal tersebut dengan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU.
“Di samping itu, RUU perampasan aset juga mendesak untuk segera disahkan. Agar peningkatan kekayaan penyelenggara negara secara tidak wajar dan tidak bisa dipertanggungjawabkan asal usulnya. Bisa langsung dirampas oleh negara,” terang dia. (kip/riz2/k8)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post