bontangpost.id – Praktik pungutan liar (Pungli) diduga terjadi di Pasar Taman Rawa Indah (Tamrin) Bontang, Kaltim. Tidak tanggung-tanggung, bukan hanya satu item yang diduga jadi lahan pungli, tapi empat sekaligus; air, listrik, petugas kebersihan, dan penggunaan toilet di pasar. Parahnya lagi, kondisi ini disinyalir sudah terjadi sejak Pasar Tamrin mulai ditempati pedagang, Juli 2020 lalu.
Koordinator pedagang ayam Pasar Tamrin Nasir menjelaskan, sekitar Maret 2021 lalu, pihak UPT Pasar sempat memberitahukan pedagang bila tagihan air dan listrik pasar membengkak. Untuk air Rp 26 juta, listrik Rp 90 juta. Ini tunggakan tagihan sejak pasar dioperasikan, Juli 2020 hingga penghujung Maret 2021, kata Nasir.
”Kami (Ketua koordinator pedagang) dikumpulkan, terus rapat. Ini ada tunggakan air listrik. UPT Pasar tidak bisa bayar karena tidak ada anggarannya. Jadi minta kami urunan,” beber Nasir ketika disambangi bontangpost.id di kiosnya, Kamis (3/6/2021) siang.
Dari kesepakatan itu, pedagang diminta membayar iuran. Besarannya berbeda. Tergantung jenis dagangan. Untuk pedagang ayam dan ikan, ditarik Rp 5 ribu per hari. Ini bila mereka hanya menggunakan satu lampu saja. Bila memakai dua balon lampu, ditambah Rp 2 ribu, jadi yang mesti dibayar Rp 7 ribu. Kalau pakai satu lampu, ditambah satu kulkas, harus bayar Rp 7 ribu. Ini untuk sehari. Meski disebut untuk pembayaran ”listrik’, tapi ini sudah termasuk untuk bayar air dan petugas kebersihan. Adapun pedagang yang terdata sebanyak 76 pedagang, namun yang aktif sebanyak 38.
”Beda-beda. Hasil kesepakatan kami begitu. Mending bayar daripada gelap di sini (pasar). Siapa mau belanja nanti. Begini saja sudah sepi,” ujarnya.
Hal ini dibenarkan Koordinator Pedagang Daging Sapi Ridwan. Dia bilang pedagang sapi yang jumlahnya 12 orang diminta membayar Rp 4 ribu per hari. Tarikan itu memang disepakati lantaran mereka merasa tak memiliki pilihan lain; menolak tapi dengan konsekuensi air dan listrik diputus. ”Mending bayar kalau gitu,” katanya.
Ketika rapat besaran tarikan, kata Ridwan, UPT Pasar tidak menunjukkan besaran tagihan air dan listrik kepada pedagang. Tiba-tiba saja UPT Pasar bilang ada tunggakan tagihan. Tanpa ada bukti yang menguatkan.
”Enggak ada, sih. Tidak ada juga kami minta,” bebernya.
Seiring berjalannya waktu, ketika tarikan harian berjalan, UPT Pasar juga tidak pernah melaporkan besaran tarikan yang dikumpulkan. Pun tidak pernah menunjukkan berapa besaran komponen air dan listrik yang dibayarkan. Padahal tarikan itu sudah berjalan sejak Maret 2021.
”Mana ada laporannya. Ya, kami cukup bayar (iuran) saja,” ungkap Ridwan.
Pedagang sayur, yang berjualan di lantai dua juga mengalami hal yang sama. Mereka ditarik Rp 2 ribu untuk komponen yang sama; air, listrik, dan petugas kebersihan. Hal ini dibenarkan Murti, pedagang sayur. ”Iya, dua ribu diminta per hari. Tapi sejak setelah lebaran ini tidak pernah lagi ada petugasnya keliling,” ungkap ibu ramah senyum ini.
Pungutan itu sendiri diketahui di luar retribusi resmi, sebesar Rp 500 per hari.
Fasilitas Toilet Turut Dikenakan Tarif
Hal yang juga diungkapkan Ridwan koordinator daging sapi, ketika ingin memanfaatkan fasilitas toilet di Pasar Tamrin, pun mesti dibayar. Dia tak ingat detail harga yang harus dibayar. Sebab beda pemanfaatan toilet, beda besaran bayarannya. Yang dia ingat buat buang air kecil, mesti membayar Rp 2 ribu.
”Itu untuk sekali kencing saja ya,” bebernya.
Adapun, tarikan ketika menggunakan toilet Pasar Tamrin sudah terjadi sejak awal pasar ini dioperasikan tahun 2020 lalu. Ridwan mengaku tak terlalu ambil pusing, sebab mulanya dia berpikir itu wajar saja. Belakangan dia baru sadar, ada yang tidak benar sebab pasar berikut fasilitas di dalamnya diperuntukkan seluas-luasnya bagi pedagang dan publik. Dan mestinya ia gratis.
”Soalnya yang jaga itu dulunya juga jaga wc di pasar sementara. Jadi kami kira itu wajar saja,” kata dia.
Jawaban UPT Pasar
Kepala Tata Usaha (TU) UPT Pasar Abdul Malik menjawab soal dugaan pungli tersebut. Dia bilang benar ada tarikan, tapi itu inisiatif pedagang sendiri, bukan dari UPT Pasar.
Dia menjelaskan, pedagang memang sempat melalukan rapat untuk mengantisipasi kemungkinan air dan listrik diputus. Sebab anggaran pemeliharaan pasar tidak ada.
”Itu sah-sah saja. Kalau mereka (pedagang) yang lakukan, bukan UPT,” kata Abdul Malik ketika dikonfirmasi.
Dia tegas menolak bila tarikan itu ditentukan, diprakarsai, dan dijalankan UPT Pasar. Pihaknya, kata Malik, tidak terlibat dalam pengumpulan tarikan itu. Dan tidak pernah tau bagaimana teknisnya.
”Sudah lama juga saya lihat tidak berjalan. Tapi tidak ingat sudah berapa lama, lupa saya,” akunya.
Dilanjutkan Malik, air dan listrik di Pasar Tamrin ditanggung pemerintah hingga Desember 2021 ini. Ini sebagaimana durasi pemeliharaan pasar dengan 4 lantai itu.
Kemudian menjawab soal toilet yang ditarik bayaran. Malik membantah keberadaan tarikan itu. Menurutnya itu tidak dibenarkan, dan jika ada itu sudah dipastikan ilegal. Pasalnya toilet adalah bagian dari fasilitas pasar yang diperuntukkan seluas-luasnya bagi publik. Ini artinya, haram bila terjadi tarikan.
”Enggak ada tarikan. Kalau ada, sudah pasti itu ilegal,” tegasnya.
Bontangpost.id coba meninjau toilet di Pasar Tamrin. Posisi toilet ditempatkan di lantai 3 dan lantai 4. Untuk di lantai 4, tidak ada tarikan, tidak ada juga yang jaga toilet. Tapi di lantai 3, ada semacam daftar tarif yang dipasang tepat di muka toilet. Tiap layanan dihargai berbeda. Besaranya Rp 2 ribu hingga Rp 5 ribu.
Untuk buang air kecil dihargai Rp 2 ribu; buang air besar Rp 3 ribu, ambil air satu ember Rp 2 ribu, cuci piring Rp 2 ribu, dan mandi Rp 5 ribu. Ketika tiba di toilet, sayangnya redaksi tidak menemukan penjaga. Hanya kotak duit yang disimpan di depan toilet. (*)
Simak berita menarik bontangpost.id lainnya di Google News
Ikuti berita-berita terkini dari bontangpost.id dengan mengetuk suka di halaman Facebook kami berikut ini:
Discussion about this post