Sengkarut Kenduri Demokrasi di Pelosok Kutim
Pesta demokrasi tingkat desa digelar serentak di Kabupaten Kutai Timur (Kutim), 20 Desember 2016 lalu. Ada yang menerima dan menolak. Dari 77 desa di 17 kecamatan, sebagian ketahuan siapa pemenangnya. Namun, ada juga yang masih dalam proses penyelesaian sengketa.
Salah satu yang menohok adalah Desa Tepian Langsat, Kecamatan Bengalon. Sebagai informasi, desa tersebut diklaim sebagai salah satu yang tertua. Berdiri sejak zaman Belanda atau sekira 1917 lalu. Saat ini, kawasan itu dipenuhi oleh kebun sawit.
Desa yang berjarak sekitar 25 kilometer dari pusat kecamatan atau 100 kilometer dari ibu kota kabupaten ini memang agak terpencil. Akses ke sana susah. Jika musim hujan, butuh perjuangan dan air mata unti bisa sampai ke sana. Celakanya, jalanan berlumpur itu merupakan satu-satunya akses ke sana. Sinyal seluler pun susah.
Namun, akhir-akhir ini Tepian Langsat menjadi buah bibir. Penyebabnya adalah pemilihan kepala daerah (pilkades). Tak tanggung-tanggung, dari lima calon kepala desa (kades), empat di antaranya menolak pilkades. Mereka adalah Hartono, Riduan, Masdari Kidang, dan Solihin. “Pesta kemenangan” Zaki Hamsah pun tertunda.
Informasi yang beredar, dari tujuh hasil pilkades, hanya enam yang hasilnya ditetapkan pemerintah. Sedangkan Tepian Langsat menunggu masalahnya selesai. Apalagi, sebelumnya Bupati Kutim Ismunandar telah memerintahkan panitia pelaksana tingkat kabupaten, untuk mengumpulkan bukti, serta menelusuri semua laporan yang diterima.
Kini tugas berat dipikul Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) yang sebelumnya bernama Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintah Desa (BPMPD). Mereka dituntut untuk menyelesaikan carut-marut pilkades. Perkara ada atau tidaknya pelanggaran, tentunya tergantung dari hasil penyelidikan.
Hartono, mewakili calon kades lainnya memilih blak-blakan kepada Bontang Post (Radar Kutim). Ditemani keluarga dan rekan-rekannya, dia pun membeber bukti dan data dugaan kecurangan. Semuanya dia susun rapi. Mulai dari DPT berbagai versi, surat keberatan dari ketua RT, hingga tuntutan pilkades ulang yang mendapat disposisi Bupati Kutim.
Kepada media, dia menegaskan, mestinya panitia menggelar pilkades sesuai Peraturan Bupati (Perbup) Kutim Nomor 16 Tahun 2016 tentang Mekanisme Pilkades. Menurutnya, banyak kecurangan yang terjadi di Pilkades Tepian Langsat. Sehingga, dianggap merugikan calon lainnya.
“Panitia tidak melakukan tahapan pilkades sesuai perbup dan aturan yang berlaku. Banyak kecurangan dan pelanggaran yang dilakukan oknum panitia pilkades, sehingga merugikan para calon kades,” tegas Hartono, Sabtu (7/1) lalu di Sangatta.
Dia juga menyebut, daftar pemilih tetap (DPT) tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat. Sehingga tidak tahu apakah terdaftar sebagai pemilih atau tidak.
“Salah seorang calon, Solikin malah mendapatkan DPT Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) Kutim 2015, sehingga banyak perbedaan nama pemilih. Setelah dicek lagi, ternyata setiap calon mendapatkan data DPT yang berbeda-beda, bahkan tidak sama dengan jumlah undangan. Makanya kami curiga dan mendesak pemerintah untuk mengusut kasus ini,” katanya.
Bahkan, klaim dia, banyak warga yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) Tepian Langsat tidak terdaftar di DPT, sehingga kehilangan hak suaranya. Pleno DPT pun juga tidak ada.
“Kami menduga ada manipulasi data. Bahkan, satu RT (RT 5, Red.) yang jumlah warganya sekitar 160 orang, tidak masuk dalam DPT dan tidak bisa menggunakan hak suara. Bukan hanya itu, validasi data dari ketua RT 8 diabaikan oleh panitia. Yang paling parah, orang meninggal juga masuk DPT. Orang luar Tepian Langsat pun juga masuk DPT,” sesalnya.
Hal itu diperkuat dengan keberatan dari lima RT yang menolak DPT dan meminta pilkades ulang. “Lima RT tidak pernah dilibatkan dalam verifikasi DPT. Mereka (lima ketua RT, Red.) sudah membuat surat pernyataan menolak hasil pilkades,” ujarnya.
Protes terhadap pilkades dilayangkan ketua RT 3 Muh Asmui, ketua RT 5 Asnan Anigara, ketua RT 6 Hendrikus K, ketua RT 7 Unding, dan ketua RT 10 Suprianto. Bahkan nama terakhir, tidak terdaftar sebagai DPT.
Dugaan adanya gratifikasi juga menyeruak di Pilkades Tepian Langsat. “Ada salah satu calon minta DPT tapi dipersulit oleh oknum panitia. Tapi setelah memberikan uang Rp 2 juta, salah satu calon tersebut baru mendapatkan DPT,” kata Hartono.
LAPORKAN DUGAAN PIDANA
Tak hanya mencari kebenaran ke pemerintah. Hartono dan kawan-kawan berencana melaporkan dugaan kasus pidana dalam pilkades di daerahnya ke Mapolres Kutim. “Insya Allah besok (hari ini, Red.) kami akan laporkan ke polisi,” katanya.
Beberapa dugaan unsur pidana pun menyeruak. Mulai dari dugaan penipuan hingga pemalsuan. “Setelah melapor, selanjutnya kami serahkan ke aparat kepolisian untuk menyelidikinya. Proses hukumnya kami percayakan sepenuhnya kepada penegak hukum,” bebernya.
Dengan berbagai argumen dan bukti-bukti, empat calon kades pun mengklaim siap mencari kebenaran. “DPT harus dibenahi, perangkat diperbaiki, setelah itu pilkades ulang yang fair dan sportif,” sahut Riduan.
Sengkarut Pilkades Tepian Langsat juga menuai sorotan dari berbagai pihak. Beberapa waktu lalu, ketua Lembaga Pemantau Penyelenggara Negara Republik Indonesia (LPPNRI) Kutim, Yusdinarto Supu juga menilai, penyelenggara pilkades diduga tidak transparan terhadap empat calon kades.
Dari hasil temuannya, pendistribusian DPT belum sesuai harapan. Sebab, terdapat data yang berbeda-beda diberikan kepada empat calon kades. Bahkan, semuanya tidak memiliki tanda tangan atau stempel panitia.
“Jelas ada kejanggalan karena satu RT tidak memiliki DPT bahkan salah satu calon tidak memiliki DPT dan tidak memberikan hak suaranya,” bebernya.
Di samping itu, kata dia, DPT yang didistribusikan hanya 50 persen dari 1.360. Sisanya tidak dapat dibagikan karena sebagian warga yang masuk dalam daftar sudah tidak berada di tempat dan meninggal dunia. Namun faktanya, mereka masih terdaftar dalam DPT.
“Yang paling ganjil dan tidak bisa diterima akal itu, pendaataan yang dilakukan ketua RT ke warganya tidak ada yang masuk dalam DPT. Kan bisa jadi panitia ini tidak mendata ulang dan tidak menyetor data,” katanya.
POLRES PASTIKAN AMAN
Di sisi lain, Polres Kutim memastikan jika kondisi di Tepian Langsat kondusif pasca-pilkades. Kepastian itu disampaikan Kabag Ops Polres Kutim, Kompol Bambang Herkamto ketika dikonfirmasi lewat telepon gengamnya.
“Saya kira tidak ada masalah apapun lagi terkait pelaksanaan pilkades serentak yang telah dilaksanakan akhir tahun lalu. Kan Bupati juga sudah menyetujui dan menandatangani hasil pilkadesnya,” tutur Herkamto, Minggu (8/1) kemarin.
Herkamto juga memastikan, tidak ada pengerahan personel kepolisian ke tempat pelaksanaan pilkades. “Saya pastikan, sejauh ini semuanya berjalan aman dan baik,” tegasnya.
Meski begitu, diakuinya, dari 77 desa yang telah mengikuti pilkades serentak, ada salah satu desa di Kecamatan Muara Bengkal yang dipastikan ditunda. Namun dirinya mengaku lupa nama desanya. “Kalau enggak salah, memang ada satu desa di Muara Bengkal yang hasil pilkades-nya ditunda sampai dua tahun ke depan,” ujarnya. (drh/dy/gun)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post