SAMARINDA – Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pecinta Alam (Gempa) mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltim segera menutup kegiatan tambang ilegal. Desakan tersebut disampaikan mahasiswa saat mengelar aksi di depan kantor Pemprov Kaltim, Rabu (28/3) kemarin.
Menurut mahasiswa, aktivitas pertambangan yang terlampau masif, di antaranya di Samarinda, Kutai Timur (Kutim), dan Kutai Kartanegara (Kukar) misalnya, telah memberi dampak pada rusaknya ekosistem lingkungan. Akibatnya bahkan terjadi bencana banjir bandang di setiap tahunnya.
“Hentikan sekarang juga pemberian izin pertambangan. Tambang-tambang ilegal di Kaltim harus segera ditertibkan dan ditindak. Jangan biarkan anak cucu ke depan yang menanggung risiko akibat ulah mereka,” kata koordinator aksi Gempa, Alfin.
Aksi bertajuk hari karts sengaja dilaksanakan Gempa sebagai sindiran kepada pemerintah. Di sisi lain, gerakan tersebut sebagai wujud kepedulian mahasiswa terhadap pentingnya menyelamatkan Kaltim dari kerusakan alam. Baik oleh kegiatan pertambangan maupun perkebunan kelapa sawit.
Selain itu, melalui aksi kemarin Gempa secara tegas menolak rencana Pemprov Kaltim membuka pabrik semen di kawasan karst. Mahasiswa menilai tindakan tersebut secara tidak langsung dapat merusak eksosistem lingkungan dan karts di daerah setempat.
“Kami menilai pemerintah tergila-gila dalam menerbitkan izin untuk mendirikan pabrik. Maupun melakukan kegiatan pertambangan di kawasan karst, terutama dalam tiga tahun terakhir,” katanya.
Pada kesempatan itu, mahasiswa mendesak agar Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak tidak terus mengobral pemberian izin pendirian pabrik semen di kawasan karst. Mahasiswa mengancam akan melakukan aksi yang lebih besar lagi jika pemerintah memaksanakan masuknya izin pabrik semen.
Pasalnya Pemprov Kaltim berencana melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap izin penambangan karst sebagai bahan baku pembuatan semen. “Ini terlihat dari jumlah izin tambang dan pabrik (batu gamping, batu kapur), sebanyak 14 IUP di kawasan lindung geologi Karst Sangkulirang seluas 307 hektare,” ungkapnya.
“Itu belum termasuk HPH dan HTI. Kalau dijumlah ada 37 izin perusahaan. Ini akan mempengaruhi kebutuhan hidup dan ekonomi masyarakat di sekitar kawasan ekosistem karst. Seperti hilangnya sumber mata air, lahan pertanian, situs pariwisata akan rusak, bahkan menghilang,” tegasnya menyambung.
Tak hanya itu, Gempa menyoroti pemberian izin pertambangan oleh Pemprov Kaltim terkesan dilakukan tanpa kajian dan analisis yang mendalam. Terutama kajian Analisis Masalah Dampak Lingkungan (Amdal) maupun Analisis Dampak Lingkungan (Andal).
“Amdal yang ada sekarang hanya dibuat sealakadarnya. Kebanyakan pengusaha pertambangan setelah mendapatkan Izin Usaha Pertambangan (IUP), mereka tidak menjalankan Amdal-nya dengan baik. Akibatnya, polusi udara, banjir terjadi setiap tahunnya,” pungkas Alfian. (*/aj)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: