SAMARINDA – Penyematan kota tidak layak huni yang disandang Kota Tepian oleh Kementerian Agraris membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda geram. Pemkot Samarinda menilai predikat tersebut tidak berdasar. Pasalnya, dari sisi sarana dan prasarana, Samarinda sudah jauh maju dari kota-kota lainnya.
Sebelumnya, Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) Indonesia melalui Kementrian Agraria merilis hasil survei yang mereka lakukan belum lama ini, terkait kota layak huni dan tidak. Dari hasil itu, ada 11 kota paling tidak nyaman di Indonesia. Kota Samarinda adalah salah satunya. (lengkap lihat grafis).
Survei yang dilakukan IAP diambil dari hasil wawancara terhadap 200 warga yang tinggal di Kota Tepian. Samarinda menduduki posisi ke tiga dengan nilai 56,9 persen. Terdapat beberapa aspek yang dinilai dalam survei tersebut. Antara lain, tempat ibadah, air bersih, pendidikan, fasilitas kesehatan, pangan, penataan PKL, dan transportasi.
Terkait itu, Sekretaris Kota (Sekkot) Samarinda, Sugeng Chairuddin mempertanyakan barometer penilaian yang dilakukan IAP dalam mengambil kesimpulan. Menurutnya, jika Samarinda masuk dalam jajaran kota tidak layak, maka tidak akan ada orang yang mau berkunjung di Kota Tepian.
“Nyatanya angka migrasi penduduk di sini sangat tinggi. Ekonomi tumbuh. Pendidikan tumbuh. Fasilitas kesehatan juga tumbuh. Di mana letak tidak nyamannya kota Samarinda, jika fasilitas-fasilitas yang ada tersedia dengan baik?” tanya Sugeng, Sabtu (3/2) lalu.
Dia menyebut, hendaknya dalam melakukan survei harus merepresentasikan kenyataan di Samarinda. Jika hanya mengambil satu sisi, maka bisa saja Samarinda disebut kota tidak layak huni. Sedangkan kota ini mengalami perkembangan dari aspek ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
“Di sini semua aspek itu tumbuh terus. Nah kalau namanya tidak layak, orang tidak akan senang datang ke sini, tapi buktinya orang banyak mencari nafkah di sini. Kalau sebaliknya, orang banyak pergi dari Samarinda, boleh saja itu disebut tidak layak,” ujarnya.
Walaupun dirinya keberatan dengan hasil penelitian yang dilakukan IAP, Sugeng tidak ingin larut atau berpolemik dengan predikat tersebut. Meski begitu, Sugeng menyebut, hasil penelitian tersebut bisa dijadikan referensi untuk lebih meningkatkan pembangunan Samarinda dari aspek pendidikan, ekonomi, kesehatan, budaya, infrastruktur, dan aspek-aspek pendukung lainnya.
“Bebas saja orang melakukan penelitian. Penelitian itu tidak masalah. Bagus saja adanya penelitian itu untuk dijadikan bahan evaluasi. Bisa jadi cambuk bagi pemerintah untuk melakukan perbaikan ke depan,” katanya. (*/um/drh)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini: